BLT Rp600 Ribu Dinilai Tak Cukup Tekan Dampak Kenaikan Harga BBM
Minggu, 04 September 2022 - 09:58 WIB
JAKARTA - Menyusul pengumuman resmi pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) , kritik tajam pun disampaikan anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto yang menilai kebijakan ini sebagai ketidakpekaan pemerintah terhadap kesulitan rakyat. Rofik sangat menyayangkan keputusan pemerintah di saat rakyat sedang membangun kembali ekonominya yang sempat terpuruk dua tahun terakhir akibat pandemi.
Baca juga: Daftar Harga BBM Hari Ini di SPBU Pertamina Seluruh Indonesia
"Pemerintah tidak peka dengan kesulitan rakyat. Kenaikan harga BBM bersubsidi sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat miskin," ujar Rofik di Jakarta, dikutip Minggu(4/9/2022).
Ditambahkannya, imbas kenaikan BBM jelas akan menaikkan biaya transport dan harga-harga barang. Pendapatan rakyat akan tergerus karena daya beli menurun.
"Ada banyak petani, nelayan, UMKM, sopir angkutan, dan sektor lain yang sangat terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. Bantuan BLT yang dijanjikan tidak sebanding bila dibandingkan dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi. Ini tidak menyelesaikan masalah, tidak efektif untuk menjaga daya beli masyarakat," tandas Rofik.
Pemerintah memang sudah menyalurkan BLT Rp600.000 kepada masyarakat kelompok penerima manfaat (KPM). Bansos ini diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai antisipasi dampak dari kenaikan harga BBM.
Anggaran yang disiapkan pemerintah untuk bansos tersebut sebesar Rp24,17 triliun, Rpp12,4 triliun di antaranya akan dialokasikan untuk bansos dalam bentuk BLT. Nantinya, BLT BBM akan diberikan kepada 20,65 juta KPM atau masyarakat miskin senilai total Rp600.000. Bantuan tersebut akan dibayarkan dua kali atau masing-masing Rp300.000 per term.
Rofik melihat, pemerintah selalu berargumen bahwa BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati orang kaya. Seharusnya pemerintah segera memperbaiki aturan penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Bukan mencari jalan pintas menaikkan BBM bersubsidi. Politisi fraksi PKS ini juga mengkritisi sikap inkonsistensi Presiden Jokowi.
Saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengkritik kebijakan BLT era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kompensasi kenaikan BBM subsidi pada Juni 2013 yang dinilai tidak mendidik rakyat.
Baca juga: Daftar Harga BBM Hari Ini di SPBU Pertamina Seluruh Indonesia
"Pemerintah tidak peka dengan kesulitan rakyat. Kenaikan harga BBM bersubsidi sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat miskin," ujar Rofik di Jakarta, dikutip Minggu(4/9/2022).
Ditambahkannya, imbas kenaikan BBM jelas akan menaikkan biaya transport dan harga-harga barang. Pendapatan rakyat akan tergerus karena daya beli menurun.
"Ada banyak petani, nelayan, UMKM, sopir angkutan, dan sektor lain yang sangat terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. Bantuan BLT yang dijanjikan tidak sebanding bila dibandingkan dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi. Ini tidak menyelesaikan masalah, tidak efektif untuk menjaga daya beli masyarakat," tandas Rofik.
Pemerintah memang sudah menyalurkan BLT Rp600.000 kepada masyarakat kelompok penerima manfaat (KPM). Bansos ini diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai antisipasi dampak dari kenaikan harga BBM.
Anggaran yang disiapkan pemerintah untuk bansos tersebut sebesar Rp24,17 triliun, Rpp12,4 triliun di antaranya akan dialokasikan untuk bansos dalam bentuk BLT. Nantinya, BLT BBM akan diberikan kepada 20,65 juta KPM atau masyarakat miskin senilai total Rp600.000. Bantuan tersebut akan dibayarkan dua kali atau masing-masing Rp300.000 per term.
Rofik melihat, pemerintah selalu berargumen bahwa BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati orang kaya. Seharusnya pemerintah segera memperbaiki aturan penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Bukan mencari jalan pintas menaikkan BBM bersubsidi. Politisi fraksi PKS ini juga mengkritisi sikap inkonsistensi Presiden Jokowi.
Saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengkritik kebijakan BLT era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kompensasi kenaikan BBM subsidi pada Juni 2013 yang dinilai tidak mendidik rakyat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda