BRI Meneropong Tantangan Terbesar Ekonomi di 2023, Apa Saja?
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI melihat tantangan ekonomi terbesar di 2023 ini situasinya sungguh tidak menentu alias uncertainty. Kemudian banyak yang meramalkan begitu 'gloomy' situasi perekonomian di global.
Direktur Utama BRI, Sunarso menyampaikan, mengambil data dari Bloomberg, probabilitas peluang terjadinya resesi ekonomi global 2023 itu meningkat. Namun demikian menurutnya, Indonesia patut bersyukur karena peluang resesi di Tanah Air terbilang rendah yakni hanya 3%.
"Kita lihat bahwa yang penting itu adalah ada tiga kondisi yang memberikan tantangan terbesar di ekonomi global. Pertama adalah tekanan inflasi yang tinggi," ujar Sunarso dalam BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1/2023).
Tekanan inflasi tersebut yang kemudian bank-bank sentral di seluruh dunia, juga di negara-negara yang mengalaminya merespons dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kedua, tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok, ini juga adalah challange tersendiri menurut Sunarso. Ketiga, kebijakan pengetatan likuiditas yang merupakan bagian daripada respon terhadap tantangan tingginya inflasi tadi.
Sunarso menyebut hal inilah yang terakumulasi kemudian membentuk peluang terjadinya resesi di berbagai negara. Adapun berdasarkan data dari Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya sekitar 3%, artinya rendah.
"Mudah-mudahan kita bisa mewujudkan resiliensi ini sehingga tidak terjadi resesi di Indonesia," kata Sunarso.
Direktur Utama BRI, Sunarso menyampaikan, mengambil data dari Bloomberg, probabilitas peluang terjadinya resesi ekonomi global 2023 itu meningkat. Namun demikian menurutnya, Indonesia patut bersyukur karena peluang resesi di Tanah Air terbilang rendah yakni hanya 3%.
"Kita lihat bahwa yang penting itu adalah ada tiga kondisi yang memberikan tantangan terbesar di ekonomi global. Pertama adalah tekanan inflasi yang tinggi," ujar Sunarso dalam BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1/2023).
Tekanan inflasi tersebut yang kemudian bank-bank sentral di seluruh dunia, juga di negara-negara yang mengalaminya merespons dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kedua, tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok, ini juga adalah challange tersendiri menurut Sunarso. Ketiga, kebijakan pengetatan likuiditas yang merupakan bagian daripada respon terhadap tantangan tingginya inflasi tadi.
Sunarso menyebut hal inilah yang terakumulasi kemudian membentuk peluang terjadinya resesi di berbagai negara. Adapun berdasarkan data dari Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya sekitar 3%, artinya rendah.
"Mudah-mudahan kita bisa mewujudkan resiliensi ini sehingga tidak terjadi resesi di Indonesia," kata Sunarso.
(akr)