Pangkas Backlog Perumahan, BTN Terus Mendorong Implementasi Sekuritisasi Aset
Minggu, 10 Juli 2022 - 11:36 WIB
JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN terus mendukung langkah pemerintah dalam mendorong sekuritisasi aset kredit pemilikan rumah ( KPR ) untuk menekan backlog perumahan di Tanah Air. Diperlukan insentif bagi perbankan atas rencana strategis tersebut agar maksimal dalam pelaksanaan sekuritisasi di Indonesia
Direktur Utama BTN, Haru Koesmahargyo menilai sejauh ini peran pemerintah sudah cukup baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Seperti dengan memberikan subsidi bagi MBR yang nilainya hingga saat ini telah mencapai Rp85,7 triliun.
Namun demikian, untuk mengakselerasi serta memaksimalkannya Haru menilai masih dibutuhkan upaya yang lebih ekstra dalam pelaksanaan sekuritisasi tersebut. Menurutnya dibutuhkan insentif bagi bank secara umum agar lebih maksimal dalam menyalurkan pembiayaan perumahan, termasuk di dalamnya soal pendanaan.
“Kebijakan terkait sekuritisasi aset harus memberikan keuntungan dan insentif yang baik bagi bank, misalnya relaksasi atas pengenaan pajak, kebijakan agar perbankan dapat lebih berminat di dalam melakukan sekuritisasi baik sebagai originator maupun sebagai investor serta kemungkinan perluasan segmen KPR yang dapat dijadikan sebagai underlying," terang Haru.
"Dengan demikian, sekuritisasi aset akan semakin berkembang ke depannya. Pembangunan dan kepemilikan rumah pun akan semakin baik. Diharapkan, jumlah backlog akan terus berkurang secara signifikan,” sambungnya seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Road to G20-Securitization Summit 2022, di Jakarta, Rabu (6/7).
Menurut Sri Mulyani, masyarakat akan semakin sulit memiliki rumah di tengah tren kenaikan suku bunga acuan yang di beberapa negara mulai mengalami kenaikan inflasi yang pada akhirnya dapat berdampak pada tingginya suku bunga di sektor perumahan.
Lantaran itu Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat bersinergi dalam mendorong pengembangan pasar pembiayaan perumahan di Indonesia. Sri Mulyani juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun "Policy Framework" atau kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
Salah satunya adalah melalui pengembangan sekuritisasi aset KPR di Indonesia. Sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang berjangka panjang 15 tahun, dapat menjadi underlying asset yang bisa menjadi sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset (EBA).
Direktur Utama BTN, Haru Koesmahargyo menilai sejauh ini peran pemerintah sudah cukup baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Seperti dengan memberikan subsidi bagi MBR yang nilainya hingga saat ini telah mencapai Rp85,7 triliun.
Namun demikian, untuk mengakselerasi serta memaksimalkannya Haru menilai masih dibutuhkan upaya yang lebih ekstra dalam pelaksanaan sekuritisasi tersebut. Menurutnya dibutuhkan insentif bagi bank secara umum agar lebih maksimal dalam menyalurkan pembiayaan perumahan, termasuk di dalamnya soal pendanaan.
“Kebijakan terkait sekuritisasi aset harus memberikan keuntungan dan insentif yang baik bagi bank, misalnya relaksasi atas pengenaan pajak, kebijakan agar perbankan dapat lebih berminat di dalam melakukan sekuritisasi baik sebagai originator maupun sebagai investor serta kemungkinan perluasan segmen KPR yang dapat dijadikan sebagai underlying," terang Haru.
"Dengan demikian, sekuritisasi aset akan semakin berkembang ke depannya. Pembangunan dan kepemilikan rumah pun akan semakin baik. Diharapkan, jumlah backlog akan terus berkurang secara signifikan,” sambungnya seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Road to G20-Securitization Summit 2022, di Jakarta, Rabu (6/7).
Menurut Sri Mulyani, masyarakat akan semakin sulit memiliki rumah di tengah tren kenaikan suku bunga acuan yang di beberapa negara mulai mengalami kenaikan inflasi yang pada akhirnya dapat berdampak pada tingginya suku bunga di sektor perumahan.
Lantaran itu Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat bersinergi dalam mendorong pengembangan pasar pembiayaan perumahan di Indonesia. Sri Mulyani juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun "Policy Framework" atau kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
Salah satunya adalah melalui pengembangan sekuritisasi aset KPR di Indonesia. Sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang berjangka panjang 15 tahun, dapat menjadi underlying asset yang bisa menjadi sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset (EBA).
Lihat Juga :
tulis komentar anda