Perppu Cipta Kerja Resmi jadi UU, Kemnaker Gercep Revisi 2 Aturan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah merevisi dua Peraturan Pemerintah (PP) menyusul disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU).
Disahkannya Perppu tersebut menggantikan UU Cipta Kerja (UUCK) yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Meski begitu, ada sedikit modifikasi substansi di Perppu Ciptaker jika dibandingkan dengan UUCK lalu khususnya di bidang ketenagakerjaan. Untuk itu, Kemnaker harus merevisi 2 PP sekaligus.
PP tersebut adalah PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; dan PP Nomor 36 tentang Pengupahan.
"Revisi PP 35/2021 dan PP 36/2021 masih dikerjakan, mungkin sebelum lebaran kita bahas substansinya dengan LKS Tripnas dan stakeholders lain," ujar Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos), Indah Anggoro Putri saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Kamis (23/3/2023).
Menurut dia, perubahan substansi ketenagakerjaan terdapat pada ketentuan Alih Daya Pasal 64 Perppu Ciptaker. Dalam UU CK tidak diatur mengenai pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan.
Hal ini dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan atau terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi. Namun demikian, dalam Perppu Ciptaker akan mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan alias outsourcing.
Perppu Cipta Kerja mengatur alih daya dibatasi hanya dapat dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan, yang mana hal ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah dalam Revisi PP 35 Tahun 2021. Kemudian di pasal Bab Pengupahan, Perppu Ciptaker juga mengubah beberapa substansi dari UUCK.
Pertama, syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK). UMK dapat ditetapkan bila hasil penghitungannya lebih tinggi dari upah minimum provinsi.
Sementara itu bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai UMK dan akan menetapkan UMK, harus memenuhi syarat tertentu vang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian terdapat juga perubahan formula penghitungan upah minimum (UM). Formula penghitungan UM mempertimbangkan 3 variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Formula ini lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketiga, dalam Perppu Ciptaker, pemerintah pusat boleh menentukan kenaikan upah sepihak alias tidak mengikuti variabel-variabel ekonomi yang telah ditetapkan jika dalam kondisi tertentu. Konsekuensinya, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan bakal direvisi.
Keadaan tertentu yang dimaksudkan antara lain dalam hal terjadi bencana yang ditetapkan oleh presiden, kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional seperti bencana non alam pandemi.
"Ketentuan ini merupakan ketentuan baru vang dimaksudkan untuk memberikan Landasan hukum bagi pemerintah guna mengatasi keadaan tertentu yang berdampak pada kelangsungan bekerja dan kelangsungan usaha," jelas dia.
Selain itu, dalam Perppu ada beberapa perubahan lain seperti penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas (Pasal 67).
Penegasan mengenai kewajiban penggunaan struktur dan skala upah untuk menetapkan upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih (Pasal 92).
Serta perbaikan rujukan ayat dalam Pasal 84 terkait penggunaan hak waktu istirahat, dan pasal 46D terkait manfaat program jaminan kehilangan pekerjaan.
Lihat Juga: Kemenparekraf: Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol
Disahkannya Perppu tersebut menggantikan UU Cipta Kerja (UUCK) yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Meski begitu, ada sedikit modifikasi substansi di Perppu Ciptaker jika dibandingkan dengan UUCK lalu khususnya di bidang ketenagakerjaan. Untuk itu, Kemnaker harus merevisi 2 PP sekaligus.
PP tersebut adalah PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; dan PP Nomor 36 tentang Pengupahan.
"Revisi PP 35/2021 dan PP 36/2021 masih dikerjakan, mungkin sebelum lebaran kita bahas substansinya dengan LKS Tripnas dan stakeholders lain," ujar Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos), Indah Anggoro Putri saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Kamis (23/3/2023).
Menurut dia, perubahan substansi ketenagakerjaan terdapat pada ketentuan Alih Daya Pasal 64 Perppu Ciptaker. Dalam UU CK tidak diatur mengenai pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan.
Hal ini dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan atau terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi. Namun demikian, dalam Perppu Ciptaker akan mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan alias outsourcing.
Perppu Cipta Kerja mengatur alih daya dibatasi hanya dapat dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan, yang mana hal ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah dalam Revisi PP 35 Tahun 2021. Kemudian di pasal Bab Pengupahan, Perppu Ciptaker juga mengubah beberapa substansi dari UUCK.
Pertama, syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK). UMK dapat ditetapkan bila hasil penghitungannya lebih tinggi dari upah minimum provinsi.
Sementara itu bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai UMK dan akan menetapkan UMK, harus memenuhi syarat tertentu vang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian terdapat juga perubahan formula penghitungan upah minimum (UM). Formula penghitungan UM mempertimbangkan 3 variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Formula ini lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketiga, dalam Perppu Ciptaker, pemerintah pusat boleh menentukan kenaikan upah sepihak alias tidak mengikuti variabel-variabel ekonomi yang telah ditetapkan jika dalam kondisi tertentu. Konsekuensinya, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan bakal direvisi.
Keadaan tertentu yang dimaksudkan antara lain dalam hal terjadi bencana yang ditetapkan oleh presiden, kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional seperti bencana non alam pandemi.
"Ketentuan ini merupakan ketentuan baru vang dimaksudkan untuk memberikan Landasan hukum bagi pemerintah guna mengatasi keadaan tertentu yang berdampak pada kelangsungan bekerja dan kelangsungan usaha," jelas dia.
Selain itu, dalam Perppu ada beberapa perubahan lain seperti penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas (Pasal 67).
Penegasan mengenai kewajiban penggunaan struktur dan skala upah untuk menetapkan upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih (Pasal 92).
Serta perbaikan rujukan ayat dalam Pasal 84 terkait penggunaan hak waktu istirahat, dan pasal 46D terkait manfaat program jaminan kehilangan pekerjaan.
Lihat Juga: Kemenparekraf: Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol
(ind)