Meneropong Cara Ekonomi Rusia Tetap Bertahan di Tengah Gelombang Sanksi Barat dalam Setahun
loading...
A
A
A
MOSKOW - Setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, tidak butuh waktu lama untuk membuat sanksi Barat menghujani Moskow. Satu demi satu sanksi dijatuhkan untuk menekan ekonomi yang semuanya dirancang untuk membuat Rusia dan warganya tertatih-tatih bertransaksi di pasar dunia.
Sanksi kepada Rusia merupakan yang paling keras dan paling komprehensif dalam hampir satu abad. Secara khusus, memutuskan hubungan Rusia dengan sistem keuangan internasional, dalam ekonomi global, dianggap sebagai sesuatu yang mirip dengan langkah akhir dalam video game. Bagaimana mungkin sebuah negara yang begitu bergantung pada penjualan bahan bakar di luar negeri bisa pulih dari itu?
"Apa yang telah kami lakukan terhadap Rusia selama beberapa pekan terakhir adalah menjatuhkan sanksi tertinggi," kata Direktur Economic Statecraft Initiative, Julia Friedlander di Atlantic Council seperti dilansir Quartz.
Setahun kemudian, pasukan Rusia masih berada di Ukraina . Harus diakui literatur menunjukkan bahwa sanksi hampir tidak pernah efektif memaksa negara untuk mengubah perilaku mereka.
Namun yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa ekonomi Rusia telah bertahan dari sanksi selama masa perang jauh lebih baik daripada yang diperkirakan siapa pun. Pada tahun 2022, ekonomi Rusia menyusut 2,1% -jauh lebih sedikit dari proyeksi mencapai 10-15% ketika sanksi menghantam Maret tahun lalu.
Mengapa para ahli salah? Atau dengan kata lain: Bagaimana ekonomi Rusia terbukti tangguh dalam menghadapi sanksi Barat?
Sejak 2014, ketika Rusia mencaplok Krimea dan menghadapi putaran pertama pembatasan ekonominya, Moskow telah "membuktikan sanksi terhadap ekonominya," kata Liam Peach, ekonom senior di organisasi penelitian Capital Economics yang berbasis di London.
Ini melibatkan perusahaan dan bank yang menumpahkan utang luar negeri, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada pembiayaan Barat. Utang luar negeri bruto Rusia menyusut dari 41% dari PDB pada 2016 menjadi 27% pada 2021.
Secara paralel, Rusia mengumpulkan cadangan devisa lebih dari USD600 miliar dalam bentuk emas, dolar Amerika Serikat (USD) dan mata uang lainnya. Di mana sebagian besar diperoleh melalui ekspor minyak dan gas. Pada tahun 2014 juga, Rusia telah mulai mengembangkan alternatif untuk SWIFT, jaringan perpesanan yang mendukung transaksi keuangan global.
Strategi itu bahkan datang dengan nama yang menarik: Fortress Russia atau Benteng Rusia. Tetapi analis memperkirakan pada Maret tahun lalu bahwa semua, persiapan menghadapi sanksi ini tidak akan cukup. Seorang manajer aset meramalkan kepada The Economist: "Dari Benteng Rusia menjadi Puing-puing Rusia dalam seminggu."
Dalam beberapa minggu pertama sanksi, konsumen Rusia merasakan tekanan berat karena tiba-tiba kehilangan impor. Pada awal Maret 2022, Alex Suvalko seorang sarjana studi budaya di universitas Moskow, pergi ke IKEA untuk membeli lemari es dan persediaan lainnya untuk apartemen barunya, namun Ia tidak menemukan apa-apa.
"Saya harus berkendara ke IKEA di Nizhny Novgorod, yang berjarak sekitar 450 km, untuk membeli barang-barang ini," kata Suvalko kepada Quartz saat itu.
Dia tidak beruntung keesokan harinya, IKEA mengumumkan bahwa mereka menutup toko dan pabriknya di Rusia. Namun tak lama kemudian, Rusia melakukan reorientasi diri, mengimpor barang-barang konsumen sebagian besar dari —atau melalui—Cina, Kazakhstan, dan Turki.
Peach di Capital Economics, mengatakan bahwa Rusia masih kesulitan untuk mengimpor beberapa barang berteknologi tinggi. Itu menjelaskan misalnya mengapa Rusia memproduksi mobil 60% lebih sedikit pada tahun 2022 daripada di tahun 2021.
"Itu karena sektor mobil bergantung pada suku cadang impor, banyak di antaranya berasal dari Jerman dan pada semikonduktor impor," kata Peach.
Tetapi industri otomotif hanya menyumbang 0,3% dari output Rusia. Layu pada sektor tersebut hanya menyisakan penyok kecil dalam perekonomian Rusia.
Sementara itu perubahan besar lainnya datang dalam ekspor energi Rusia. Ketika Barat dan Eropa khususnya mencoba untuk memberikan sanksi terhadap bahan bakar Rusia dan menyapih diri mereka sendiri dari minyak dan gas Rusia, Moskow menemukan pembeli besar lainnya: China dan India.
Meski menjual dengan harga diskon, tetapi harga komoditas melonjak hampir sepanjang tahun 2022 yang membawa Rusia mendapatkan rejeki nomplok. Eropa juga tidak bisa berhenti total dari ketergantungan terhadap gas Rusia, pada kuartal ketiga tahun lalu, bahan bakar Rusia masih menyumbang sekitar 15% dari semua impor energi UE.
Pendapatan minyak dan gas sebagai kontribusi terhadap anggaran Rusia, sebenarnya meningkat sebesar 28% pada tahun 2022. Sepanjang tahun ini, surplus transaksi berjalan Rusia -perbedaan antara uang yang masuk dan uang yang keluar dari negara itu- mencapai rekor tertinggi USD227 miliar. Meski demikian, sanksi dan pengeluaran militer menjadikan pertumbuhan Rusia datar.
Untuk menghindari resesi, bank sentral Rusia memangkas suku bunga berulang kali tahun lalu, melepaskan gelombang likuiditas ke dalam sistem keuangan. Ini membantu mencegah keruntuhan perbankan, kata Peach.
"Sebagian besar kerugian yang diderita bank-bank Rusia tahun lalu adalah karena pembatalan kontrak setelah mereka terputus dari SWIFT," katanya.
"Mereka sama sekali tidak merugi terkait kredit bermasalah," jelasnya.
Tidak seperti di AS, para bankir sentral tidak perlu terlalu khawatir tentang inflasi yang diberikan konsumen. "Rumah tangga tidak mau menghabiskan uang -mereka menabung, karena perang adalah masa ketidakpastian," kata Peach.
Tetapi untuk menjaga ekonomi Rusia tetap berdetak, negara menghabiskan lebih banyak. Dalam sebuah laporan, ekonom Rusia Oleg Vyugin memperkirakan, bahwa pengeluaran tambahan oleh negara pada tahun 2022 mencapai sekitar 4% dari PDB, atau hampir USD73 miliar.
Tahun baru membawa perubahan, dimana pada tahun 2023 tercatat pengeluaran pemerintah akan mulai memicu inflasi dan konsumen kemungkinan akan mulai berbelanja lagi. Peach juga menambahkan, bank sentral kemungkinan akan mulai menaikkan suku bunga lagi pada bulan April.
Harga minyak dan gas telah turun secara dramatis, dan musim dingin Eropa yang relatif ringan telah membatasi pendapatan energi Rusia.
"Dan kami mulai melihat kekurangan tenaga kerja, karena begitu banyak orang meninggalkan Rusia atau dimobilisasi ke dalam perang sejak September lalu," kata Peach.
Satu studi (dalam bahasa Rusia) yang diterbitkan November lalu menunjukkan bahwa sepertiga dari sektor industri berisiko kehilangan SDM. "Apa yang kita lihat di Rusia, dalam jangka menengah, adalah bahwa prospek pertumbuhannya bakal tercekik," kata Peach.
"Ini akan menjadi ekonomi yang jauh lebih tidak efisien, ditandai dengan inflasi yang lebih tinggi, dan itu akan menjadikan ekonomi tumbuh lambat."
Vyugin dalam laporannya berpendapat, bahwa keuntungan minyak dan gas akan turun cukup banyak sehingga pemerintah harus meminjam untuk mendanai defisit anggaran.
Akhirnya, para ahli setuju, sanksi akan menggigit dan ekonomi Rusia perlahan bakal bergeser dan melorot. Ini diproyeksikan hanya film yang bergerak lebih lambat dari yang awalnya diharapkan Barat.
Sanksi kepada Rusia merupakan yang paling keras dan paling komprehensif dalam hampir satu abad. Secara khusus, memutuskan hubungan Rusia dengan sistem keuangan internasional, dalam ekonomi global, dianggap sebagai sesuatu yang mirip dengan langkah akhir dalam video game. Bagaimana mungkin sebuah negara yang begitu bergantung pada penjualan bahan bakar di luar negeri bisa pulih dari itu?
"Apa yang telah kami lakukan terhadap Rusia selama beberapa pekan terakhir adalah menjatuhkan sanksi tertinggi," kata Direktur Economic Statecraft Initiative, Julia Friedlander di Atlantic Council seperti dilansir Quartz.
Setahun kemudian, pasukan Rusia masih berada di Ukraina . Harus diakui literatur menunjukkan bahwa sanksi hampir tidak pernah efektif memaksa negara untuk mengubah perilaku mereka.
Namun yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa ekonomi Rusia telah bertahan dari sanksi selama masa perang jauh lebih baik daripada yang diperkirakan siapa pun. Pada tahun 2022, ekonomi Rusia menyusut 2,1% -jauh lebih sedikit dari proyeksi mencapai 10-15% ketika sanksi menghantam Maret tahun lalu.
Mengapa para ahli salah? Atau dengan kata lain: Bagaimana ekonomi Rusia terbukti tangguh dalam menghadapi sanksi Barat?
- Rusia Sudah Siap Menghadapi Sanksi
Sejak 2014, ketika Rusia mencaplok Krimea dan menghadapi putaran pertama pembatasan ekonominya, Moskow telah "membuktikan sanksi terhadap ekonominya," kata Liam Peach, ekonom senior di organisasi penelitian Capital Economics yang berbasis di London.
Ini melibatkan perusahaan dan bank yang menumpahkan utang luar negeri, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada pembiayaan Barat. Utang luar negeri bruto Rusia menyusut dari 41% dari PDB pada 2016 menjadi 27% pada 2021.
Secara paralel, Rusia mengumpulkan cadangan devisa lebih dari USD600 miliar dalam bentuk emas, dolar Amerika Serikat (USD) dan mata uang lainnya. Di mana sebagian besar diperoleh melalui ekspor minyak dan gas. Pada tahun 2014 juga, Rusia telah mulai mengembangkan alternatif untuk SWIFT, jaringan perpesanan yang mendukung transaksi keuangan global.
Strategi itu bahkan datang dengan nama yang menarik: Fortress Russia atau Benteng Rusia. Tetapi analis memperkirakan pada Maret tahun lalu bahwa semua, persiapan menghadapi sanksi ini tidak akan cukup. Seorang manajer aset meramalkan kepada The Economist: "Dari Benteng Rusia menjadi Puing-puing Rusia dalam seminggu."
- Bagaimana Perdagangan Rusia Beradaptasi dengan Sanksi
Dalam beberapa minggu pertama sanksi, konsumen Rusia merasakan tekanan berat karena tiba-tiba kehilangan impor. Pada awal Maret 2022, Alex Suvalko seorang sarjana studi budaya di universitas Moskow, pergi ke IKEA untuk membeli lemari es dan persediaan lainnya untuk apartemen barunya, namun Ia tidak menemukan apa-apa.
"Saya harus berkendara ke IKEA di Nizhny Novgorod, yang berjarak sekitar 450 km, untuk membeli barang-barang ini," kata Suvalko kepada Quartz saat itu.
Dia tidak beruntung keesokan harinya, IKEA mengumumkan bahwa mereka menutup toko dan pabriknya di Rusia. Namun tak lama kemudian, Rusia melakukan reorientasi diri, mengimpor barang-barang konsumen sebagian besar dari —atau melalui—Cina, Kazakhstan, dan Turki.
Peach di Capital Economics, mengatakan bahwa Rusia masih kesulitan untuk mengimpor beberapa barang berteknologi tinggi. Itu menjelaskan misalnya mengapa Rusia memproduksi mobil 60% lebih sedikit pada tahun 2022 daripada di tahun 2021.
"Itu karena sektor mobil bergantung pada suku cadang impor, banyak di antaranya berasal dari Jerman dan pada semikonduktor impor," kata Peach.
Tetapi industri otomotif hanya menyumbang 0,3% dari output Rusia. Layu pada sektor tersebut hanya menyisakan penyok kecil dalam perekonomian Rusia.
Sementara itu perubahan besar lainnya datang dalam ekspor energi Rusia. Ketika Barat dan Eropa khususnya mencoba untuk memberikan sanksi terhadap bahan bakar Rusia dan menyapih diri mereka sendiri dari minyak dan gas Rusia, Moskow menemukan pembeli besar lainnya: China dan India.
Meski menjual dengan harga diskon, tetapi harga komoditas melonjak hampir sepanjang tahun 2022 yang membawa Rusia mendapatkan rejeki nomplok. Eropa juga tidak bisa berhenti total dari ketergantungan terhadap gas Rusia, pada kuartal ketiga tahun lalu, bahan bakar Rusia masih menyumbang sekitar 15% dari semua impor energi UE.
Pendapatan minyak dan gas sebagai kontribusi terhadap anggaran Rusia, sebenarnya meningkat sebesar 28% pada tahun 2022. Sepanjang tahun ini, surplus transaksi berjalan Rusia -perbedaan antara uang yang masuk dan uang yang keluar dari negara itu- mencapai rekor tertinggi USD227 miliar. Meski demikian, sanksi dan pengeluaran militer menjadikan pertumbuhan Rusia datar.
- Bagaimana Bank Sentral Rusia Menyelamatkan Negaranya dari Keruntuhan
Untuk menghindari resesi, bank sentral Rusia memangkas suku bunga berulang kali tahun lalu, melepaskan gelombang likuiditas ke dalam sistem keuangan. Ini membantu mencegah keruntuhan perbankan, kata Peach.
"Sebagian besar kerugian yang diderita bank-bank Rusia tahun lalu adalah karena pembatalan kontrak setelah mereka terputus dari SWIFT," katanya.
"Mereka sama sekali tidak merugi terkait kredit bermasalah," jelasnya.
Tidak seperti di AS, para bankir sentral tidak perlu terlalu khawatir tentang inflasi yang diberikan konsumen. "Rumah tangga tidak mau menghabiskan uang -mereka menabung, karena perang adalah masa ketidakpastian," kata Peach.
Tetapi untuk menjaga ekonomi Rusia tetap berdetak, negara menghabiskan lebih banyak. Dalam sebuah laporan, ekonom Rusia Oleg Vyugin memperkirakan, bahwa pengeluaran tambahan oleh negara pada tahun 2022 mencapai sekitar 4% dari PDB, atau hampir USD73 miliar.
- Apa yang Akan Terjadi pada Ekonomi Rusia di 2023?
Tahun baru membawa perubahan, dimana pada tahun 2023 tercatat pengeluaran pemerintah akan mulai memicu inflasi dan konsumen kemungkinan akan mulai berbelanja lagi. Peach juga menambahkan, bank sentral kemungkinan akan mulai menaikkan suku bunga lagi pada bulan April.
Harga minyak dan gas telah turun secara dramatis, dan musim dingin Eropa yang relatif ringan telah membatasi pendapatan energi Rusia.
"Dan kami mulai melihat kekurangan tenaga kerja, karena begitu banyak orang meninggalkan Rusia atau dimobilisasi ke dalam perang sejak September lalu," kata Peach.
Satu studi (dalam bahasa Rusia) yang diterbitkan November lalu menunjukkan bahwa sepertiga dari sektor industri berisiko kehilangan SDM. "Apa yang kita lihat di Rusia, dalam jangka menengah, adalah bahwa prospek pertumbuhannya bakal tercekik," kata Peach.
"Ini akan menjadi ekonomi yang jauh lebih tidak efisien, ditandai dengan inflasi yang lebih tinggi, dan itu akan menjadikan ekonomi tumbuh lambat."
Vyugin dalam laporannya berpendapat, bahwa keuntungan minyak dan gas akan turun cukup banyak sehingga pemerintah harus meminjam untuk mendanai defisit anggaran.
Akhirnya, para ahli setuju, sanksi akan menggigit dan ekonomi Rusia perlahan bakal bergeser dan melorot. Ini diproyeksikan hanya film yang bergerak lebih lambat dari yang awalnya diharapkan Barat.
(akr)