Tipe Masyarakat Ini Sering Terjebak Pinjaman Online Bodong
Selasa, 07 Juli 2020 - 19:02 WIB
JAKARTA - Maraknya korban yang terjebak dalam praktik pinjaman online bodong, sejalan dengan perilaku masyarakat dan lemahnya peran pemerintah. Perencana Keuangan Tejasari Asad mengakui ada cukup banyak kliennya yang mengadu telah terjerumus dalam praktik pinjaman online.
Dengan bercerita mereka bermimpi bisa menemukan jalan keluar yang seketika. Dalam beberapa kasus kliennya dia menyebut ada yang mengoleksi hingga 50 aplikasi pinjaman online di smartphonenya. Ini sebagai gambaran kasus pinjamannya sudah menggurita di mana-mana.
"Ada yang sampai mengaku pinjam dari 50 aplikasi. Banyak juga aplikasi ilegal, tapi mereka tidak peduli. Saya yakin ini hanya puncak gunung es, sebatas yang mau diskusi. Tapi yang diam pasti lebih besar jumlahnya," ujar Tejasari saat dihubungi di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
( )
Menurut analisa sederhananya, ada berbagai tipe masyarakat yang menggunakan pinjaman online bodong. Beberapa yang berkonsultasi ada yang terpaksa karena harus membiayai orang tua, saudara, dan keluarganya sendiri. Mereka sering disebut sebagai sandwich generation.
Namun ada juga yang menganggap pinjaman online sebagai rezeki dan bisa dipakai tanpa peduli risiko di belakangnya. "Ada yang santai saja. Mereka merasa berhak dapat uang tersebut. Tidak sedikit mereka kalangan mampu atau level menengah atas. Gajinya Rp10 juta ke atas. Seharusnya mereka sudah berkecukupan, ternyata tidak," ujarnya.
Dia mengkhawatirkan semakin banyak juga orang yang beritikad buruk dan sekedar memanfaatkan peluang pinjaman online bodong. Mereka paham batasan penyedia ilegal tersebut dan mencoba mengambil untung. Biasanya mereka sengaja menyiapkan smartphone khusus untuk meminjam melalui aplikasi.
"Mereka tutup mata saja karena yakin bisa lolos dari kejaran debt collector. Biasanya mereka baru selamat bila OJK menutup aplikasi tersebut. Tapi kebiasaan seperti itu sudah menjadi kecanduan dan sulit dihilangkan," ujarnya.
( )
Dengan bercerita mereka bermimpi bisa menemukan jalan keluar yang seketika. Dalam beberapa kasus kliennya dia menyebut ada yang mengoleksi hingga 50 aplikasi pinjaman online di smartphonenya. Ini sebagai gambaran kasus pinjamannya sudah menggurita di mana-mana.
"Ada yang sampai mengaku pinjam dari 50 aplikasi. Banyak juga aplikasi ilegal, tapi mereka tidak peduli. Saya yakin ini hanya puncak gunung es, sebatas yang mau diskusi. Tapi yang diam pasti lebih besar jumlahnya," ujar Tejasari saat dihubungi di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
( )
Menurut analisa sederhananya, ada berbagai tipe masyarakat yang menggunakan pinjaman online bodong. Beberapa yang berkonsultasi ada yang terpaksa karena harus membiayai orang tua, saudara, dan keluarganya sendiri. Mereka sering disebut sebagai sandwich generation.
Namun ada juga yang menganggap pinjaman online sebagai rezeki dan bisa dipakai tanpa peduli risiko di belakangnya. "Ada yang santai saja. Mereka merasa berhak dapat uang tersebut. Tidak sedikit mereka kalangan mampu atau level menengah atas. Gajinya Rp10 juta ke atas. Seharusnya mereka sudah berkecukupan, ternyata tidak," ujarnya.
Dia mengkhawatirkan semakin banyak juga orang yang beritikad buruk dan sekedar memanfaatkan peluang pinjaman online bodong. Mereka paham batasan penyedia ilegal tersebut dan mencoba mengambil untung. Biasanya mereka sengaja menyiapkan smartphone khusus untuk meminjam melalui aplikasi.
"Mereka tutup mata saja karena yakin bisa lolos dari kejaran debt collector. Biasanya mereka baru selamat bila OJK menutup aplikasi tersebut. Tapi kebiasaan seperti itu sudah menjadi kecanduan dan sulit dihilangkan," ujarnya.
( )
tulis komentar anda