Kegentingan Perppu Cipta Kerja Dinilai Merupakan Diskresi Presiden

Selasa, 31 Januari 2023 - 21:55 WIB
loading...
Kegentingan Perppu Cipta Kerja Dinilai Merupakan Diskresi Presiden
Mencegah Indonesia masuk krisis menjadi pertimbangan Perppu Ciptaker. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Persoalan kegentingan memaksa pada UU Cipta Kerja jo Perppu No. 2 Tahun 2022 merupakan diskresi presiden. Beleid itu merupakan upaya mencegah Indonesia agar tidak masuk ke dalam situasi stagflasi ( krisis ).

Baca Juga: Perppu Ciptaker Dinilai Solusi agar Tak Ada Penyalahgunaan Kekuasaan

“Tentang kegentingan memaksa tentu merupakan diskresi yang menjadi ruang lingkup kewenangan Presiden. Penetapan perppu diputuskan Presiden agar Indonesia tidak masuk ke dalam situasi krisis,” kata Nindyo Pramono, pakar hukum bisnis Universitas Gadjah Mada, Selasa (31/1/2023).

Untuk itulah, menurut Nindyo, tindakan antisipatif dengan Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022 merupakan tindakan yang tepat. Perpu hadir tanpa harus menunggu terjadi krisis terlebih dahulu, sehingga membuat semua pihak kelabakan untuk keluar dari krisis.

"Belum lagi jika terulang situasi chaos seperti 1997-1998. Karena saya yakin, jika kita mau berpikir arif dan bijaksana, tentu tak ada satu pun anak bangsa yang menghendaki peristiwa 1997-1998 terulang kembali,” imbuhnya.

Nindyo bahkan mencatat, beberapa perppu sebelumnya juga sama sekali tak menjelaskan soal kegentingan memaksa. Pertama, Perppu No. 1/1998 tentang Perubahan UU tentang Kepailitan. Perppu ini lahir di tengah krisis pada 1997/1998 dan persoalan "kegentingan memaksa" saat itu sangat bernuansa pertimbangan ekonomi.

“Ketika itu Pemerintah menghabiskan dana talangan Rp600 Triliun, tak pernah mengatakan tegas bahwa negara dalam keadaan darurat (staad noodrechts),” jelas Nindyo.

Kedua, Perppu No 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas juga tak menyebut adanya kegentingan memaksa. Ketiga, Perppu No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 41 Tahun 1999. Tak ada satu pun kalimat yang menyatakan adanya kegentingan memaksa sehingga keluar perppu itu.

Keempat, Perppu No. 1 Tahun 2014 yang membatalkan UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada, sama sekali juga tak menjelaskan adanya kegentingan memaksa. Alasan yang dipakai, aturan itu telah mendapatkan penolakan luas dari rakyat.

Di sisi lain Nindyo mengatakan, kehadiran Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai penting bagi kepentingan iklim investasi yang selama ini selalu tertinggal dari negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam. Ketertinggalan itu disebabkan karena berbelit-belitnya prosedur perizinan di Indonesia sehingga menjadi permasalahan yang tidak menarik minat investasi di Tanah Air.

“Secara obyektif, birokrasi perizinan menjadi salah satu hambatan untuk meningkatkan investasi melalui kemudahan berusaha,” kata Nindyo.

Nindyo mengatakan, investor kerap menuntut beberapa fasilitas antara lain, pertama, peraturan perundang-undangan yang konsisten dan menjamin kepastian hukum dalam jangka panjang. Kedua, prosedur perizinan yang tidak berbelit-belit yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.



“Ketiga, jaminan terhadap investasi serta proteksi hukum hak kekayaan intelektual (HKI) dan terakhir sarana dan prasarana yang menunjang, antara lain komunikasi, transportasi, perbankan, dan asuransi,” pungkas Nindyo.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4976 seconds (0.1#10.140)