Biomassa Kayu Potensial Dikembangkan untuk Energi Terbarukan
Kamis, 10 November 2022 - 19:33 WIB
JAKARTA - Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) yang berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga bisa berkontribusi pada upaya pencegahan bencana perubahan iklim.
Dalam keterangan tertulisnya, transisi energi terbarukan berbasis produk kehutanan menjadi salah satu opsi yang potensial untuk terus berkembang karena Indonesia memiliki sumber daya hutan yang luas.
“Penggunaan energi terbarukan harus bisa mengakselerasi pembangunan rendah karbon dan mengamankan suplai energi di dalam negeri,” kata Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana saat sesi panel bertajuk Climate Resilience and energy Transition: Fostering Colaborative Action” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir, Rabu (9/11/2022).
(Baca juga:Energi Bersih Jadi Pokok Bahasan di G20)
Dadan menegaskan pemerintah bertekad untuk memenuhi target bauran EBT 23% pada tahun 2025 dan mencapai Net Zero Emissions sektor energi tahun 2060. “Sumber EBT tersebut bisa berasal dari tenaga surya, angin, hidro, nuklir atau biomassa,” kata Dadan.
Dia menekankan, pencapaian target tersebut butuh aksi kolaboratif yang melibatkan semua pihak termasuk dukungan dari sektor swasta.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyambut positif transisi energi yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi cofiring biomassa untuk pembangkitan listrik di PLTU.
Cofiring adalah peralihan sebagian bahan bakar batubara dengan biomassa yang ramah lingkungan, tidak boros karbon dan terbarukan. Cofiring program akan dilaksanakan di 52 lokasi yang terdiri atas 114 PLTU yang menghasilkan 18.000 MW listrik. “Ini berarti ada kebutuhan bahan baku biomassa sekitar 4,1 juta ton per tahun,” kata Indroyono.
(Baca juga:Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Dinilai Harus Disegerakan)
Dalam keterangan tertulisnya, transisi energi terbarukan berbasis produk kehutanan menjadi salah satu opsi yang potensial untuk terus berkembang karena Indonesia memiliki sumber daya hutan yang luas.
“Penggunaan energi terbarukan harus bisa mengakselerasi pembangunan rendah karbon dan mengamankan suplai energi di dalam negeri,” kata Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana saat sesi panel bertajuk Climate Resilience and energy Transition: Fostering Colaborative Action” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir, Rabu (9/11/2022).
(Baca juga:Energi Bersih Jadi Pokok Bahasan di G20)
Dadan menegaskan pemerintah bertekad untuk memenuhi target bauran EBT 23% pada tahun 2025 dan mencapai Net Zero Emissions sektor energi tahun 2060. “Sumber EBT tersebut bisa berasal dari tenaga surya, angin, hidro, nuklir atau biomassa,” kata Dadan.
Dia menekankan, pencapaian target tersebut butuh aksi kolaboratif yang melibatkan semua pihak termasuk dukungan dari sektor swasta.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyambut positif transisi energi yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi cofiring biomassa untuk pembangkitan listrik di PLTU.
Cofiring adalah peralihan sebagian bahan bakar batubara dengan biomassa yang ramah lingkungan, tidak boros karbon dan terbarukan. Cofiring program akan dilaksanakan di 52 lokasi yang terdiri atas 114 PLTU yang menghasilkan 18.000 MW listrik. “Ini berarti ada kebutuhan bahan baku biomassa sekitar 4,1 juta ton per tahun,” kata Indroyono.
(Baca juga:Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Dinilai Harus Disegerakan)
Lihat Juga :
tulis komentar anda