Dua Kekhawatiran Sri Mulyani pada September dan Oktober
Jum'at, 26 Agustus 2022 - 13:21 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan habis pada September 2022 atau bulan depan. Menurut dia, kondisi itu akan terjadi jika tidak terdapat tindakan tertentu terhadap kebijakan subsidi atau konsumsi.
Bendahara negara itu menuturkan kuota BBM bersubsidi akan segera habis jika tingkat konsumsi saat ini terus berlanjut. Dia menyatakan bahwa solar berpotensi habis pada Oktober 2022, sedangkan Pertalite akan habis lebih cepat.
“Artinya, tiap bulan 2,4 juta kiloliter (Pertalite) habis. Jika (tren) ini diikuti, akhir September 2022 habis (kuota) untuk Pertalite,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis, (25/8/2022).
Saat ini tingkat konsumsi BBM sudah melebihi asumsi sehingga anggaran subsidi BBM terkuras. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketika pemerintah menganggarkan subsidi BBM Rp502 triliun, terdapat penetapan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi.
Hingga akhir 2022, ditetapkan bahwa kuota Pertalite adalah 23 juta kilo liter dan solar 15,1 juta kilo liter. Sedangkan pada Juli 2022 jatah Pertalite yang sudah terpakai mencapai 16,84 juta kilo liter atau 73% dari kuota. Lalu, jatah solar telah telah terpakai 9,88 juta kilo liter atau 65% dari kuota tersedia.S
Sri menjelaskan kepada para anggota DPD bahwa pemerintah tidak akan mencabut subsidi BBM, tetapi saat ini tantangannya adalah kuota BBM bersubsidi akan segera habis. Pemerintah kemudian harus memilih berbagai opsi kebijakan, mulai dari menambah subsidi, mengontrol konsumsi, atau bahkan menaikkan harga BBM.
"Pertanyaannya, [subsidi] mau nambah atau enggak? Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?" kata dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani memperkirakan bahwa jika kondisi saat ini terus berlanjut, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp189 triliun, sehingga totalnya pada 2022 bisa mencapai Rp700 triliun. Perhitungan itu bahkan hanya mencakup pertalite dan solar, belum termasuk liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram dan listrik.
“Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun," kata Sri.
Bendahara negara itu menuturkan kuota BBM bersubsidi akan segera habis jika tingkat konsumsi saat ini terus berlanjut. Dia menyatakan bahwa solar berpotensi habis pada Oktober 2022, sedangkan Pertalite akan habis lebih cepat.
“Artinya, tiap bulan 2,4 juta kiloliter (Pertalite) habis. Jika (tren) ini diikuti, akhir September 2022 habis (kuota) untuk Pertalite,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis, (25/8/2022).
Saat ini tingkat konsumsi BBM sudah melebihi asumsi sehingga anggaran subsidi BBM terkuras. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketika pemerintah menganggarkan subsidi BBM Rp502 triliun, terdapat penetapan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi.
Hingga akhir 2022, ditetapkan bahwa kuota Pertalite adalah 23 juta kilo liter dan solar 15,1 juta kilo liter. Sedangkan pada Juli 2022 jatah Pertalite yang sudah terpakai mencapai 16,84 juta kilo liter atau 73% dari kuota. Lalu, jatah solar telah telah terpakai 9,88 juta kilo liter atau 65% dari kuota tersedia.S
Sri menjelaskan kepada para anggota DPD bahwa pemerintah tidak akan mencabut subsidi BBM, tetapi saat ini tantangannya adalah kuota BBM bersubsidi akan segera habis. Pemerintah kemudian harus memilih berbagai opsi kebijakan, mulai dari menambah subsidi, mengontrol konsumsi, atau bahkan menaikkan harga BBM.
"Pertanyaannya, [subsidi] mau nambah atau enggak? Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?" kata dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani memperkirakan bahwa jika kondisi saat ini terus berlanjut, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp189 triliun, sehingga totalnya pada 2022 bisa mencapai Rp700 triliun. Perhitungan itu bahkan hanya mencakup pertalite dan solar, belum termasuk liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram dan listrik.
“Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun," kata Sri.
(uka)
tulis komentar anda