Simplifikasi dan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Hanya Untungkan Perusahaan Besar

Rabu, 08 Juli 2020 - 18:57 WIB
loading...
Simplifikasi dan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Hanya Untungkan Perusahaan Besar
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak DPR menolak kenaikan menaikan dan melakukan simplifikasi pemungutan cukai rokok di tahun 2021 mendatang. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Masyarakat petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menolak rencana pemerintah khususnya Kementrian Keuangan (Kemenkeu) yang akan menaikan dan melakukan simplifikasi pemungutan cukai rokok di tahun 2021 mendatang.

Kebijakan kenaikan dan simplifikasi (penyederhanaan) cukai hanya akan berdampak pada turunnya harga tembakau di tanah air yang merugikan masyarakat petani tembakau. Selain itu kalau sampai diberlakukan simpifikasi cukai rokok hal itu hanya akan menguntungkan satu perusahaan besar asing dan tentunya sangat merugikan para petani tembakau di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan pengurus APTI yang juga Ketua APTI Jawa Barat Suryana, usai memimpin organisasinya mengadakan pertemuan dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI yang diwakili oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari wilayah Jawa Timur Ibnu Multazam, di Gedung DPR RI, Kawasan Senayan Jakarta Pusat. Hadir pada kesempatan tersebut pengurus APTI Jawa Barat lainnya antara lain Otong, Sambas dan Sutarja.

“Efek kenaikan cukai tembakau yang dirasakan petani sangat terasa karena harga tembakau anjlok dengan turunnya permintaan pabrikan. Bahkan, pengusaha cenderung tidak mau membeli tembakau yang dihasilkan petani lokal,” papar Ketua APTI Jawa Barat Suryana kepada Pers di ruang Fraksi PKB DPR RI.

"Terkait hal itu diharapkan kedepannya pengusaha besar itu saling mengerti dengan para petani dimana pengusaha besar tidak akan bisa berjalan kalau tidak ada bahan baku dari petani. Begitu juga petani mengharapkan para pengusaha besar lebih maju karena otomatis akan berpengaruh terhadap penjualan tembakau dari petani lokal," ungkapnya.

Lebih lanjut Suryana menjelaskan, berdasarkan pengalaman tahun 2019 lalu, pemerintah menaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) tembakau masing-masing sebesar 23% dan 35% telah membuat hasil panen petani temabaku selama 6 bulan tidak ada yang membeli. Dari kasus tersebut, pihaknya mengambil kesimpulan pertama ada penurunan harga jual tembakau dari petani, kedua adanya penurunan produksi dan ketiga adanya penuruna volume.

“Kami sampaikan kepada (Fraksi PKB DPR RI) yang pertama kami menolak terhadap kenaikan cukai tahun 2021, karena dengan kenaikan cukai 23% & HJE 35% sangat memberatkan bagi para petani tembakau karena berimbas kepada penurunan harga jual tembakau, “ tegas Suryana.

Sedangkan penolakan terhadap rencana simplikasi pemungutan cukai, menurut Suryana, dikarenakan kebijakan tersebut direncanakan dan hanya menguntungkan satu pabrikan atau perusahaan rokok besar asing yang ada di Indonesia. Hal tersebut pada akhirnya akan sangat merugikan para petani tembakau dan juga pabrik rokok lainnya.

“Jadi kami berpandangan bahwa satu perusahaan besar asing itu menginginkan penerapan simplifikasi terkait persaingan penjualan dengan perusahaan skala menengah. Jadi menurut kami perusahaan besar tersebut merasa takut tersaingi. Bisa dibilang itu salah satu strategi perang dagang,” urai Ketua APTI Jawa Barat Suryana.

( )
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1160 seconds (0.1#10.140)