Rupiah Kian Melemah, Ini Dampak Buruknya yang Harus Cepat Diatasi
Rabu, 06 Juli 2022 - 10:51 WIB
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah dalam beberapa waktu terakhir. Pantuan di pasar spot pagi ini, kurs rupiah telah menembus level Rp15.000 per dolar AS.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, potensi pelemahan mata uang Garuda semakin terbuka dan perlu segera mendapat perhatian dari semua pihak. Pasalnya, dampaknya dapat memicu ekses negatif ke perekonomian Indonesia.
"Rupiah secara psikologis berisiko melemah ke 15.500 - 16.000 dalam waktu dekat. Tekanan akan terus berlanjut dan tergantung dari respon kebijakan moneter," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Rabu (6/7/2022).
Sejumlah risiko mulai membayangi ekonomi domestik ketika pemerintah tak kunjung sigap dalam memitigasi persoalan tersebut. Bhima menilai upaya Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan di 3,5% dapat meningkatkan risiko di pasar.
Kondisi likuiditas di dalam negeri bisa mengetat jika pelemahan kurs terus berlanjut, sejalan dengan adanya tekanan arus keluar modal asing. "Ada perfect storm atau badai yang sempurna sedang mengintai ekonomi Indonesia," tukas Bhima.
Sementara itu, rupiah yang lesu dikhawatirkan juga dapat memicu imported inflation atau kenaikan biaya impor terutama pangan.
Bhima menilai sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga di tingkat konsumen.
Di sisi lain, ketika beban biaya impor naik secara signifikan, maka selisih kurs-nya dapat berimbas terhadap konsumen.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, potensi pelemahan mata uang Garuda semakin terbuka dan perlu segera mendapat perhatian dari semua pihak. Pasalnya, dampaknya dapat memicu ekses negatif ke perekonomian Indonesia.
"Rupiah secara psikologis berisiko melemah ke 15.500 - 16.000 dalam waktu dekat. Tekanan akan terus berlanjut dan tergantung dari respon kebijakan moneter," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Rabu (6/7/2022).
Sejumlah risiko mulai membayangi ekonomi domestik ketika pemerintah tak kunjung sigap dalam memitigasi persoalan tersebut. Bhima menilai upaya Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan di 3,5% dapat meningkatkan risiko di pasar.
Kondisi likuiditas di dalam negeri bisa mengetat jika pelemahan kurs terus berlanjut, sejalan dengan adanya tekanan arus keluar modal asing. "Ada perfect storm atau badai yang sempurna sedang mengintai ekonomi Indonesia," tukas Bhima.
Sementara itu, rupiah yang lesu dikhawatirkan juga dapat memicu imported inflation atau kenaikan biaya impor terutama pangan.
Bhima menilai sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga di tingkat konsumen.
Di sisi lain, ketika beban biaya impor naik secara signifikan, maka selisih kurs-nya dapat berimbas terhadap konsumen.
tulis komentar anda