Menakar Skema Penyelamatan Garuda Indonesia di Tengah Lilitan Utang Jumbo
Senin, 08 November 2021 - 22:33 WIB
JAKARTA - Kondisi maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) yang merugi dan dililit utang jumbo, mencuatkan dua kubu. Sebagian kalangan menilai maskapai tersebut wajib diselamatkan dari kebangkrutan, lantaran salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan flag carrier kebanggaan Indonesia.
Namun, di sisi lain, ada pula pihak yang mendukung agar Garuda Indonesia dipailitkan. Hal ini mengingat opsi penyelamatan nya membutuhkan dana sangat besar dan akan membebani keuangan negara.
Menteri BUMN Erick Thohir, saat berada di Dubai pekan lalu, sempat menyatakan, bahwa kementriannya berkomitmen melakukan penyelamatan Garuda dengan melakukan restrukturisasi utang, serta menyusun strategi bisnis ke depan. Tak pelak, komitmen Kementerian BUMN tersebut disambut positif berbagai kalangan.
Pengamat Investasi Global dan Pasar Modal, Edhi Pranasidhi menegaskan, pemerintah wajib menyelamatkan Garuda. Pasalnya, selain sebagai maskapai penerbangan flag carrier yang menjadi salah satu identitas Indonesia di kancah internasional, mayoritas kepemilikan saham Garuda juga dikuasai oleh negara, dengan porsi lebih dari 60%.
Jika Garuda dibiarkan bangkrut, lanjut Edhi, salah satu kerugiannya adalah bisa menghilangkan kepercayaan investor asing kepada pemerintah Indonesia. Karena, kreditur dan lessor Garuda itu berinvestasi di Indonesia.
Bila kepercayaan investor hilang, ke depannya akan menambah country risk investment bagi Indonesia. Jadi, risiko berinvestasi di Indonesia bisa meningkat di mata investor asing.
Selain itu, akan menimbulkan multiplier effect kepada industri di dalam negeri. Sebab, Garuda bukan hanya punya utang kepada lessor (prinsipal sewa pesawat), tapi juga ke sejumlah BUMN.
Founder Indonesia Superstocks Community itu menegaskan, skema penyelesaian utang-utang Garuda Indonesia kepada kreditur dan lessor harus berjalan win-win solution bukan, lose-lose solution.
Namun, di sisi lain, ada pula pihak yang mendukung agar Garuda Indonesia dipailitkan. Hal ini mengingat opsi penyelamatan nya membutuhkan dana sangat besar dan akan membebani keuangan negara.
Menteri BUMN Erick Thohir, saat berada di Dubai pekan lalu, sempat menyatakan, bahwa kementriannya berkomitmen melakukan penyelamatan Garuda dengan melakukan restrukturisasi utang, serta menyusun strategi bisnis ke depan. Tak pelak, komitmen Kementerian BUMN tersebut disambut positif berbagai kalangan.
Pengamat Investasi Global dan Pasar Modal, Edhi Pranasidhi menegaskan, pemerintah wajib menyelamatkan Garuda. Pasalnya, selain sebagai maskapai penerbangan flag carrier yang menjadi salah satu identitas Indonesia di kancah internasional, mayoritas kepemilikan saham Garuda juga dikuasai oleh negara, dengan porsi lebih dari 60%.
Jika Garuda dibiarkan bangkrut, lanjut Edhi, salah satu kerugiannya adalah bisa menghilangkan kepercayaan investor asing kepada pemerintah Indonesia. Karena, kreditur dan lessor Garuda itu berinvestasi di Indonesia.
Bila kepercayaan investor hilang, ke depannya akan menambah country risk investment bagi Indonesia. Jadi, risiko berinvestasi di Indonesia bisa meningkat di mata investor asing.
Selain itu, akan menimbulkan multiplier effect kepada industri di dalam negeri. Sebab, Garuda bukan hanya punya utang kepada lessor (prinsipal sewa pesawat), tapi juga ke sejumlah BUMN.
Founder Indonesia Superstocks Community itu menegaskan, skema penyelesaian utang-utang Garuda Indonesia kepada kreditur dan lessor harus berjalan win-win solution bukan, lose-lose solution.
tulis komentar anda