Masa Transisi, Pelaku Ritel Perlu Lebih Inovatif Gaet Konsumen
Minggu, 14 Juni 2020 - 13:55 WIB
"Sekarang sudah ada supermarket yang melayani pesan online sebelum ke toko. Kemudian pelanggan tinggal parkir mobilnya lalu barang dihantarkan ke mobil. Ini inovasi demi menjaga protokol kesehatan," ujar Roy.
Sementara itu Direktur Riset Iconomics Alex Mulya menjelaskan data riset yang dilakukan ada penurunan tingkat kekhawatiran masyarakat sejak bulan April hingga Juni. Menurutnya jumlah masyarakat yang sangat khawatir saat April sudah jauh berkurang dan berganti dengan kondisi ragu-ragu. Bahkan keberanian masyarakat untuk belanja offline ke toko fisik sudah mulai meningkat di bulan Juni.
"Ada penurunan masyarakat yang tadinya sangat khawatir menjadi hanya ragu-ragu. Mereka sepertinya menyadari hanya melihat angka kematian dari media saja dan tidak melihat langsung di lingkungan mereka," ujar Alex dalam kesempatan sama.
Lebih lanjut dia juga memaparkan data riset kekhawatiran konsumen toko ritel di Jabodetabek. Menurutnya konsumen segmen low value memiliki kekhawatiran sebesar 71% terhadap penularan dari sesama konsumen yang juga berbelanja. Selain itu mereka juga khawatir tingkat kebersihan permukaan benda-benda yang bisa menularkan virus selama berbelanja. Sebaliknya para konsumen segmen high value customer memiliki 65% kekhawatiran terhadap pegawai toko. Ini karena pegawai toko berbicara lebih intens dan dengan jarak lebih dekat.
Menurutnya toko premium memiliki karakter konsumen yang biasa bepergian dengan mobil dan paham dengan penjarakan fisik. Sehingga ini membuat mereka lebih khawatir dengan pegawai toko yang belum ada kejelasan kondisinya serta tidak disiplin dengan protokol kesehatan.
"Sehingga selain memberikan partisi untuk kenyamanan konsumen, tapi toko ritel juga harus menunjukkan kesehatan pegawainya. Serta harus diberi pelatihan untuk menjaga jarak dan mengurangi sentuhan ke benda yang akan dipakai konsumen seperti piring atau sendok," ujar dia.
Sementara itu Direktur Riset Iconomics Alex Mulya menjelaskan data riset yang dilakukan ada penurunan tingkat kekhawatiran masyarakat sejak bulan April hingga Juni. Menurutnya jumlah masyarakat yang sangat khawatir saat April sudah jauh berkurang dan berganti dengan kondisi ragu-ragu. Bahkan keberanian masyarakat untuk belanja offline ke toko fisik sudah mulai meningkat di bulan Juni.
"Ada penurunan masyarakat yang tadinya sangat khawatir menjadi hanya ragu-ragu. Mereka sepertinya menyadari hanya melihat angka kematian dari media saja dan tidak melihat langsung di lingkungan mereka," ujar Alex dalam kesempatan sama.
Lebih lanjut dia juga memaparkan data riset kekhawatiran konsumen toko ritel di Jabodetabek. Menurutnya konsumen segmen low value memiliki kekhawatiran sebesar 71% terhadap penularan dari sesama konsumen yang juga berbelanja. Selain itu mereka juga khawatir tingkat kebersihan permukaan benda-benda yang bisa menularkan virus selama berbelanja. Sebaliknya para konsumen segmen high value customer memiliki 65% kekhawatiran terhadap pegawai toko. Ini karena pegawai toko berbicara lebih intens dan dengan jarak lebih dekat.
Menurutnya toko premium memiliki karakter konsumen yang biasa bepergian dengan mobil dan paham dengan penjarakan fisik. Sehingga ini membuat mereka lebih khawatir dengan pegawai toko yang belum ada kejelasan kondisinya serta tidak disiplin dengan protokol kesehatan.
"Sehingga selain memberikan partisi untuk kenyamanan konsumen, tapi toko ritel juga harus menunjukkan kesehatan pegawainya. Serta harus diberi pelatihan untuk menjaga jarak dan mengurangi sentuhan ke benda yang akan dipakai konsumen seperti piring atau sendok," ujar dia.
(fai)
tulis komentar anda