Subholding Pertamina Sejalan UU, Pakar: Percuma Dikuasai Sendiri Jika Tak Optimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana initial public offering (IPO) subholding Pertamina dinilai sudah sejalan dengan Undang-undang (UU) tentang BUMN dan UU tentang Perseroan Terbatas, termasuk Pasal 2 UU tentang BUMN, bahwa BUMN berkontribusi bagi perekonomian nasional. Keuntungan yang diperoleh subholding akan dikembalikan juga kepada Pertamina sebagai holding.
Termasuk masalah pendanaan, bahwa entitas bisnis bisa melakukan berbagai cara untuk melakukan efisiensi. Menurut pakar hukum bisnis Ary Zulfikar bahwa IPO subholding Pertamina memang positif dan membuat Pertamina lebih optimal. Pertama, dari sisi kelembagaan akan lebih transparan dan akuntabel.
( )
Kedua, dari sisi operasional, bahwa tujuannya adalah untuk mencari keuntungan guna kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, perusahaan go public akan lebih lincah, efektif, dan efisien. Sepanjang tujuannya untuk meningkatkan kinerja, transparansi, kompetisi, dan stabilitas, IPO subholding Pertamina merupakan aksi korporasi yang positif.
Bahkan menurutnya bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan, yang berarti pula mengurangi beban APBN. Terkait Pasal 33 ayat (1), Ary menjelaskan bahwa "dikuasai" adalah dalam konteks negara (dalam hal ini BUMN) mengontrol cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut.
“Pengertian ‘dikuasai’ adalah dikontrol. Artinya, kalau dikuasai tetapi tidak mampu menghasilkan yang optimal kan percuma. Jadi, sebenarnya bagaimana kita menterminologikan tadi. Bahwa BUMN memang harus cari untung dan keuntungan tersebut dikembalikan kepada rakyat,” papar Ary Zulfikar di Jakarta.
( )
Jadi rencana IPO subholding Pertamina dinilai sudah sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, terutama Pasal 33, sebab tujuan masuk ke bursa saham adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apalagi tambahnya yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN.
"Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh," jelasnya.
( )
Begitu pula jika merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/2012 dan Nomor 85/2013, lanjutnya, juga harus dikembalikan pada filosofi Pasal 33 UUD 1945 tadi. Dalam konteks demikian, yang dilihat adalah bagaimana cara BUMN tersebut mengelola dan mencari keuntungan.
Rencana IPO subholding Pertamina, jelas Ary, juga sejalan dengan UU tentang BUMN dan UU tentang Perseroan Terbatas, termasuk Pasal 2 UU tentang BUMN, bahwa BUMN berkontribusi bagi perekonomian nasional .Dengan demikian, lanjutnya masuknya subholding ke bursa saham hanya merupakan salah satu metode untuk kemakmuran rakyat itu sendiri.
Termasuk masalah pendanaan, bahwa entitas bisnis bisa melakukan berbagai cara untuk melakukan efisiensi. Menurut pakar hukum bisnis Ary Zulfikar bahwa IPO subholding Pertamina memang positif dan membuat Pertamina lebih optimal. Pertama, dari sisi kelembagaan akan lebih transparan dan akuntabel.
( )
Kedua, dari sisi operasional, bahwa tujuannya adalah untuk mencari keuntungan guna kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, perusahaan go public akan lebih lincah, efektif, dan efisien. Sepanjang tujuannya untuk meningkatkan kinerja, transparansi, kompetisi, dan stabilitas, IPO subholding Pertamina merupakan aksi korporasi yang positif.
Bahkan menurutnya bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan, yang berarti pula mengurangi beban APBN. Terkait Pasal 33 ayat (1), Ary menjelaskan bahwa "dikuasai" adalah dalam konteks negara (dalam hal ini BUMN) mengontrol cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut.
“Pengertian ‘dikuasai’ adalah dikontrol. Artinya, kalau dikuasai tetapi tidak mampu menghasilkan yang optimal kan percuma. Jadi, sebenarnya bagaimana kita menterminologikan tadi. Bahwa BUMN memang harus cari untung dan keuntungan tersebut dikembalikan kepada rakyat,” papar Ary Zulfikar di Jakarta.
( )
Jadi rencana IPO subholding Pertamina dinilai sudah sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, terutama Pasal 33, sebab tujuan masuk ke bursa saham adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apalagi tambahnya yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN.
"Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh," jelasnya.
( )
Begitu pula jika merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/2012 dan Nomor 85/2013, lanjutnya, juga harus dikembalikan pada filosofi Pasal 33 UUD 1945 tadi. Dalam konteks demikian, yang dilihat adalah bagaimana cara BUMN tersebut mengelola dan mencari keuntungan.
Rencana IPO subholding Pertamina, jelas Ary, juga sejalan dengan UU tentang BUMN dan UU tentang Perseroan Terbatas, termasuk Pasal 2 UU tentang BUMN, bahwa BUMN berkontribusi bagi perekonomian nasional .Dengan demikian, lanjutnya masuknya subholding ke bursa saham hanya merupakan salah satu metode untuk kemakmuran rakyat itu sendiri.
(akr)