Arahkan Subsidi BBM untuk Kalangan Tak Mampu, Ini Saran Ekonom
Senin, 29 Agustus 2022 - 21:31 WIB
JAKARTA - Skema subsidi energi yang tepat sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu mendesak untuk diterapkan agar tak membebani APBN. Hal itu didasarkan fakta yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani baru-baru ini mengenai subsidi bahan bakar minyak ( BBM ).
Dari penjelasan Menkeu, subsidi solar yang beredar di pasar 89%-nya dinikmati oleh dunia usaha. Sedangkan Pertalite, subsidinya dinikmati oleh 86% kalangan mampu. Hal ini disebabkan oleh mekanisme subsidi yang sifatnya terbuka dan diberikan ke produk energi.
"Artinya, siapapun bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut jika tanpa pembatasan," ungkap Chief Economist Bank Permata Josua Pardede dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).
Akibatnya, lanjut Josua, kuota BBM bersubsidi terus jebol dan berimplikasi pada bengkaknya anggaran subsidi dari pemerintah. Kondisi ini bertambah parah dengan kenaikan harga minyak yang kini jauh di atas asumsi makro pada APBN 2022, yang sebesar USD63 per barel.
Terkait dengan itu, Josua menyarankan pemerintah beralih memberikan subsidi yang nilainya tetap, sehingga harga pasar dari BBM dapat berfluktuasi menurut pergerakan harga minyak dunia. Dengan jumlah subsidi yang dipatok, anggaran subsidi pada APBN pun tidak berfluktuasi.
Kebijakan ini, sambung dia, perlu diperkuat dengan fleksibilitas anggaran untuk perlindungan sosial. Tujuannya untuk meningkatkan anggaran perlindungan sosial sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia. "Dengan kebijakan ini, kami menilai alokasi anggaran akan lebih tepat sasaran ke masyarakat paling rentan yang terdaftar sebagai penerima perlindungan/bantuan sosial," jelasnya.
Josua menambahkan, dengan pola subsidi selama ini yang memungkinkan seluruh masyarakat menikmati subsidi BBM, penyesuaian harga harus secara bertahap. Tujuannya agar gejolak sosial yang ditimbulkan dapat tertangani dengan baik. "Sebagai langkah awal, pemerintah dapat menaikkan harga BBM ke Rp10.000 per liter untuk mengurangi beban anggaran negara saat ini dan kuota BBM bersubsidi tahun mencukupi," katanya.
Dari sisi daya beli, Josua menghitung dapak langsung kenaikan pertalite 30,72% terhadap inflasi adalah sebesar 0,93%. Sedangkan dampak tak langsung diperkirakan setengah dari dampak langsung, atau sekitar 0,47%.
Dari penjelasan Menkeu, subsidi solar yang beredar di pasar 89%-nya dinikmati oleh dunia usaha. Sedangkan Pertalite, subsidinya dinikmati oleh 86% kalangan mampu. Hal ini disebabkan oleh mekanisme subsidi yang sifatnya terbuka dan diberikan ke produk energi.
"Artinya, siapapun bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut jika tanpa pembatasan," ungkap Chief Economist Bank Permata Josua Pardede dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).
Akibatnya, lanjut Josua, kuota BBM bersubsidi terus jebol dan berimplikasi pada bengkaknya anggaran subsidi dari pemerintah. Kondisi ini bertambah parah dengan kenaikan harga minyak yang kini jauh di atas asumsi makro pada APBN 2022, yang sebesar USD63 per barel.
Terkait dengan itu, Josua menyarankan pemerintah beralih memberikan subsidi yang nilainya tetap, sehingga harga pasar dari BBM dapat berfluktuasi menurut pergerakan harga minyak dunia. Dengan jumlah subsidi yang dipatok, anggaran subsidi pada APBN pun tidak berfluktuasi.
Kebijakan ini, sambung dia, perlu diperkuat dengan fleksibilitas anggaran untuk perlindungan sosial. Tujuannya untuk meningkatkan anggaran perlindungan sosial sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia. "Dengan kebijakan ini, kami menilai alokasi anggaran akan lebih tepat sasaran ke masyarakat paling rentan yang terdaftar sebagai penerima perlindungan/bantuan sosial," jelasnya.
Josua menambahkan, dengan pola subsidi selama ini yang memungkinkan seluruh masyarakat menikmati subsidi BBM, penyesuaian harga harus secara bertahap. Tujuannya agar gejolak sosial yang ditimbulkan dapat tertangani dengan baik. "Sebagai langkah awal, pemerintah dapat menaikkan harga BBM ke Rp10.000 per liter untuk mengurangi beban anggaran negara saat ini dan kuota BBM bersubsidi tahun mencukupi," katanya.
Dari sisi daya beli, Josua menghitung dapak langsung kenaikan pertalite 30,72% terhadap inflasi adalah sebesar 0,93%. Sedangkan dampak tak langsung diperkirakan setengah dari dampak langsung, atau sekitar 0,47%.
tulis komentar anda