Kualitas Layanan dan Keamanan Data Siber Dinilai Lebih Urgen dari Selisih Harga
Sabtu, 14 Mei 2022 - 23:36 WIB
JAKARTA - Sejumlah pengamat dan ekonom menilai trend booming teknologi digital yang ditandai menjamurnya aplikasi online perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebab, kualitas layanan dan keamanan data siber harus diprioritaskan, bukan semata mementingkan harga yang murah.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai perusahaan penyedia layanan teknologi seperti internet provider dan layanan aplikasi sebaiknya terus melakukan perbaikan dalam keamanan siber .
“Berdasarkan ranking National Cyber Security Index (NCSI), posisi Indonesia ada diperingkat 83 dari 160 negara. Artinya kualitas keamanan siber masih perlu perbaikan signifikan,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/5/2022).
Menurut dia, konsumen memang pada awalnya sensitif terhadap harga ketika pertama kali mengenal koneksi internet. Konsumen cenderung mudah gonta-ganti provider karena perbedaan harga.
“Tapi makin tinggi pemahaman konsumen khususnya soal privasi data pribadi dan risiko hacking atau kebocoran data, maka preferensi akan berubah mencari kualitas layanan,” paparnya.
Karena itu, lanjut dia, di sini peran penting pemerintah juga selain dari tekanan konsumen untuk memastikan layanan berkualitas.
“Contohnya jika ada kebocoran data pribadi atau pembajakan aplikasi, maka yang diminta pertanggung jawaban adalah pihak penyelenggara layanan. Bukankah ada kasus jutaan data bocor kemudian menguap begitu saja. Ini harus menjadi pelajaran penting,” tuturnya.
Selain keamanan data siber, kualitas kecepatan internet di Indonesia juga masih rendah. Laporan Speedtest Global Index -layanan uji koneksi internet di seluruh dunia- pada September 2021 memperlihatkan posisi Indonesia yang berada di urutan ke-108 dari 138 negara.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai perusahaan penyedia layanan teknologi seperti internet provider dan layanan aplikasi sebaiknya terus melakukan perbaikan dalam keamanan siber .
“Berdasarkan ranking National Cyber Security Index (NCSI), posisi Indonesia ada diperingkat 83 dari 160 negara. Artinya kualitas keamanan siber masih perlu perbaikan signifikan,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/5/2022).
Menurut dia, konsumen memang pada awalnya sensitif terhadap harga ketika pertama kali mengenal koneksi internet. Konsumen cenderung mudah gonta-ganti provider karena perbedaan harga.
“Tapi makin tinggi pemahaman konsumen khususnya soal privasi data pribadi dan risiko hacking atau kebocoran data, maka preferensi akan berubah mencari kualitas layanan,” paparnya.
Karena itu, lanjut dia, di sini peran penting pemerintah juga selain dari tekanan konsumen untuk memastikan layanan berkualitas.
“Contohnya jika ada kebocoran data pribadi atau pembajakan aplikasi, maka yang diminta pertanggung jawaban adalah pihak penyelenggara layanan. Bukankah ada kasus jutaan data bocor kemudian menguap begitu saja. Ini harus menjadi pelajaran penting,” tuturnya.
Selain keamanan data siber, kualitas kecepatan internet di Indonesia juga masih rendah. Laporan Speedtest Global Index -layanan uji koneksi internet di seluruh dunia- pada September 2021 memperlihatkan posisi Indonesia yang berada di urutan ke-108 dari 138 negara.
tulis komentar anda