PGE Siap Optimalkan Sumber Pendapatan Baru dari Carbon Credit
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) membukukan pendapatan baru dari kredit karbon (carbon credit) senilai USD747.000 atau sekitar Rp11,2 miliar (kurs Rp15.000 per USD). Pendapatan baru tersebut bersumber dari dua pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yaitu Ulubelu unit 3 dan 4 serta Karaha.
Kedua PLTP tersebut menghasilkan setara 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon yang dihitung semenjak pembangkitan tersebut beroperasi secara komersial hingga awal tahun 2020. Direktur Utama PGE Achmad Yuniarto mengatakan, PGE juga mencatatkan potensi pengurangan emisi karbon dari PLTP Kamojang unit 5, Lumut Balai unit 1 dan 2 yang menggunakan Gold Standard, serta PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan Verified Carbon Standard (VCS).
"Seluruh upaya ini membuka peluang baru yang berpotensi meningkatkan nilai ekonomi pengurangan emisi karbon dan secara langsung akan membuka peluang pendapatan baru bagi PGE," ungkapnya di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Sejalan dengan kontribusi pengurangan emisi yang dihasilkan oleh PLTP yang dioperasikan, PGE juga memiliki inisiatif Environmental Sustainability and Governance (ESG). Komitmen ESG ini sudah dibuktikan dengan meraih peringkat tertinggi kedua pada ESG Rating (ER) dalam kategori good performance dari sisi pengelolaan ESG oleh lembaga pemeringkat Sustainable Fitch.
Dijelaskan, beberapa program ESG PGE yang sudah berjalan di antaranya adalah program keanekaragaman hayati Pusat Konservasi Elang, khususnya spesies Elang Jawa di Kawasan Kamojang, Penangkaran Domba Garut, Konservasi Bunga Krisan, Penangkaran Kambing Saburai, dan Konservasi Kera Jambul Sulawesi (Yaki). Selain itu, PGE juga merehabilitasi kawasan hutan sebesar 588 ha dan melakukan upaya reboisasi secara masif.
Di luar itu, PGE juga berkomitmen mengembangkan komunitas melalui program Kamojang Digital Village yang dengan program aplikasi Digital Ranger Apps yang bertujuan untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekitar dan layanan WiFi pohon "Signal Kita". Melalui program-program itu, komitmen ESG PGE dirasakan langsung manfaatnya dalam mendukung kelestarian lingkungan dan ekonomi sirkular melalui koneksi internet berbayar menggunakan sampah atau dengan menanam pohon. Selain itu, PGE juga menjalankan Emergency Response Group Millennials (ERMi), yaitu program pemberdayaan masyarakat di area Ulubelu yang berfokus pada penanggulangan bencana dan lingkungan, seperti pemasangan pendeteksi tanah longsor.
Pemanfaatan panas bumi untuk hidrogen hijau merupakan peluang potensial di masa depan. Di banyak negara, PLTP dipakai sebagai penghasil sumber listrik untuk memproduksi hidrogen melalui proses elektrolisis untuk berbagai keperluan. Dua di antaranya adalah untuk sektor transportasi dan petrokimia, dimana kedepannya hidrogen hijau dipercaya akan menjadi game changer untuk mencapai dekarbonisasi.
Pada kesempatan yang sama, pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa peluang industri panas bumi dalam mendukung ketahanan energi dan pelaksanaan kebijakan transisi energi di Indonesia cukup besar. Pembangkit panas bumi, kata dia, adalah pembangkit berbasis energi terbarukan yang dapat dijadikan sebagai pembangkit base load. Biaya operasionalnya pun terbilang murah. Di sisi lain, potensi panas bumi Indonesia terbilang sebagai salah satu yang terbesar di dunia, mencapai 24.000 MW.
Akan tetapi, kata dia, tantangan yang dihadapi oleh industri panas bumi nasional juga tidak mudah. Salah satunya, harga listrik panas bumi yang kurang kompetitif. Komaidi mengatakan, hal itu tak lepas dengan komitmen serta kebijakan di sektor panas bumi saat ini.
"Sejumlah negara dengan perkembangan industri panas bumi yang progresif seperti Amerika Serikat, Meksiko, Filipina, Selandia Baru, dan lainnya pada umumnya memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung pengembangan, pengusahaan, dan pemanfaatan panas bumi di negaranya masing-masing," kata dia.
Komitmen itu di antaranya direpresentasikan dengan menerbitkan sejumlah regulasi yang diperlukan dan memberikan sejumlah insentif yang diperlukan untuk mendukung pengembangan industri panas bumi. Karena itu, Komaidi berharap pemerintah dapat memberikan terobosan berupa kebijakan yang lebih mendukung pengembangan, pengusahaan, dan pemanfaatan panas bumi secara optimal.
Kedua PLTP tersebut menghasilkan setara 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon yang dihitung semenjak pembangkitan tersebut beroperasi secara komersial hingga awal tahun 2020. Direktur Utama PGE Achmad Yuniarto mengatakan, PGE juga mencatatkan potensi pengurangan emisi karbon dari PLTP Kamojang unit 5, Lumut Balai unit 1 dan 2 yang menggunakan Gold Standard, serta PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan Verified Carbon Standard (VCS).
"Seluruh upaya ini membuka peluang baru yang berpotensi meningkatkan nilai ekonomi pengurangan emisi karbon dan secara langsung akan membuka peluang pendapatan baru bagi PGE," ungkapnya di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Sejalan dengan kontribusi pengurangan emisi yang dihasilkan oleh PLTP yang dioperasikan, PGE juga memiliki inisiatif Environmental Sustainability and Governance (ESG). Komitmen ESG ini sudah dibuktikan dengan meraih peringkat tertinggi kedua pada ESG Rating (ER) dalam kategori good performance dari sisi pengelolaan ESG oleh lembaga pemeringkat Sustainable Fitch.
Dijelaskan, beberapa program ESG PGE yang sudah berjalan di antaranya adalah program keanekaragaman hayati Pusat Konservasi Elang, khususnya spesies Elang Jawa di Kawasan Kamojang, Penangkaran Domba Garut, Konservasi Bunga Krisan, Penangkaran Kambing Saburai, dan Konservasi Kera Jambul Sulawesi (Yaki). Selain itu, PGE juga merehabilitasi kawasan hutan sebesar 588 ha dan melakukan upaya reboisasi secara masif.
Di luar itu, PGE juga berkomitmen mengembangkan komunitas melalui program Kamojang Digital Village yang dengan program aplikasi Digital Ranger Apps yang bertujuan untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekitar dan layanan WiFi pohon "Signal Kita". Melalui program-program itu, komitmen ESG PGE dirasakan langsung manfaatnya dalam mendukung kelestarian lingkungan dan ekonomi sirkular melalui koneksi internet berbayar menggunakan sampah atau dengan menanam pohon. Selain itu, PGE juga menjalankan Emergency Response Group Millennials (ERMi), yaitu program pemberdayaan masyarakat di area Ulubelu yang berfokus pada penanggulangan bencana dan lingkungan, seperti pemasangan pendeteksi tanah longsor.
Pemanfaatan panas bumi untuk hidrogen hijau merupakan peluang potensial di masa depan. Di banyak negara, PLTP dipakai sebagai penghasil sumber listrik untuk memproduksi hidrogen melalui proses elektrolisis untuk berbagai keperluan. Dua di antaranya adalah untuk sektor transportasi dan petrokimia, dimana kedepannya hidrogen hijau dipercaya akan menjadi game changer untuk mencapai dekarbonisasi.
Pada kesempatan yang sama, pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa peluang industri panas bumi dalam mendukung ketahanan energi dan pelaksanaan kebijakan transisi energi di Indonesia cukup besar. Pembangkit panas bumi, kata dia, adalah pembangkit berbasis energi terbarukan yang dapat dijadikan sebagai pembangkit base load. Biaya operasionalnya pun terbilang murah. Di sisi lain, potensi panas bumi Indonesia terbilang sebagai salah satu yang terbesar di dunia, mencapai 24.000 MW.
Akan tetapi, kata dia, tantangan yang dihadapi oleh industri panas bumi nasional juga tidak mudah. Salah satunya, harga listrik panas bumi yang kurang kompetitif. Komaidi mengatakan, hal itu tak lepas dengan komitmen serta kebijakan di sektor panas bumi saat ini.
"Sejumlah negara dengan perkembangan industri panas bumi yang progresif seperti Amerika Serikat, Meksiko, Filipina, Selandia Baru, dan lainnya pada umumnya memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung pengembangan, pengusahaan, dan pemanfaatan panas bumi di negaranya masing-masing," kata dia.
Komitmen itu di antaranya direpresentasikan dengan menerbitkan sejumlah regulasi yang diperlukan dan memberikan sejumlah insentif yang diperlukan untuk mendukung pengembangan industri panas bumi. Karena itu, Komaidi berharap pemerintah dapat memberikan terobosan berupa kebijakan yang lebih mendukung pengembangan, pengusahaan, dan pemanfaatan panas bumi secara optimal.
(fai)