Menakar Skema Penyelamatan Garuda Indonesia di Tengah Lilitan Utang Jumbo
Senin, 08 November 2021 - 22:33 WIB
Sebab, apabila skema penyelesaiannya merugikan Garuda Indonesia, dampaknya pemerintah juga akan ikut menanggung kerugian. "Dalam dunia bisnis, kepercayaan adalah segalanya," kata Edhi dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Menurut catatan Edhi, saat ini total aset maskapai Garuda sekitar Rp 146,6 triliun. Sementara itu, short term debt atau utang jangka pendek maskapai berkode saham GIAA ini sebesar Rp 73 triliun. Lalu, long term debt atau utang jangka panjang Garuda mencapai Rp 114,6 triliun. Angka ini berpotensi terus bertambah seiring berjalannya beban bunga utang Garuda.
Edhi menggambarkan, umumnya, kreditor memberikan pinjaman dalam dollar Amerika Serikat (USD) dengan bunga di atas 7%. Kalau dirupiahkan, bunganya rata-rata bisa 10% per tahun.
Dengan bunga sebesar itu, maka kewajiban Garuda Indonesia membayar bunga pinjaman sekitar Rp 7,3 triliun per tahun. Ini baru bayar bunga utang jangka pendek, belum termasuk utang jangka panjang.
Untuk kupon bunga jangka panjang, biasanya sebesar 10% per tahun. Jadi, untuk bayar bunga utang long term kepada kreditur berkisar Rp 11,4 triliun per tahun.
"Kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di Indonesia untuk menyelamatkan Garuda," imbuh Edhi.
Pemerintah, sambung dia, harus bisa meyakinkan kepada seluruh kreditor bahwa Garuda memiliki dana cash untuk membayar utang pokok beserta bunganya. Karena itu, pemerintah perlu menentukan skema yang tepat agar Garuda Indonesia bisa membayar seluruh utangnya kepada kreditor.
Untuk itu, ada beberapa skema opsi yang bisa dilakukan Garuda. Pertama, kata Edhi, pemerintah bisa memberikan izin kepada Garuda Indonesia untuk menerbitkan obligasi (bond) dengan tenor 30 tahun. Nilai obligasinya berkisar Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun.
Dari jumlah ini, 50% digunakan untuk membayar utang dan sisanya untuk keperluan biaya operasional Garuda. Tentu, yang membeli obligasi Garuda adalah pemerintah. Bisa juga, pemerintah berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI).
Toh, selama ini, BI juga membeli surat utang pemerintah. Penerbitan obligasi bisa dilakukan bertahap dengan kupon 1% per tahun. Tapi, pemerintah harus memberikan grace periode/masa tenggang 5 tahun bagi Garuda untuk membayar cicilan dan kupon obligasi.
Menurut catatan Edhi, saat ini total aset maskapai Garuda sekitar Rp 146,6 triliun. Sementara itu, short term debt atau utang jangka pendek maskapai berkode saham GIAA ini sebesar Rp 73 triliun. Lalu, long term debt atau utang jangka panjang Garuda mencapai Rp 114,6 triliun. Angka ini berpotensi terus bertambah seiring berjalannya beban bunga utang Garuda.
Edhi menggambarkan, umumnya, kreditor memberikan pinjaman dalam dollar Amerika Serikat (USD) dengan bunga di atas 7%. Kalau dirupiahkan, bunganya rata-rata bisa 10% per tahun.
Dengan bunga sebesar itu, maka kewajiban Garuda Indonesia membayar bunga pinjaman sekitar Rp 7,3 triliun per tahun. Ini baru bayar bunga utang jangka pendek, belum termasuk utang jangka panjang.
Untuk kupon bunga jangka panjang, biasanya sebesar 10% per tahun. Jadi, untuk bayar bunga utang long term kepada kreditur berkisar Rp 11,4 triliun per tahun.
"Kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di Indonesia untuk menyelamatkan Garuda," imbuh Edhi.
Pemerintah, sambung dia, harus bisa meyakinkan kepada seluruh kreditor bahwa Garuda memiliki dana cash untuk membayar utang pokok beserta bunganya. Karena itu, pemerintah perlu menentukan skema yang tepat agar Garuda Indonesia bisa membayar seluruh utangnya kepada kreditor.
Untuk itu, ada beberapa skema opsi yang bisa dilakukan Garuda. Pertama, kata Edhi, pemerintah bisa memberikan izin kepada Garuda Indonesia untuk menerbitkan obligasi (bond) dengan tenor 30 tahun. Nilai obligasinya berkisar Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun.
Dari jumlah ini, 50% digunakan untuk membayar utang dan sisanya untuk keperluan biaya operasional Garuda. Tentu, yang membeli obligasi Garuda adalah pemerintah. Bisa juga, pemerintah berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI).
Toh, selama ini, BI juga membeli surat utang pemerintah. Penerbitan obligasi bisa dilakukan bertahap dengan kupon 1% per tahun. Tapi, pemerintah harus memberikan grace periode/masa tenggang 5 tahun bagi Garuda untuk membayar cicilan dan kupon obligasi.
tulis komentar anda