Hasil Audit BPKP Sudah Clear, Nafsu Impor KRL Bekas Harusnya Berakhir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengajuan rencana impor kereta rel Listrik ( KRL ) bekas dari Jepang oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mendapatkan rekomendasi tak disetujui dalam audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ). Rekomendasi itu berdasarkan hasil reviu atas rencana impor tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan audit itu sejak 29 Maret 2023. Seto menjelaskan salah satu kesimpulan dari hasil reviu adalah jumlah armada KRL yang ada saat ini masih dapat memenuhi okupansi penumpang KRL.
BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara. BPKP membandingkan pada 2019, di mana jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 dengan jumlah armada 1.114 unit diperkirakan jumlah penumpang mencapai 273,6 penumpang.
"Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," kata Seto, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Seto menambahkan, kepadatan penumpang memang terjadi, akan tetapi kondisi itu hanya ada di jam-jam sibuk. Secara keseluruhan okupansi penumpang dengan jumlah armada yang ada masih dapat tercukupi.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75%, 2024 diperkirakan maaih 79% dan 2025 sebanyak 83%," katanya.
Kemudian, alasan lainnya yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. Penilaian itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 yang harus mengutamakan produk dalam negeri.
Dia juga menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi masalah impor KRL dalam keadaan tidak baru dengan menyatakan bahwa permohonan dispensasi tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Selanjutnya, KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor.
"Dalam PP tersebut menyatakan bahwa barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pegembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko mengatakan Kementerian BUMN dan BPKP akan mendiskusikan rencana impor tersebut. Pembahasan dilakukan setelah BPKP menerbitkan hasil audit perlu tidaknya pemerintah mendatangkan 10 KRL bekas dari Jepang.
"Saya belum terima dokumennya, nanti kita diskusikan dengan BPKP karena ini kan suatu hal yang harus kita pertimbangkan baik-baik. Kita memahami kebutuhan untuk percepatan impor karena ini memang ada kebutuhan dari sisi kapasitas," ungkap Tiko.
Menurut Tiko, isi rekomendasi BPKP tidak lantas membatalkan rencana impor 10 rangkaian moda transportasi kereta api itu. Lantaran, harus ada pertimbangan kapasitas angkutan penumpang. "Oh belum tahu. Kita belum tahu, karena saya belum lihat report-nya. Karena kan kita mesti melihat bahwa ini penting, jadi ada dua, dua-duanya berjalan," ucap dia.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan audit itu sejak 29 Maret 2023. Seto menjelaskan salah satu kesimpulan dari hasil reviu adalah jumlah armada KRL yang ada saat ini masih dapat memenuhi okupansi penumpang KRL.
BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara. BPKP membandingkan pada 2019, di mana jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 dengan jumlah armada 1.114 unit diperkirakan jumlah penumpang mencapai 273,6 penumpang.
"Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," kata Seto, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Seto menambahkan, kepadatan penumpang memang terjadi, akan tetapi kondisi itu hanya ada di jam-jam sibuk. Secara keseluruhan okupansi penumpang dengan jumlah armada yang ada masih dapat tercukupi.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75%, 2024 diperkirakan maaih 79% dan 2025 sebanyak 83%," katanya.
Kemudian, alasan lainnya yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. Penilaian itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 yang harus mengutamakan produk dalam negeri.
Dia juga menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi masalah impor KRL dalam keadaan tidak baru dengan menyatakan bahwa permohonan dispensasi tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Selanjutnya, KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor.
"Dalam PP tersebut menyatakan bahwa barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pegembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko mengatakan Kementerian BUMN dan BPKP akan mendiskusikan rencana impor tersebut. Pembahasan dilakukan setelah BPKP menerbitkan hasil audit perlu tidaknya pemerintah mendatangkan 10 KRL bekas dari Jepang.
"Saya belum terima dokumennya, nanti kita diskusikan dengan BPKP karena ini kan suatu hal yang harus kita pertimbangkan baik-baik. Kita memahami kebutuhan untuk percepatan impor karena ini memang ada kebutuhan dari sisi kapasitas," ungkap Tiko.
Menurut Tiko, isi rekomendasi BPKP tidak lantas membatalkan rencana impor 10 rangkaian moda transportasi kereta api itu. Lantaran, harus ada pertimbangan kapasitas angkutan penumpang. "Oh belum tahu. Kita belum tahu, karena saya belum lihat report-nya. Karena kan kita mesti melihat bahwa ini penting, jadi ada dua, dua-duanya berjalan," ucap dia.
(uka)