Siap-siap! Harga Pangan Meroket Berjamaah Jelang Puasa
Sabtu, 05 Maret 2022 - 20:00 WIB
JAKARTA - Kenaikan harga pangan menjadi perhatian semua pihak menjelang bulan puasa yang diperkirakan jatuh pada awal April 2022. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah mengatakan Indonesia bakal menghadapi tiga tekanan utama yang perlu segera untuk diselesaikan para pihak terkait.
"Jadi saya lihat di puasa atau lebaran kali ini, kita mendapat tiga tekanan, yang terkait dengan masalah harga. Ini berbeda dari lembaran acara keagamaan sebelumnya," kata Rusli dalam dialog bertajuk Quo Vadis Sembako Nasional secara virtual, Sabtu (5/3/2022).
Pertama adalah siklus kenaikan harga yang selalu terjadi menjelang hari keagamaan tiba. Menurut Rusli, momentum tersebut dapat mendongkrak permintaan di masyarakat atas kebutuhan pokok.
Rusli memberi ilustrasi bahwa seorang pedagang akan cenderung menaikkan harga barang jualannya untuk memaksimalkan pendapatan dalam momentum khusus yang tidak terjadi setiap hari, seperti hari besar. "Ada juga misalnya, ada seseorang, ini lebaran saya butuh uang, saya harus menaikkan harga, ini normal adanya, sebuah permintaan yang diperkirakan akan naik, untuk kebutuhan hari raya, itu wajar," tuturnya.
Kedua adalah situasi perkembangan Covid-19 yang masih menimbulkan ketidakpastian pemulihan ekonomi. Per 4 Maret 2022 pukul 12:00 WIB, pemerintah mencatat terdapat tambahan 26.347 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Kendati tidak seganas sebelumnya, pertumbuhan pasien wabah Omicron ini menghadirkan fluktuasi harga di pasaran. Rusli mencoba mengingat apa yang sempat terjadi di awal virus corona diumumkan.
"Jadi kita ingat di awal-awal Covid-19 itu kemarin di awal 2020, harga daging ayam itu jatuh ya, kemudian para peternak ayam itu sudah menyiapkan daging ayamnya untuk puasa 2020, eh ada Covid-19. Orang gak boleh mudik, ada lockdown dan sebagainya, mereka gak bisa jualan. Jadi masih ada ketidakpastian saat ini," jelasnya.
Rusli mengingat ketidakpastian harga juga pernah dirasakan saat harga telur mengalami volatilitas di tingkat domestik. Kemudian juga harga kedelai impor dari Amerika Serikat juga sempat mengalami gangguan di tingkat rantai produksi.
"Jadi saya lihat di puasa atau lebaran kali ini, kita mendapat tiga tekanan, yang terkait dengan masalah harga. Ini berbeda dari lembaran acara keagamaan sebelumnya," kata Rusli dalam dialog bertajuk Quo Vadis Sembako Nasional secara virtual, Sabtu (5/3/2022).
Pertama adalah siklus kenaikan harga yang selalu terjadi menjelang hari keagamaan tiba. Menurut Rusli, momentum tersebut dapat mendongkrak permintaan di masyarakat atas kebutuhan pokok.
Rusli memberi ilustrasi bahwa seorang pedagang akan cenderung menaikkan harga barang jualannya untuk memaksimalkan pendapatan dalam momentum khusus yang tidak terjadi setiap hari, seperti hari besar. "Ada juga misalnya, ada seseorang, ini lebaran saya butuh uang, saya harus menaikkan harga, ini normal adanya, sebuah permintaan yang diperkirakan akan naik, untuk kebutuhan hari raya, itu wajar," tuturnya.
Kedua adalah situasi perkembangan Covid-19 yang masih menimbulkan ketidakpastian pemulihan ekonomi. Per 4 Maret 2022 pukul 12:00 WIB, pemerintah mencatat terdapat tambahan 26.347 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Kendati tidak seganas sebelumnya, pertumbuhan pasien wabah Omicron ini menghadirkan fluktuasi harga di pasaran. Rusli mencoba mengingat apa yang sempat terjadi di awal virus corona diumumkan.
"Jadi kita ingat di awal-awal Covid-19 itu kemarin di awal 2020, harga daging ayam itu jatuh ya, kemudian para peternak ayam itu sudah menyiapkan daging ayamnya untuk puasa 2020, eh ada Covid-19. Orang gak boleh mudik, ada lockdown dan sebagainya, mereka gak bisa jualan. Jadi masih ada ketidakpastian saat ini," jelasnya.
Rusli mengingat ketidakpastian harga juga pernah dirasakan saat harga telur mengalami volatilitas di tingkat domestik. Kemudian juga harga kedelai impor dari Amerika Serikat juga sempat mengalami gangguan di tingkat rantai produksi.
tulis komentar anda