Pemerintah Disarankan Tak Naikkan Harga Pertalite Jadi Rp10.000
Selasa, 23 Agustus 2022 - 14:22 WIB
JAKARTA - Pemerintah disarankan agar tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi lebih dari 20%. Pasalnya, kenaikan harga BBM subsidi yang cukup tinggi bisa berdampak pada inflasi.
"Kenaikannya bisa di bawah 20%, antara 10% sampai 15%," ujar Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal, dalam program Market Review di IDX Channel, Selasa (23/8/2022).
Next Policy menghitung apabila kenaikan harga BBM di bawah 20%, maka inflasi yang ditimbulkan tidak lebih dari 1%. Sementara, jika kenaikannya mencapai 20% maka inflasinya akan lebih tinggi lagi.
"(Di bawah 20%) akan menimbulkan efek inflasi yang sebenarnya tidak terlalu besar, di bawah 1%," terangnya.
Fithra menambahkan, dampak inflasi dari kenaikan harga BBM subsidi juga masih bergantung kepada jenisnya. Jika Pertalite yang dinaikan, dampak inflasi tidak akan terlalu tinggi karena efek kekuatannya ke jalur logistik dan transportasi tidak akan terlalu besar. Beda jika harga solar yang dinaikan.
"Karena ketika solar dinaikan, efek kekuatannya akan kemana-mana, transportasi, pergudangan, itu akan merembet ke mana-mana," jelasnya.
Makanya, menurut Fithra, jika pemerintah ingin menaikan harga BBM subsidi jenis solar, maka besarannya harus lebih kecil lagi. Kenaikan harganya jangan sampai melewati angka 10%.
"Saya rasa yang paling bisa dinaikkan sekarang adalah Pertalite. Solar mungkin bisa dinaikkan namun tidak akan sebesar Pertalite, kenaikannya mungkin bisa di bawah 10% untuk solar," pungkasnya.
Sebelumnya beredar kabar, jika harga Pertalite akan dinaikkan menjadi Rp10.000, atau naik Rp2.350. Jika harga Pertalite menjadi Rp10.000 maka kenaikannya mencapai 30% lebih.
Lihat Juga: Pasutri Lansia di Jombang Ditangkap Polisi Gara-gara Modif Mobil untuk Borong BBM Bersubsidi
Baca Juga
"Kenaikannya bisa di bawah 20%, antara 10% sampai 15%," ujar Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal, dalam program Market Review di IDX Channel, Selasa (23/8/2022).
Next Policy menghitung apabila kenaikan harga BBM di bawah 20%, maka inflasi yang ditimbulkan tidak lebih dari 1%. Sementara, jika kenaikannya mencapai 20% maka inflasinya akan lebih tinggi lagi.
"(Di bawah 20%) akan menimbulkan efek inflasi yang sebenarnya tidak terlalu besar, di bawah 1%," terangnya.
Fithra menambahkan, dampak inflasi dari kenaikan harga BBM subsidi juga masih bergantung kepada jenisnya. Jika Pertalite yang dinaikan, dampak inflasi tidak akan terlalu tinggi karena efek kekuatannya ke jalur logistik dan transportasi tidak akan terlalu besar. Beda jika harga solar yang dinaikan.
"Karena ketika solar dinaikan, efek kekuatannya akan kemana-mana, transportasi, pergudangan, itu akan merembet ke mana-mana," jelasnya.
Makanya, menurut Fithra, jika pemerintah ingin menaikan harga BBM subsidi jenis solar, maka besarannya harus lebih kecil lagi. Kenaikan harganya jangan sampai melewati angka 10%.
"Saya rasa yang paling bisa dinaikkan sekarang adalah Pertalite. Solar mungkin bisa dinaikkan namun tidak akan sebesar Pertalite, kenaikannya mungkin bisa di bawah 10% untuk solar," pungkasnya.
Sebelumnya beredar kabar, jika harga Pertalite akan dinaikkan menjadi Rp10.000, atau naik Rp2.350. Jika harga Pertalite menjadi Rp10.000 maka kenaikannya mencapai 30% lebih.
Lihat Juga: Pasutri Lansia di Jombang Ditangkap Polisi Gara-gara Modif Mobil untuk Borong BBM Bersubsidi
(uka)
tulis komentar anda