Ironis, Naik Kelas tapi Jumlah Penduduk Miskin Makin Banyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di hampir waktu yang bersamaan, dalam pekan ini, Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengabarkan bahwa penduduk miskin di Indonesia bertambah. Bank Dunia pada Kamis l (16/7) mempubliksikan laporannya mengenai proyeksi ekonomi Indonesia di tengah pandemi.
Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects, The Long Road to Recovery ini Bank Dunia memproyeksi perekonomian Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh di kisaran nol persen atau mengalami stagnasi. Ini merupakan akibat dari pandemi virus corona (Covid-19). Bank Dunia juga mengatakan akibat pandemi penduduk miskin di Indonesia akan mengalami lonjakan antara 5,5 juta hingga 8 juta orang.
Sebelumnya BPS, pada 15 Juli lalu mengumumkan penduduk miskin Indonesia memang bertambah, per Maret 2020 menjadi 9,78% atau setara dengan 26,42 juta penduduk. Sebagai perbandingan pada Maret 2019 persentase penduduk miskin hanya 9,41%, setara dengan 25,14 juta orang. Sehingga jumlah orang miskin dalam setahun bertambah, 1,28 juta orang. Per Maret 2020, penduduk miskin di daerah mencapai 12,82% sedangkan penduduk miskin di kota mencapai 7,38%.
Menariknya di awal Juli ini Bank Dunia, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo mengatakan mulai 1 Juli 2020 status Indonesia naik. Yakni dari negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income country) menjadi negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country).
Naik kelasnya Indonesia, berpatokan pada ukuran penghasilan suatu negara. Penghasilan Nasional Bruto/PNB (gross national income/GNI). Pada 2018 lalu, PNB per kapita Indonesia US$3.840 dan pada 2018 naik menjadi US$4.050 pada 2019. Peningkatan PNB inilah yang mendongkrak kelas Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah atas.
Menurut Presiden Jokowi, laporan dari Bank Dunia ini patut disyukuri. Ini bisa menjadi penyemangat Indonesia agar bisa terus naik kelas dan keluar dari jebakan negara kelas menengah. Ini menjadi sebuah peluang agar Indonesia bisa terus melakukan lompatan kemajuan agar kita berhasil menjadi negara berpenghasilan tinggi dan keluar dari middle income trap.
Dari dua laporan Bank Dunia, yang seolah bertolak belakang ini mengisyaratkan, meski sudah naik kelas, Indonesia belum bisa merdeka dari penduduk miskin. Bahkan kecendrunganya terus bertambah, akibat pandemi. Bisa saja jumlah penduduk miskin yang bertambah ini membuat Indonesia turun kelas kembali.
Laporan Bank Dunia mengenai proyeksi bertambahnya penduduk miskin memang harus jadi perhatian serius. Pasalnya angka proyeksi ini lebh besar dari proyeksi angka kemiskinan yang dibuat oleh Kementerian Keuangan. Yaitu berada di kisaran 1,1 juta hingga 3,78 juta orang.
Ada bebarapa asumsi yang dibuat Bank Dunia dalam laporannya itu., Lead Economist Bank Dunia di Indonesia, Frederico Gil Sander menjelaskan, lonjakan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi jika ekonomi Indonesia masuk dalam skenario terburuk, pertumbuhannya minus 2%.
Lalu juga tidak adanya dukungan pemerintah, berupa Bansos (Bantuan Sosial) terhadap penduduk yang sangat terdampak akibat pandemi. Sander mengingatkan lonjakan jumlah penduduk miskin ini juga terjadi karena anjloknya pendapatan rumah tangga sekitar 5% hingga 7%. Pendapatan rumah tangga yang merosot ini lantaran jutaan pekerja mengalami PHK atau dirumahkan.
Lalu dalam kondisi seperti apa ekonomi Indonesia bisa minus 2%? Country Director Bank Dunia di Indonesia Satu Kahkonen mengatakan,kondisi itu terjadi jika gelombang kedua pandemic datang dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali digalakkan. Sementara untuk pertumbuhan 0% tercapai bila ada tiga syarat yang menyertainya.
Pertama pertumbuhan ekonomi global berada di kisaran 5,2% tahun ini. Lalu perekonomian Indonesia kembali menggeliat pada Bulan Agustus, dan terakhir tidak ada gelombang kedua virus corona.
Bansos dan Regulasi
Apa yang disampaikan oleh bank Dunia itu hampir mirip dengan penjelasan dari BPS. Bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2020 disebabkan karena adanya pagebluk virus Corona. Terpuruknya sektor pariwisata, kunjungan Wisman terpuruk 64,11%. Serta naiknya beberapa komoditas bahan makanan pokok dalam periode September 2019-Maret 2020. Seperti beras naik 1.78%, daging ayam ras 5,53%, minyak goreng 7,06%, gula pasir 13,35% dan telur ayam ras 11,1%.
Akibatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga pada Kuartal I 2020 cuman bisa tumbuh 2,84%, dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 5,02%. BPS juga mengungkapkan peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2020, komoditi makanan menyumbang sebesar 73,86% pada Garis Kemiskinan.
Catatan BPS juga menjelaskan di periode September 2019-Maret 2020,Garis Kemiskinan naik 3,20%. Dari Rp440.538 per kapita per bulan pada September 2019 menjadi Rp454.652 perkapita per bulan pada Maret 2020.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzilly mengakui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perlindungan sosial agar masyarakat memiliki daya tahan untuk tidak kembali miskin.
Namun, Ace menekankan, kebijakan ini juga harus disertai kebijakan pemulihan ekonomi bagi pelaku UMKM yang memang menjadi penggerak ekonomi pada lapisan menengah ke bawah. Selain itu, berbagai program bantuan perlindungan sosial ini harus disertai dengan akurasi bagi penerima bantuan tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan Frederico Gil Sander, pemerintah harus bisa memastikan Bansos diterima oleh orang yang tepat. Selain itu regulasi juga bisa jadi senjata pemerintah Indononesia untuk dapat melakukan pemulihan ekonomi. Menurut Sander upaya-upaya ini perlu dilakukan agar ledakan kemiskinan tidak terjadi di Indonesia.
Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects, The Long Road to Recovery ini Bank Dunia memproyeksi perekonomian Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh di kisaran nol persen atau mengalami stagnasi. Ini merupakan akibat dari pandemi virus corona (Covid-19). Bank Dunia juga mengatakan akibat pandemi penduduk miskin di Indonesia akan mengalami lonjakan antara 5,5 juta hingga 8 juta orang.
Sebelumnya BPS, pada 15 Juli lalu mengumumkan penduduk miskin Indonesia memang bertambah, per Maret 2020 menjadi 9,78% atau setara dengan 26,42 juta penduduk. Sebagai perbandingan pada Maret 2019 persentase penduduk miskin hanya 9,41%, setara dengan 25,14 juta orang. Sehingga jumlah orang miskin dalam setahun bertambah, 1,28 juta orang. Per Maret 2020, penduduk miskin di daerah mencapai 12,82% sedangkan penduduk miskin di kota mencapai 7,38%.
Menariknya di awal Juli ini Bank Dunia, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo mengatakan mulai 1 Juli 2020 status Indonesia naik. Yakni dari negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income country) menjadi negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country).
Naik kelasnya Indonesia, berpatokan pada ukuran penghasilan suatu negara. Penghasilan Nasional Bruto/PNB (gross national income/GNI). Pada 2018 lalu, PNB per kapita Indonesia US$3.840 dan pada 2018 naik menjadi US$4.050 pada 2019. Peningkatan PNB inilah yang mendongkrak kelas Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah atas.
Baca Juga
Menurut Presiden Jokowi, laporan dari Bank Dunia ini patut disyukuri. Ini bisa menjadi penyemangat Indonesia agar bisa terus naik kelas dan keluar dari jebakan negara kelas menengah. Ini menjadi sebuah peluang agar Indonesia bisa terus melakukan lompatan kemajuan agar kita berhasil menjadi negara berpenghasilan tinggi dan keluar dari middle income trap.
Dari dua laporan Bank Dunia, yang seolah bertolak belakang ini mengisyaratkan, meski sudah naik kelas, Indonesia belum bisa merdeka dari penduduk miskin. Bahkan kecendrunganya terus bertambah, akibat pandemi. Bisa saja jumlah penduduk miskin yang bertambah ini membuat Indonesia turun kelas kembali.
Laporan Bank Dunia mengenai proyeksi bertambahnya penduduk miskin memang harus jadi perhatian serius. Pasalnya angka proyeksi ini lebh besar dari proyeksi angka kemiskinan yang dibuat oleh Kementerian Keuangan. Yaitu berada di kisaran 1,1 juta hingga 3,78 juta orang.
Ada bebarapa asumsi yang dibuat Bank Dunia dalam laporannya itu., Lead Economist Bank Dunia di Indonesia, Frederico Gil Sander menjelaskan, lonjakan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi jika ekonomi Indonesia masuk dalam skenario terburuk, pertumbuhannya minus 2%.
Lalu juga tidak adanya dukungan pemerintah, berupa Bansos (Bantuan Sosial) terhadap penduduk yang sangat terdampak akibat pandemi. Sander mengingatkan lonjakan jumlah penduduk miskin ini juga terjadi karena anjloknya pendapatan rumah tangga sekitar 5% hingga 7%. Pendapatan rumah tangga yang merosot ini lantaran jutaan pekerja mengalami PHK atau dirumahkan.
Lalu dalam kondisi seperti apa ekonomi Indonesia bisa minus 2%? Country Director Bank Dunia di Indonesia Satu Kahkonen mengatakan,kondisi itu terjadi jika gelombang kedua pandemic datang dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali digalakkan. Sementara untuk pertumbuhan 0% tercapai bila ada tiga syarat yang menyertainya.
Pertama pertumbuhan ekonomi global berada di kisaran 5,2% tahun ini. Lalu perekonomian Indonesia kembali menggeliat pada Bulan Agustus, dan terakhir tidak ada gelombang kedua virus corona.
Bansos dan Regulasi
Apa yang disampaikan oleh bank Dunia itu hampir mirip dengan penjelasan dari BPS. Bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2020 disebabkan karena adanya pagebluk virus Corona. Terpuruknya sektor pariwisata, kunjungan Wisman terpuruk 64,11%. Serta naiknya beberapa komoditas bahan makanan pokok dalam periode September 2019-Maret 2020. Seperti beras naik 1.78%, daging ayam ras 5,53%, minyak goreng 7,06%, gula pasir 13,35% dan telur ayam ras 11,1%.
Akibatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga pada Kuartal I 2020 cuman bisa tumbuh 2,84%, dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 5,02%. BPS juga mengungkapkan peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2020, komoditi makanan menyumbang sebesar 73,86% pada Garis Kemiskinan.
Catatan BPS juga menjelaskan di periode September 2019-Maret 2020,Garis Kemiskinan naik 3,20%. Dari Rp440.538 per kapita per bulan pada September 2019 menjadi Rp454.652 perkapita per bulan pada Maret 2020.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzilly mengakui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perlindungan sosial agar masyarakat memiliki daya tahan untuk tidak kembali miskin.
Namun, Ace menekankan, kebijakan ini juga harus disertai kebijakan pemulihan ekonomi bagi pelaku UMKM yang memang menjadi penggerak ekonomi pada lapisan menengah ke bawah. Selain itu, berbagai program bantuan perlindungan sosial ini harus disertai dengan akurasi bagi penerima bantuan tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan Frederico Gil Sander, pemerintah harus bisa memastikan Bansos diterima oleh orang yang tepat. Selain itu regulasi juga bisa jadi senjata pemerintah Indononesia untuk dapat melakukan pemulihan ekonomi. Menurut Sander upaya-upaya ini perlu dilakukan agar ledakan kemiskinan tidak terjadi di Indonesia.
(eko)