Rupiah Ambruk Khawatir Resesi Hantam China, AS dan Eropa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 142 poin pada level kurs sebesar Rp 15.266 pada perdagangan Rabu (28/9).
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan salah satu faktor internal pemicu mata uang garuda ini melemah karena Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menurunkan prakiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 sekaligus memperingatkan bahwa banyak negara Eropa, AS dan China dapat menghadapi resesi di 2023.
"Volume perdagangan dunia juga tetap rendah. Ini menandakan ekonomi dunia di 2023 semakin suram. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi semakin rendah disertai dengan tingginya tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global," kata Ibrahim, Rabu (28/9/2022).
Baca Juga: Menguat, Rupiah Hari Ini Ditutup di Rp15.124 per Dolar AS
Kemudian, lanjutnya, di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan meningkat sehingga mendorong harga komoditas energi bertahan tinggi.
"Tekanan inflasi global semakin tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta terjadinya fenomena heatwave di beberapa negara, sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif," terang Ibrahim.
Selain itu, pelemahan rupiah didorong oleh perkembangan terkini dari perekonomian AS yang ditandai dengan kenaikan Fed Fund Rate yang diperkirakan masih akan meningkat, juga akan berimbas pada pelemahan ekonomi global.
"Hal tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," jelasnya.
Di samping itu, Ibrahim memproyeksikan, untuk perdagangan besok, Kamis (29/9) mata uang rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.250 - Rp 15.310.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan salah satu faktor internal pemicu mata uang garuda ini melemah karena Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menurunkan prakiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 sekaligus memperingatkan bahwa banyak negara Eropa, AS dan China dapat menghadapi resesi di 2023.
"Volume perdagangan dunia juga tetap rendah. Ini menandakan ekonomi dunia di 2023 semakin suram. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi semakin rendah disertai dengan tingginya tekanan inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global," kata Ibrahim, Rabu (28/9/2022).
Baca Juga: Menguat, Rupiah Hari Ini Ditutup di Rp15.124 per Dolar AS
Kemudian, lanjutnya, di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan meningkat sehingga mendorong harga komoditas energi bertahan tinggi.
"Tekanan inflasi global semakin tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta terjadinya fenomena heatwave di beberapa negara, sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif," terang Ibrahim.
Selain itu, pelemahan rupiah didorong oleh perkembangan terkini dari perekonomian AS yang ditandai dengan kenaikan Fed Fund Rate yang diperkirakan masih akan meningkat, juga akan berimbas pada pelemahan ekonomi global.
"Hal tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," jelasnya.
Di samping itu, Ibrahim memproyeksikan, untuk perdagangan besok, Kamis (29/9) mata uang rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.250 - Rp 15.310.
(nng)