CNI Group Dukung Kebijakan Hilirisasi Nikel Presiden Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan hilirisasi mineral yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) didukung penuh oleh pelaku industri pertambangan nikel nasional, salah satunya PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group.
CNI Group yang mendapat status sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Obyek Vital Nasional dari pemerintah, saat ini sedang membangun pabrik pemurnian (smelter) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar USD2,312 juta.
“Kami mendukung penuh kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi ini. Kami bertekad untuk menjadi pemain integral dalam upaya Indonesia menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan baterai global. Karena itu, target pasar untuk produk turunan nikel dan cobalt yang dihasilkan dari smelter kami nantinya akan menyasar Eropa, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan India,” kata Presiden Direktur PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group Derian Sakmiwata dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/3/2023).
(Baca juga:Pemerintah dan Perbankan Dukung Investasi Smelter Nikel CNI Group)
Menurut Derian, permintaan pasokan nikel yang tinggi dari industri kendaraan listrik dunia sebagai bahan utama baterai listrik membuat kebijakan hilirisasi nikel menjadi pilihan yang tepat.
Derian memaparkan, smelter CNI Group yang sedang dibangun akan menggunakan dua teknologi utama, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4Ă—72 MVA, terdiri dari 4 lajur produksi untuk mengolah bijih nikel saprolite. Sementara itu teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih nikel limonite (bijih nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik.
“Smelter RKEF untuk lajur pertama kami targetkan selesai 2024, sedangkan HPAL kami targetkan selesai dan mulai produksi pada 2026,” jelas Derian.
(Baca juga:Pemerintah Apresiasi Kontribusi Pajak Perusahaan Tambang Nikel CNI Group)
Derian merincikan, total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22% nickel atau sejita 55.600 ton nickel di dalamnya. Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton logam nikel dan lebih dari 12.500 ton cobalt.
Produk FeNi ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi stainless steel dan produk turunannya (consuming needs). Sementara MHP merupakan produk antara untuk diolah lebih lanjut menjadi nickel sulphate yang merupakan bahan baku utama prekursor baterai (material katoda).
CNI Group yang mendapat status sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Obyek Vital Nasional dari pemerintah, saat ini sedang membangun pabrik pemurnian (smelter) di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi sebesar USD2,312 juta.
“Kami mendukung penuh kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi ini. Kami bertekad untuk menjadi pemain integral dalam upaya Indonesia menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan baterai global. Karena itu, target pasar untuk produk turunan nikel dan cobalt yang dihasilkan dari smelter kami nantinya akan menyasar Eropa, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan India,” kata Presiden Direktur PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Group Derian Sakmiwata dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/3/2023).
(Baca juga:Pemerintah dan Perbankan Dukung Investasi Smelter Nikel CNI Group)
Menurut Derian, permintaan pasokan nikel yang tinggi dari industri kendaraan listrik dunia sebagai bahan utama baterai listrik membuat kebijakan hilirisasi nikel menjadi pilihan yang tepat.
Derian memaparkan, smelter CNI Group yang sedang dibangun akan menggunakan dua teknologi utama, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4Ă—72 MVA, terdiri dari 4 lajur produksi untuk mengolah bijih nikel saprolite. Sementara itu teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih nikel limonite (bijih nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik.
“Smelter RKEF untuk lajur pertama kami targetkan selesai 2024, sedangkan HPAL kami targetkan selesai dan mulai produksi pada 2026,” jelas Derian.
(Baca juga:Pemerintah Apresiasi Kontribusi Pajak Perusahaan Tambang Nikel CNI Group)
Derian merincikan, total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22% nickel atau sejita 55.600 ton nickel di dalamnya. Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton logam nikel dan lebih dari 12.500 ton cobalt.
Produk FeNi ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi stainless steel dan produk turunannya (consuming needs). Sementara MHP merupakan produk antara untuk diolah lebih lanjut menjadi nickel sulphate yang merupakan bahan baku utama prekursor baterai (material katoda).