Anak Buah Sri Mulyani Jelaskan Kronologi Kasus Dugaan TPPU Impor Emas Rp189,7 Triliun

Senin, 03 April 2023 - 13:40 WIB
loading...
Anak Buah Sri Mulyani Jelaskan Kronologi Kasus Dugaan TPPU Impor Emas Rp189,7 Triliun
Kasus dugaan TPPU impor emas batangan tengah jadi perbincangan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menjelaskan duduk perkara mengenai dugaan kasus tindak pidana pencucian uang ( TPPU ) impor emas batangan senilai Rp189,7 triliun di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Menurut Yustinus untuk menjelaskan masalah impor emas itu, justru yang harus dibahas adalah soal ekspornya.



“Yang dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor? Begini, di Januari 2016, KPU Bea Cukai Soekarno Hatta (Soetta) melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT. Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan," ungkap Yustinus melalui akun Twitter resminya @prastow, dikutip Senin (3/4/2023).

Dia menyebutkan, pada saat itu, PT. Q mensubmit dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai scrap jewelry, namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang, proaktif oleh Bea Cukai. "Benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada Persetujuan Ekspor dari Kemendag," ungkap Yustinus.

Ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray, seolah yang akan diekspor adalah perhiasan. Sehingga, dilakukan pencegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut. "Menariknya, pada 2015 PT. Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7 triliun) namun ditolak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena wajib pajak (WP) tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. Jadi DJBC dan DJP sinergi," tambahnya.

Jadi, ini memang modus PT. Q mengaku sebagai produsen Gold Jewelry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5% dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3). "Modus ini terungkap karena kerja lapangan, sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor, itulah duduk perkara secara kronologis," jelas Yustinus.

"Setelah dinyatakan P-21, atas perkara PT. Q dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017, yakni terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi BUKAN merupakan tindak pidana. Lhadalah!?" seloroh Yustinus.
Tak menyerah, DJBC mengajukan Kasasi dg putusan: a.No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana penjara 6 bulan & denda Rp2,3 miliar.

"Namun, PT. Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Nah jelas ya di sini, putusan MA yang menyatakan ini inkracht," ungkap Yustinus.

Paralel dengan penanganan perkara PT. Q tersebut, Kementerian Keuangan dan PPATK bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT. Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC, penelitian administrasi perpajakan oleh DJP. Kemudian setelahnya penyelidikan dugaan TPPU, PPATK mengirimkan LHP.

"Saya insert di sini mengenai apa yang disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti, justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini, apalagi di 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," paparnya.

Berdasarkan kasus PT. Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada DJBC by hand, berisi IHP atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas (9 WP Badan, 5 WP OP) dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 triliun. Selain itu sejak 2020 juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara, antara PPATK, DJP, dan DJBC.

DJBC kemudian menindaklanjuti SR tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan. Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat peninjauan kembali (PK), maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke DJP.

"Data di SR tersebut dimanfaatkan DJP untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT. Q, sehingga WP melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 miliar serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT. Q sebesar Rp1,58 miliar. Sehingga, menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan," tegas Yustinus.

Bahkan, termasuk mengenai impor akan dibahas tuntas sesuai ketentuan, di mana yang mengajukan kasasi adalah Jaksa Penuntut Umum sesuai KUHAP. Tentunya, sebut dia, DJBC sebagai penyidik dan JPU memiliki posisi yang sama sehingga memutuskan untuk kasasi.



"Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan APH (aparat) lain, tentu dalam arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal," pungkas Yustinus.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1260 seconds (0.1#10.140)