B20 TF ESC Hasilkan Potensi Nilai Proyek Lebih dari 11,5 Miliar Dolar AS
Sabtu, 19 November 2022 - 12:22 WIB
Secara umum TF ESC B20 berfungsi sebagai jembatan bagi negara yang ingin mencapai kesepakatan bersama pada isu transisi energi secara global. Satuan tugas ESC B20 memberikan pemahaman kerja sama bagi negara yang tengah melalui masa transisi energi dengan negara yang memiliki sumber energi fosil melimpah, seperti Arab Saudi misalnya. Upaya nyata dari TF ESC atas menjembatani pemahaman transisi energi adalah adanya pengembangan teknologi Carbon Captures Utilization Storage (CCUS). CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) merupakan teknologi yang bias menangkap Karbon Dioksida yang telah terlepas ke atmosfer. Sehingga energi bersih diupayakan bisa tercapai dengan langkah ini.
Selanjutnya, fungsi dan visi kedua adalahTF ESC sebagai akselerator/katalis untuk mewujudkan agenda-agenda global, misalnya NZE, transisi energi dan lainnya. NET Zero Emission (NZE) atau netralitas karbon tahun 2060 menjadi agenda kerja dan proses berkelanjutan untuk transisi penggunaan energi. Dari energi fosil yang polutif ke energi bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan hasil dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Menindaklanjuti langkah tujuan dari konferensi besar tersebut, PT Pertamina Group, Indonesia menjadi aktor utama penyelenggara perhelatan puncak Konferensi Tingkat Tinggi Government 20 (KTT-G20), Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) dan siap mengawal 3 (tiga) rekomendasi utama yang membahas intensif oleh 152 peserta dari 25 negara perwakilan.
Tiga rekomendasi final dari TF ESC-B20 yang dimaksud yakni pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi. Kedua, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau dan ketiga, meningkatkan akses serta kemampuan konsumen untuk mengonsumsi energi bersih juga modern. Nicke Widyawati yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) menjelaskan poin utamanya adalah Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat.
Secara umum peserta B20 TF ESC berasal dari berbagai perusahaan belahan dunia, peserta dari Indonesia antara lain Pertamina, Vale Indonesia, EMITS, Jababeka, WIKA, Pupuk Indonesia, Indonesia Stock Exchange, Grab Indonesia, Astra Agro Lestari, WIMA, Krakatau Steel, Unilever Indonesia, Badak NGL, Indonesia Battery Corp, L’oreal Indonesia, dan Hitachi Astemo Indo.
Sedangkan dari belahan Asia Timur dan Asia Tenggara adalah Japan (JBIC, NYK, Tepco, Inpex, Chiyoda, JOGMEC, Mitsubishi, MHI), China (Sepco, CATL, Zheijang Huayou Cobalt), Korea (KIS), serta Singapore (Ignis, Cobalt). Salah satu kesepakatan kerja sama juga terjalin mengenai “Pra-Studi Kelayakan Terkait Pengembangan E-Methane” antara PT Pertamina dengan IHI Corp. dari Jepang guna menuju industri rendah karbon.
Kemudian dari Amerika Utara diikuti oleh Exxon mobil, Chevron dan Ormat. Selanjutnya dari timur tengah Saudi Arabia (Saudi Aramco, ACWA Power), dan UAE (Masdar, ADNOC).
Tidak ketinggalan diikuti juga dari perusahaan asal benua biru Eropa, yaitu, Turkiye (BOTAS), Netherland (Pondera), Spain (Semba Corp), France (Sclhumberger).
Tiga rumusan dari TF ESC (mempercepat transisi ke penggunaan energy berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau, serta meningkatkan akses) sejalan dengan fokus isu strategis Presidensi G20 dan target Sustainable Development Goals (SDGs).
Nicke Widyawati juga sempat memberikan pesan secara lugas, mengemukakan bahwa upaya pencegahan pamasan global serta perubahan iklim, adalah hal yang sangat kompleks. Upaya besar-besaran ini membutuhkan perubahan skala global, termasuk mengubah teknologi yang sudah jamak, pasar keuangan dan produk, rantai pasokan, model bisnis, kerangka tata kelola serta pertimbangan ekonomi politik yang mengakar dengan baik.
Selanjutnya, fungsi dan visi kedua adalahTF ESC sebagai akselerator/katalis untuk mewujudkan agenda-agenda global, misalnya NZE, transisi energi dan lainnya. NET Zero Emission (NZE) atau netralitas karbon tahun 2060 menjadi agenda kerja dan proses berkelanjutan untuk transisi penggunaan energi. Dari energi fosil yang polutif ke energi bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan hasil dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Menindaklanjuti langkah tujuan dari konferensi besar tersebut, PT Pertamina Group, Indonesia menjadi aktor utama penyelenggara perhelatan puncak Konferensi Tingkat Tinggi Government 20 (KTT-G20), Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) dan siap mengawal 3 (tiga) rekomendasi utama yang membahas intensif oleh 152 peserta dari 25 negara perwakilan.
Tiga rekomendasi final dari TF ESC-B20 yang dimaksud yakni pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi. Kedua, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau dan ketiga, meningkatkan akses serta kemampuan konsumen untuk mengonsumsi energi bersih juga modern. Nicke Widyawati yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) menjelaskan poin utamanya adalah Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat.
Secara umum peserta B20 TF ESC berasal dari berbagai perusahaan belahan dunia, peserta dari Indonesia antara lain Pertamina, Vale Indonesia, EMITS, Jababeka, WIKA, Pupuk Indonesia, Indonesia Stock Exchange, Grab Indonesia, Astra Agro Lestari, WIMA, Krakatau Steel, Unilever Indonesia, Badak NGL, Indonesia Battery Corp, L’oreal Indonesia, dan Hitachi Astemo Indo.
Sedangkan dari belahan Asia Timur dan Asia Tenggara adalah Japan (JBIC, NYK, Tepco, Inpex, Chiyoda, JOGMEC, Mitsubishi, MHI), China (Sepco, CATL, Zheijang Huayou Cobalt), Korea (KIS), serta Singapore (Ignis, Cobalt). Salah satu kesepakatan kerja sama juga terjalin mengenai “Pra-Studi Kelayakan Terkait Pengembangan E-Methane” antara PT Pertamina dengan IHI Corp. dari Jepang guna menuju industri rendah karbon.
Kemudian dari Amerika Utara diikuti oleh Exxon mobil, Chevron dan Ormat. Selanjutnya dari timur tengah Saudi Arabia (Saudi Aramco, ACWA Power), dan UAE (Masdar, ADNOC).
Tidak ketinggalan diikuti juga dari perusahaan asal benua biru Eropa, yaitu, Turkiye (BOTAS), Netherland (Pondera), Spain (Semba Corp), France (Sclhumberger).
Tiga rumusan dari TF ESC (mempercepat transisi ke penggunaan energy berkelanjutan dengan mengurangi intensitas karbon dari penggunaan energi, memastikan transisi yang berkeadilan dan terjangkau, serta meningkatkan akses) sejalan dengan fokus isu strategis Presidensi G20 dan target Sustainable Development Goals (SDGs).
Nicke Widyawati juga sempat memberikan pesan secara lugas, mengemukakan bahwa upaya pencegahan pamasan global serta perubahan iklim, adalah hal yang sangat kompleks. Upaya besar-besaran ini membutuhkan perubahan skala global, termasuk mengubah teknologi yang sudah jamak, pasar keuangan dan produk, rantai pasokan, model bisnis, kerangka tata kelola serta pertimbangan ekonomi politik yang mengakar dengan baik.
tulis komentar anda