Profesor Yusril: Subholding Pertamina Sesuai UUD 1945, UU Sektoral dan UU BUMN

Kamis, 16 Juli 2020 - 21:14 WIB
loading...
Profesor Yusril: Subholding Pertamina Sesuai UUD 1945, UU Sektoral dan UU BUMN
Pakar hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra menyebutkan, bahwa rencana Initial public offering (IPO) Subholding Pertamina merupakan bagian transformasi dan tak ada yang inkonstitusional. Foto/SINDO Photo
A A A
JAKARTA - Rencana Initial public offering (IPO) Subholding Pertamina dinilai tidak melanggar konstitusi dan perundang-undangan. Untuk itu, rencana IPO seharusnya tidak dipersoalkan, apalagi melakukan uji materi terhadap UU BUMN.

Pakar hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra menyebutkan, bahwa rencana tersebut merupakan bagian transformasi dan tak ada yang inkonstitusional. Karena seperti transformasi melalui apapun (termasuk IPO), hanya alat dan bukan tujuan. Yaitu untuk membuat Pertamina semakin kuat dan besar, menjadi USD100 Milyard Company dalam waktu empat tahun ke depan.

“Sehingga, kata ‘menguasai’ dalam Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bukanlah tujuan, namun alat untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa pengertian ‘dikuasai’ itu sudah lebih dikuatkan dalam keputusan MK No. 002/PUU/2003,” kata Yusril dalam diskusinya dengan Pertamina di Jakarta, Kamis (16/7/2020).

( )

Terkait Pasal 77 UU BUMN, Yusril menegaskan, yang dimaksud larangan privatisasi persero tertentu, adalah yang secara tegas dilarang dalam perundang-undangan. Dan dalam hal ini, UU Migas maupun ketentuan pelaksanaannya tidak mengatur larangan semacam itu. “Apalagi yang dilakukan sekarang adalah restrukturisasi, belum privatisasi. Kalaupun privatisasi, nantinya juga bukan Pertamina-nya tetapi anak perusahaan Pertamina,” lanjut dia.

Sedangkan bidangnya, selain biz Hulu, juga ada ada biz Refining dan Petchem, biz Commercial dan Trading, biz Power dan NRE, Shipping, dan juga gas yang sudah terlebih dahulu melalui PT PGN Tbk. “Untuk itu, sejauh ini semua langkah yang telah dilakukan Pertamina terkait IPO Subholding adalah konstitusional, tidak melanggar hukum dan masih dalam track yang seharusnya,” ungkap Yusril menyimpulkan.

Sebelumnya, hal senada disampaikan pakar hukum bisnis Ary Zulfikar. Menurutnya, pembentukan holding sejalan dengan UU dan peraturan yang berlaku. Mulai dari UUD 1945 hingga UU sektoral dan BUMN. "Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh," kata Ary.

( )

Apalagi, tambah dia, yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan, bukan Pertamina sebagai BUMN. IPO subholding Pertamina akan membuat Pertamina lebih optimal. Dari sisi kelembagaan akan lebih transparan dan akuntabel. Dan dari sisi operasional, bahwa tujuannya adalah untuk mencari keuntungan guna kemakmuran rakyat.

Dalam hal ini, lanjutnya, perusahaan go public akan lebih lincah, efektif, dan efisien. Karenanya, menurut dia, sepanjang tujuannya untuk meningkatkan kinerja, transparansi, kompetisi, dan stabilitas, IPO subholding Pertamina merupakan aksi korporasi yang positif, bahkan bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan, yang berarti pula mengurangi beban APBN.

“Dengan demikian, masuknya subholding ke bursa saham hanya merupakan salah satu metode untuk kemakmuran rakyat itu sendiri,” jelas Ary.

Sedangkan Anggota Komisi VII DPR HM Ridwan Hisjam mengungkapkan, pembentukan holding atau subholding di tubuh Pertamina sudah cukup bagus. “Apalagi orang-orang yang ditunjuk dalam mengemban tugas baru tersebut memppunyai pengalaman yang mumpuni,” kata dia.

( )

Selanjutnya anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid meminta teman-temannya di Komisi VI jangan membangun opini sesat, bahwa IPO sama dengan menjual aset negara. “Ini metode nyari duit. Cuma dalam IPO nanti diprioritaskan adalah investor local, pembeli local, investor publik local dan sebagainya,” papar Nusron.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, IPO adalah sebuah keniscayaan, yakni sesuatu yang mau atau tidak pasti akan terjadi. sebab kalau Pertamina ingin menjadi world class players, itu tidak akan mungkin dengan dana sendiri. Apalagi dengan kebutuhannya yang begitu besar, seperti yang disampaikan dalam paparan Dirut Pertamina Nicke Widyawati yakni sebesar USD1,33 miliar.

Di lain pihak, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pasar modal menjadi salah satu strategi Pertamina untuk mendapatkan pendanaan. Nicke menyebutkan, Pertamina memerlukan 28% pendanaan dari eksternal dan project financing atau sekitar USD49 miliar hingga 2026.

Adapun, opsi IPO dengan pertimbangan akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi oleh tenor, dan pengembalian atau dividen yang fleksibel. "IPO merupakan salah satu bentuk metode pendanaan yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinasional," ucap Nicke.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1299 seconds (0.1#10.140)