Ogah Bayar Pajak dan Lapor SPT? Hati-hati, Ini Sanksinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keengganan masyarakat untuk membayar pajak atau lapor SPT tahunan mengemuka di tengah keriuhan kasus penganiayaan dan gaya hidup mewah yang dipertontonkan keluarga pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Banyak masyarakat dan warganet yang akhirnya enggan membayar pajak dan lapor SPT tahunan usai melihat gaya hidup mewah para keluarga pejabat di lingkungan DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Males bayar ah, duitnya dipake bermewah-mewahan pegawai pajak," tulis pemilik akun media social @Ricoaditya_H, dikutip MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (27/2/2023).
Sebagai informasi, pelaporan SPT tahunan wajib pajak (WP) orang pribadi bisa dilakukan hingga 31 Maret mendatang dan 30 April untuk WP badan usaha.
Perlu diingat bahwa ada sanksi yang menanti jika wajib pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT tahunan. Lantas, apa saja sanksinya?
Wajib pajak yang telat hingga tak melapor SPT tahunan bisa dikenakan sanksi administrasi atau denda.
Ketentuannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dalam pasal 7 dijelaskan sanksi administrasi berupa denda dikenakan sebesar Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan.
"Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia, tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, berstatus sebagai negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia, bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia, wajib pajak lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan," bunyi pasal 7 ayat (2) aturan tersebut.
Selain itu, pengenaan sanksi pidana juga diatur dalam Pasal 39. Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana.
"Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," tulis aturan tersebut.
Pelaporan pajak semakin mudah karena dapat dilakukan secara daring melalui layanan elektronik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yaitu e-filing. Dengan begitu para wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak.
Untuk wajib pajak dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60 juta per tahun bisa menggunakan formulir SPT 1770 SS.
Sedangkan wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp60 juta per tahun mengisi formulir SPT 1770 S.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku memahami pandangan dan kekecewaan masyarakat yang dipicu kasus penganiayaan dan aksi pamer harta keluarga pejabat pajak.
Namun, pihaknya melakukan respons koreksi terhadap persepsi masyarakat dan faktual yang muncul, utamanya tingkat kepercayaan atas amanah dan tugas yang diemban DJP.
Sebagai bendahara negara, Sri menyebut kepercayaan masyarakat tidak boleh dikhianati dan tidak boleh dikompromikan.
"Untuk itu, kami akan terus bekerja keras untuk mengelola dan menjaga keuangan negara dengan baik, dengan jujur, dan amanah," tandasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, kewajiban perpajakan telah diatur undang-undang. Sri mengingatkan bahwa pajak adalah sumber pembangunan, dana yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia.
"Oleh karena itu, pajak yang dibayar oleh masyarakat adalah sebuah amanah yang harus kami jaga dengan tanpa kompromi. Dan kami akan terus melakukan perbaikan," tandasnya.
Banyak masyarakat dan warganet yang akhirnya enggan membayar pajak dan lapor SPT tahunan usai melihat gaya hidup mewah para keluarga pejabat di lingkungan DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Males bayar ah, duitnya dipake bermewah-mewahan pegawai pajak," tulis pemilik akun media social @Ricoaditya_H, dikutip MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (27/2/2023).
Sebagai informasi, pelaporan SPT tahunan wajib pajak (WP) orang pribadi bisa dilakukan hingga 31 Maret mendatang dan 30 April untuk WP badan usaha.
Perlu diingat bahwa ada sanksi yang menanti jika wajib pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT tahunan. Lantas, apa saja sanksinya?
Wajib pajak yang telat hingga tak melapor SPT tahunan bisa dikenakan sanksi administrasi atau denda.
Ketentuannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dalam pasal 7 dijelaskan sanksi administrasi berupa denda dikenakan sebesar Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan.
"Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia, tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, berstatus sebagai negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia, bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia, wajib pajak lain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan," bunyi pasal 7 ayat (2) aturan tersebut.
Selain itu, pengenaan sanksi pidana juga diatur dalam Pasal 39. Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana.
"Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," tulis aturan tersebut.
Pelaporan pajak semakin mudah karena dapat dilakukan secara daring melalui layanan elektronik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yaitu e-filing. Dengan begitu para wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak.
Untuk wajib pajak dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60 juta per tahun bisa menggunakan formulir SPT 1770 SS.
Sedangkan wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp60 juta per tahun mengisi formulir SPT 1770 S.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku memahami pandangan dan kekecewaan masyarakat yang dipicu kasus penganiayaan dan aksi pamer harta keluarga pejabat pajak.
Namun, pihaknya melakukan respons koreksi terhadap persepsi masyarakat dan faktual yang muncul, utamanya tingkat kepercayaan atas amanah dan tugas yang diemban DJP.
Baca Juga
Sebagai bendahara negara, Sri menyebut kepercayaan masyarakat tidak boleh dikhianati dan tidak boleh dikompromikan.
"Untuk itu, kami akan terus bekerja keras untuk mengelola dan menjaga keuangan negara dengan baik, dengan jujur, dan amanah," tandasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, kewajiban perpajakan telah diatur undang-undang. Sri mengingatkan bahwa pajak adalah sumber pembangunan, dana yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia.
"Oleh karena itu, pajak yang dibayar oleh masyarakat adalah sebuah amanah yang harus kami jaga dengan tanpa kompromi. Dan kami akan terus melakukan perbaikan," tandasnya.
(ind)