Ekspor Batu Bara Distop, Pengusaha Beberkan Kerugian yang Dialami
Kamis, 06 Januari 2022 - 12:21 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia ( APBI ) mengaku larangan sementara ekspor batu bara yang ditetapkan pemerintah membuat pengusaha menderita rugi. Kerugian langsung terjadi begitu kebijakan ini diberlakukan.
Direktur APBI Hendra Sinadia memaparkan, kerugian yang terjadi di antaranya berupa penurunan penjualan, membengkaknya biaya logistik hingga terganggunya kredibilitas Indonesia sebagai eksportir utama batu bara thermal dunia.
"Kerugian di depan mata, bahkan sudah terjadi sejak 1 Januari sejak ekspor dihentikan. Mungkin puluhan kapal-kapal yang siap mengangkut batu bara, dengan terhambatnya (ekspor) ini, kena tambahan biaya yang dibebankan kepada produsen. Sehari bisa USD20.000 sampai USD40.000 per kapal (sekitar Rp286-Rp572 juta). Makin lama delay, cost makin besar," ujar Hendra dalam Market Review IDX Channel, Kamis (6/1/2022).
Di luar kerugian akibat gangguan operasional tersebut, imbuh Hendra, kepercayaan negara-negara importir juga terganggu. Sebab, negara-negara tersebut amat mengharapkan kepastian pasokan dari Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia adalah eksportir batu bara thermal terbesar di dunia dengan kapasitas hingga 480 juta ton per tahun.
"Kami hari ini akan bertemu dengan asosiasi importir batu bara dari China untuk memberikan kepastian terkait ekspor ini," ujar Hendra.
Hendra mengatakan, pihaknya menyampaikan penjelasan kepada negara-negara importir untuk bersabar karena pasokan batu bara didahulukan untuk kepentingan dalam negeri. Beruntungnya, kata dia, para importir tersebut memahami hal ini.
"Mudah-mudahan hari ini ada titik terang. Kami yakin pemerintah sudah memikirkan itu, mungkin di high level sudah ada komunikasi ke berbagai negara, pasti pemerintah meyakinkan bahwa urusan domestik lebih penting," ujarnya.
Direktur APBI Hendra Sinadia memaparkan, kerugian yang terjadi di antaranya berupa penurunan penjualan, membengkaknya biaya logistik hingga terganggunya kredibilitas Indonesia sebagai eksportir utama batu bara thermal dunia.
"Kerugian di depan mata, bahkan sudah terjadi sejak 1 Januari sejak ekspor dihentikan. Mungkin puluhan kapal-kapal yang siap mengangkut batu bara, dengan terhambatnya (ekspor) ini, kena tambahan biaya yang dibebankan kepada produsen. Sehari bisa USD20.000 sampai USD40.000 per kapal (sekitar Rp286-Rp572 juta). Makin lama delay, cost makin besar," ujar Hendra dalam Market Review IDX Channel, Kamis (6/1/2022).
Di luar kerugian akibat gangguan operasional tersebut, imbuh Hendra, kepercayaan negara-negara importir juga terganggu. Sebab, negara-negara tersebut amat mengharapkan kepastian pasokan dari Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia adalah eksportir batu bara thermal terbesar di dunia dengan kapasitas hingga 480 juta ton per tahun.
"Kami hari ini akan bertemu dengan asosiasi importir batu bara dari China untuk memberikan kepastian terkait ekspor ini," ujar Hendra.
Hendra mengatakan, pihaknya menyampaikan penjelasan kepada negara-negara importir untuk bersabar karena pasokan batu bara didahulukan untuk kepentingan dalam negeri. Beruntungnya, kata dia, para importir tersebut memahami hal ini.
"Mudah-mudahan hari ini ada titik terang. Kami yakin pemerintah sudah memikirkan itu, mungkin di high level sudah ada komunikasi ke berbagai negara, pasti pemerintah meyakinkan bahwa urusan domestik lebih penting," ujarnya.
(fai)
tulis komentar anda