Kondisi Memburuk, Jerman Bunyikan Alarm Krisis Gas
Rabu, 29 Juni 2022 - 14:11 WIB
JAKARTA - Badan Jaringan Federal Jerman mengumumkan pada hari Senin (27/6) bahwa situasi ketersediaan gas alam di negara itu tegang dan akan semakin memburuk. Regulator menyatakan tengah memantau situasi dengan sangat cermat dan terus-menerus berkomunikasi dengan perusahaan industri gas terkait situasi ini.
Namun, badan tersebut mencatat bahwa pasokan gas ke negara itu hingga saat ini masih stabil. Tingkat keterisian gas di fasilitas penyimpanan disebutkan masih di atas 60%.
Kepala Asosiasi Industri Energi dan Air Jerman, Kerstin Andreae mengatakan, akibat sanksi terhadap Rusia, negaranya kini harus bertaruh pada batu bara. "Kami mengganti gas agar lebih mandiri dari energi fosil dan gas dari Rusia," tuturnya seperti dilansir RT.com, Rabu (29/6/2022).
Berlin mengumumkan sebelumnya bahwa negara itu telah membuat keputusan "pahit" untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mengatasi kemungkinan krisis energi pada musim dingin mendatang.
Bulan ini, aliran gas Rusia ke Jerman melalui pipa bawah laut Nord Stream terpangkas sebanyak 60% karena masalah teknis yang timbul dari sanksi Barat terhadap Moskow.
Menanggapi hal ini, pemerintah Jerman meluncurkan fase "alarm" kedua dari rencana darurat gas tiga tingkatnya. Berlin telah memperingatkan bahwa mereka menghadapi kekurangan bahan bakar yang parah di tengah berkurangnya aliran gas dari Rusia.
Sebelumnya, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan produsen bahan kimia utama Jerman BASF mungkin akan terpaksa menghentikan produksi di pabrik kimia terbesar dunia di Ludwigshafen, akibat kekurangan gas Rusia yang murah dan berlimpah. Menurut laporan itu, BASF telah menggunakan gas alam Rusia selama bertahun-tahun untuk sumber tenaga dan juga bahan baku untuk produkproduknya.
Namun, berkurangnya pasokan gas Rusia terbukti menjadi ancaman bagi pusat manufaktur perusahaan yang luas. "Mengurangi produksi di lokasi ini akan menjadi tugas besar," kata ekonom senior BASF Peter Westerheide, seperti dikutip WSJ. "Kami belum pernah melihat situasi seperti ini sebelumnya. Sulit dibayangkan."
Namun, badan tersebut mencatat bahwa pasokan gas ke negara itu hingga saat ini masih stabil. Tingkat keterisian gas di fasilitas penyimpanan disebutkan masih di atas 60%.
Kepala Asosiasi Industri Energi dan Air Jerman, Kerstin Andreae mengatakan, akibat sanksi terhadap Rusia, negaranya kini harus bertaruh pada batu bara. "Kami mengganti gas agar lebih mandiri dari energi fosil dan gas dari Rusia," tuturnya seperti dilansir RT.com, Rabu (29/6/2022).
Berlin mengumumkan sebelumnya bahwa negara itu telah membuat keputusan "pahit" untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mengatasi kemungkinan krisis energi pada musim dingin mendatang.
Bulan ini, aliran gas Rusia ke Jerman melalui pipa bawah laut Nord Stream terpangkas sebanyak 60% karena masalah teknis yang timbul dari sanksi Barat terhadap Moskow.
Menanggapi hal ini, pemerintah Jerman meluncurkan fase "alarm" kedua dari rencana darurat gas tiga tingkatnya. Berlin telah memperingatkan bahwa mereka menghadapi kekurangan bahan bakar yang parah di tengah berkurangnya aliran gas dari Rusia.
Sebelumnya, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan produsen bahan kimia utama Jerman BASF mungkin akan terpaksa menghentikan produksi di pabrik kimia terbesar dunia di Ludwigshafen, akibat kekurangan gas Rusia yang murah dan berlimpah. Menurut laporan itu, BASF telah menggunakan gas alam Rusia selama bertahun-tahun untuk sumber tenaga dan juga bahan baku untuk produkproduknya.
Namun, berkurangnya pasokan gas Rusia terbukti menjadi ancaman bagi pusat manufaktur perusahaan yang luas. "Mengurangi produksi di lokasi ini akan menjadi tugas besar," kata ekonom senior BASF Peter Westerheide, seperti dikutip WSJ. "Kami belum pernah melihat situasi seperti ini sebelumnya. Sulit dibayangkan."
(fai)
tulis komentar anda