Calon Pengendali Emiten Nikel Terbesar di Indonesia Diminta Tak Kurangi Anggaran untuk Lingkungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu tentang divestasi saham PT Vale Indonesia (PT VI/INCO) kembali mencuat pada tahun ini, setelah Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan rencana pemerintah mengakuisisi saham mayoritas perusahaan pertambangan ini. Jika akuisisi terjadi, sebanyak 51% saham Vale Indonesia akan dikuasai oleh pemerintah.
"Ketentuan ini menjadi syarat memperpanjang kontrak operator pertambangan di Indonesia, dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sesuai PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, menggantikan PP No. 23/2010," kata ekonom Universitas Islam Sumatra Utara, Gunawan Benjamin, dikutip Selasa (31/1/2023).
Menurut Benjamin, PTVI selama ini dinilai bekerja baik dan industri nikel tengah menjadi komoditas mineral primadona dunia. Namun, kesuksesan divestasi Freeport-McMoran tahun 2018 menjadi referensi pemerintah, apalagi publik menyambut positif.
Semenjak diberlakukan pada tahun 2020, tambahnya lagi, pemerintah melalui aturan IUPK seperti menata pemindahalihan keuntungan sektor pertambangan. Sebelum adanya IUPK, para operator pertambangan dipastikan memiliki saham mayoritas dengan durasi kontrak tambang hingga 30 tahun yang bisa terus diperpanjang.
Mekanisme IUPK memberikan batasan pada praktik ini. Penambang pemegang KK yang telah menyelesaikan kontrak 20 tahun dari total 30 tahun izin penambangan yang diberikan harus mengurus perpindahan ke IUPK. Praktik ini mulai lazim dilakukan di negara berkembang, seperti Filipina, India, Ghana, dan Nigeria telah menerapkan sistem yang mirip.
“Melihat ke belakang, PTVI bukanlah perusahaan yang serakah dalam kepemilikan saham. Dari pencatatan bursa, semenjak tahun 1980 sebenarnya PTVI yang saat itu masih bernama INCO menawarkan sahamnya ke pemerintah paling tidak sebanyak 2% setiap tahunnya,” terangnya.
Puncaknya pada 23 Agustus 1989, jelasnya, INCO mendapat arahan untuk menjual 20% sahamnya ke publik karena pada saat itu, pemerintah tidak berniat untuk membeli saham INCO. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Direktorat Tambang No. 1657/251/DJP/1989 yang saat itu masih bernama Departemen Pertambangan.
Kemudian, lanjutnya, tahun 2020, mengikuti pemberlakuan PP Nomor 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PTVI telah mendivestasikan 20% sahamnya ke Pemerintah Indonesia melalui holding BUMN pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID).
“Melihat rekam jejak ini, PTVI terlihat bukanlah perusahaan yang ingin menguasai sumber daya alam Indonesia sebanyak-banyaknya dan merugikan masyarakat sekitar,” terang Gunawan Benjamin.
PTVI merupakan salah satu penambang yang sangat peduli dengan lingkungan sekitar. Sustainalytics, lembaga pemeringkat dampak keberlanjutan perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham, dalam laporannya di Juni 2022 menempatkan PTVI dalam kategori ‘low risk’ dengan skor ESG mereka berada di kategori ‘strong’.
“Sustainalytics menjadikan PT Vale Indonesia memiliki rating ESG terendah kedua di dunia," jelasnya.
Usaha menjaga kelestarian alam memerlukan keseriusan dan komitmen anggaran yang besar dari PTVI. Selama berpuluh-puluh tahun PTVI telah menyalurkan anggaran yang besar untuk terus menjaga kelestarian alam.
Dia mencontohnya saat ini PTVI membagi alokasi anggaran menjadi tiga bagian, yakni 22% untuk pra penambangan dan konservasi, 53% untuk proses penambangan, dan 25% untuk pasca-tambang termasuk rehabilitasi.
Siapa pun yang nantinya menjadi pemegang saham mayoritas dari hasil akhir proses divestasi PTVI, harus melanjutkan penerapan standar keberlanjutan yang telah dilakukan perusahaan ini.
“Jangan sampai karena hanya ingin berfokus pada produksi nikel dan keuntungan semata, masyarakat sekitar yang seharusnya diuntungkan malah dirugikan karena rusaknya lingkungan sekitar,” tutup Gunawan.
"Ketentuan ini menjadi syarat memperpanjang kontrak operator pertambangan di Indonesia, dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sesuai PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, menggantikan PP No. 23/2010," kata ekonom Universitas Islam Sumatra Utara, Gunawan Benjamin, dikutip Selasa (31/1/2023).
Menurut Benjamin, PTVI selama ini dinilai bekerja baik dan industri nikel tengah menjadi komoditas mineral primadona dunia. Namun, kesuksesan divestasi Freeport-McMoran tahun 2018 menjadi referensi pemerintah, apalagi publik menyambut positif.
Semenjak diberlakukan pada tahun 2020, tambahnya lagi, pemerintah melalui aturan IUPK seperti menata pemindahalihan keuntungan sektor pertambangan. Sebelum adanya IUPK, para operator pertambangan dipastikan memiliki saham mayoritas dengan durasi kontrak tambang hingga 30 tahun yang bisa terus diperpanjang.
Mekanisme IUPK memberikan batasan pada praktik ini. Penambang pemegang KK yang telah menyelesaikan kontrak 20 tahun dari total 30 tahun izin penambangan yang diberikan harus mengurus perpindahan ke IUPK. Praktik ini mulai lazim dilakukan di negara berkembang, seperti Filipina, India, Ghana, dan Nigeria telah menerapkan sistem yang mirip.
“Melihat ke belakang, PTVI bukanlah perusahaan yang serakah dalam kepemilikan saham. Dari pencatatan bursa, semenjak tahun 1980 sebenarnya PTVI yang saat itu masih bernama INCO menawarkan sahamnya ke pemerintah paling tidak sebanyak 2% setiap tahunnya,” terangnya.
Puncaknya pada 23 Agustus 1989, jelasnya, INCO mendapat arahan untuk menjual 20% sahamnya ke publik karena pada saat itu, pemerintah tidak berniat untuk membeli saham INCO. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Direktorat Tambang No. 1657/251/DJP/1989 yang saat itu masih bernama Departemen Pertambangan.
Kemudian, lanjutnya, tahun 2020, mengikuti pemberlakuan PP Nomor 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PTVI telah mendivestasikan 20% sahamnya ke Pemerintah Indonesia melalui holding BUMN pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID).
“Melihat rekam jejak ini, PTVI terlihat bukanlah perusahaan yang ingin menguasai sumber daya alam Indonesia sebanyak-banyaknya dan merugikan masyarakat sekitar,” terang Gunawan Benjamin.
PTVI merupakan salah satu penambang yang sangat peduli dengan lingkungan sekitar. Sustainalytics, lembaga pemeringkat dampak keberlanjutan perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham, dalam laporannya di Juni 2022 menempatkan PTVI dalam kategori ‘low risk’ dengan skor ESG mereka berada di kategori ‘strong’.
“Sustainalytics menjadikan PT Vale Indonesia memiliki rating ESG terendah kedua di dunia," jelasnya.
Usaha menjaga kelestarian alam memerlukan keseriusan dan komitmen anggaran yang besar dari PTVI. Selama berpuluh-puluh tahun PTVI telah menyalurkan anggaran yang besar untuk terus menjaga kelestarian alam.
Dia mencontohnya saat ini PTVI membagi alokasi anggaran menjadi tiga bagian, yakni 22% untuk pra penambangan dan konservasi, 53% untuk proses penambangan, dan 25% untuk pasca-tambang termasuk rehabilitasi.
Siapa pun yang nantinya menjadi pemegang saham mayoritas dari hasil akhir proses divestasi PTVI, harus melanjutkan penerapan standar keberlanjutan yang telah dilakukan perusahaan ini.
“Jangan sampai karena hanya ingin berfokus pada produksi nikel dan keuntungan semata, masyarakat sekitar yang seharusnya diuntungkan malah dirugikan karena rusaknya lingkungan sekitar,” tutup Gunawan.
(uka)