Dolar AS Kian Agresif, BUMN Buka Opsi Pakai Mata Uang Asing Lain Buat Ngutang

Kamis, 29 September 2022 - 12:10 WIB
Wamen BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan mata uang asing selain dolar Amerika Serikat (USD) untuk mencari sumber pendanaan atau utang. Foto/Dok
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan mata uang asing selain dolar Amerika Serikat (USD) untuk mencari sumber pendanaan atau utang . Opsi itu bisa diambil, lantaran dampak kenaikan suku bunga The Fed membuat dolar AS semakin perkasa terhadap Rupiah.

Tercatat menurut data Jisdor BI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh angka Rp15.243. Wakil Menteri (Wamen) BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo atau yang biasa disapa Tiko menyebut pihaknya telah mempertimbangkan BUMN akan menggunakan mata uang asing, selain dolar.

"Ini memang jadi pemikiran buat kita untuk mencari pendanaan dari currency lain karena Yen maupun Euro dan GBP memang melemah," ungkap Tiko dalam konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, dikutip Kamis (29/9/2022).





Tiko tidak mengelak bahwa naiknya dolar AS dan agresifnya kebijakan The Fed menjadi pekerjaan rumah (PR) buat pemerintah, khusus Kementerian BUMN. "Tentunya ini jadi PR kita bersama dan di asset management bank kita sedang me-review untuk melakukan juga beberapa konversi untuk mengurangi exposure terhadap USD-IDR," kata dia.

Karena itu, pilihan menggunakan mata uang asing di luar dolar bisa saja dilakukan BUMN. Terutama dalam menerbitkan obligasi dengan denominasi non dolar seperti Yen, Euro, dan poundsterling. Menurutnya, Rupiah masih menguat terhadap ketiga mata uang tersebut.

"Kalau enggak di dolar, ada opsi di Yen, samurai bond, terus di Euro atau bahkan beberapa mungkin di China. Dulu sempat buka ada dimsum bond dan sebagainya dan ini sedang kita kaji," tuturnya.



Kementerian BUMN tidak mengelak kenaikan Dolar AS terhadap nilai tukar Rupiah akan berdampak pada tingkat produksi perusahaan pelat merah. Adapun BUMN yang dimaksud adalah PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).

Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mencatat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS memang berpotensi berdampak pada kinerja PLN dan Pertamina.

"Terkait mengenai hedging, memang dua BUMN yang memiliki posisi yang kalau terjadi depresiasi itu menyebabkan adanya potensi effect losses itu adalah Pertamina dan juga PLN, sebagai dua BUMN yang memang memiliki posisi kewajiban dalam US dolar memang cukup tinggi," ucap Pahala.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More