Soal Polemik Harga Tiket Candi Borobudur Selangit, YLKI: Contoh Candi Angkor Wat
Senin, 06 Juni 2022 - 15:27 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa tiket ke Candi Borobudur bakal naik hingga Rp750 ribu untuk wisatawan domestik dan USD100 untuk wisatawan mancanegara (wisman).
Merespons itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, menaikkan harga tiket setinggi-tingginya bukanlah suatu cara untuk melakukan konservasi atau melindungi sebuah cagar budaya. Menurut Tulus masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk itu.
"Kalau memang untuk kepentingan konservasi dan menyelamatkan Candi Borobudur, kan bisa dengan pembatasan kapasitas saja sudah cukup. Tidak perlu dengan tarif selangit," ujar Tulus dalam pernyataan tertulisnya kepada MNC Portal, Senin (6/6/2022).
Ketika pemerintah menaikkan tarif dengan harga yang tidak terjangkau buat beberapa kalangan masyarakat tertentu untuk melihat peninggalan sejarah, maka sama saja dengan menjauhkan masyarakat dengan pengetahuan sejarahnya.
"Kalau tarifnya selangit, itu bukan untuk kepentingan konservasi, tapi untuk kepentingan komersialisasi. Nanti hanya orang-orang kaya saja yang bisa masuk ke candi," sambung Tulus.
Menurutnya kalau alasan lain yang dipakai pemerintah dengan menaikkan tarif untuk menutup biaya operasional, maka pihak pengelola seharusnya bisa memberdayakan tempat wisatanya yang ada di sekelilingnya.
"Manajemen bisa mengeksplorasi kawasan candi dengan wahana yang lain, yang bisa dikomersialisasikan," lanjutnya.
"Contoh, candi ternama di Kamboja, Angkor Wat, yang lebih terkenal dari Borobudur, tarifnya masih murah, untuk orang asing saja hanya USD20-26. Angkor Wat tetap eksis, bisa mendatangkan jutaan turis juga," pungkas Tulus.
Baca Juga
Merespons itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, menaikkan harga tiket setinggi-tingginya bukanlah suatu cara untuk melakukan konservasi atau melindungi sebuah cagar budaya. Menurut Tulus masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk itu.
"Kalau memang untuk kepentingan konservasi dan menyelamatkan Candi Borobudur, kan bisa dengan pembatasan kapasitas saja sudah cukup. Tidak perlu dengan tarif selangit," ujar Tulus dalam pernyataan tertulisnya kepada MNC Portal, Senin (6/6/2022).
Ketika pemerintah menaikkan tarif dengan harga yang tidak terjangkau buat beberapa kalangan masyarakat tertentu untuk melihat peninggalan sejarah, maka sama saja dengan menjauhkan masyarakat dengan pengetahuan sejarahnya.
"Kalau tarifnya selangit, itu bukan untuk kepentingan konservasi, tapi untuk kepentingan komersialisasi. Nanti hanya orang-orang kaya saja yang bisa masuk ke candi," sambung Tulus.
Menurutnya kalau alasan lain yang dipakai pemerintah dengan menaikkan tarif untuk menutup biaya operasional, maka pihak pengelola seharusnya bisa memberdayakan tempat wisatanya yang ada di sekelilingnya.
"Manajemen bisa mengeksplorasi kawasan candi dengan wahana yang lain, yang bisa dikomersialisasikan," lanjutnya.
"Contoh, candi ternama di Kamboja, Angkor Wat, yang lebih terkenal dari Borobudur, tarifnya masih murah, untuk orang asing saja hanya USD20-26. Angkor Wat tetap eksis, bisa mendatangkan jutaan turis juga," pungkas Tulus.
(uka)
tulis komentar anda