Terungkap! Tiga Fakta versi Yustinus di Balik Heboh Pajak Soimah, Nomor 3 Bisa Bikin Mati Kutu

Sabtu, 08 April 2023 - 20:00 WIB
loading...
Terungkap! Tiga Fakta versi Yustinus di Balik Heboh Pajak Soimah, Nomor 3 Bisa Bikin Mati Kutu
Keluhan soal pajak Soimah ditanggapi oleh Yustinus Prastowo. Foto/Instagram
A A A
JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo membuka sederet fakta terkait hebohnya keluhan Soimah mengenai pajak . Yustinus meneliti, menggali, dan merekonstruksi, dan juga menggeledah ingatan para pejabat dan pegawai yang pernah terlibat serta bertugas di KPP Pratama Bantul.



"Saya ikut membongkar arsip, catatan, korespondensi, dan berbagai tindakan. Saya coba teliti dan telaten, satu per satu diurai lalu dibangun kembali konstruksi kasusnya," ungkap Yustinus dalam keterangan resminya, Sabtu (8/4/2023).

Ketika kasus tersebut menyebar di TikTok, Yustinus sudah berniat mencari dan berbicara dengan Soimah sejak sebulan lalu. Namun, nihil yang didapat karena sulit menjangkau Soimah.

Yustinus lantas membeberkan kepingan fakta dan cerita yang dikumpulkan dari ingatan, catatan, dan juga administrasi di kantor pajak. Berikut fakta-fakta versi kantor pajak:

1. Kisah ini bermula pada tahun 2015 ketika Soimah membeli rumah. Mengikuti kesaksiannya di notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain pemda.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi. Jika ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Menurut Yustinus, sikap tak sopan dari petugas pajak seperti yang dituturkan Soimah tak menutup kemungkinan hanya salah persepsi. Makanya, Yustinus pun mengibaratkan layaknya soto gebrak.

"Tentu ini perlu dikonfirmasi ke pengalaman Soimah sendiri. Jika ada yang gebrak meja, jangan-jangan ini pemilik Soto Gebrak Madura yang kita sangka sedang marah, padahal ramah," jelas Yustinus.

2. Tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Menurut Yustinus itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas.

"Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2% dari total pengeluaran. UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN," tegas Yustinus.

Yustinus bilang petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Maka kerjanya pun detail dan lama, tak asal-asalan. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp4,7 miliar, bukan Rp50 miliar seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp5 miliar.

"Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2% dari Rp4,7 M itu sama sekali belum ditagihkan," jelasnya.

Perlu diketahui, Kantor Pajak menurut UU sudah punya debt collector, yaitu juru sita pajak negara (JSPN). Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak.

3. Bukti rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA

Yustinus mengaku punya bukti rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Dari bukti itu, Yustinus ingin menunjukkan bahwa kondisi yang ada justru sebaliknya.

"Duh…saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini. Meski punya kewenangan, ia tak sembarangan menggunakannya," kata dia.

Yustinus mengaku petugas tersebut hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan. Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor.

"Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," ungkap Yustinus.

Yustinus mengungkapkan bahwa Soimah juga 'sambat' (mengeluh) ketika dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak manusiawi meminta melaporkan SPT di akhir Maret 2023.

"Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," kata Yustinus.

Sebelumnya, Soimah kepada Butet Kartaredjasa dan Puthut Ea, menceritakan pengalaman tidak menyenangkan dengan petugas pajak. Kejadian itu berawal saat artis 42 tahun tersebut membeli rumah seharga Rp430 juta beberapa waktu lalu.

Pemilik nama asli Soimah Pancawati itu mengaku membeli rumah tersebut dengan mencicil. Kini rumah tersebut diakui Soimah sudah lunas.

"Saya beli rumah harganya Rp430 juta. Deal-dealan sama orang. 'Tak cicil ya pak. Nanti kalau saya gajian, dicicil, gajian dicicil'," kata Soimah dikutip dari kanal YouTube Blakasuta.

Setelah lunas, Soimah kemudian memutuskan untuk ke notaris guna mengurus berbagai hal. Namun sayang, dia justru dicurigai petugas pajak menurunkan harga rumah yang dibelinya itu.

"Kita ke notaris, nggak deal dari perpajakan karena nggak percaya. 'Oh rumah di situ harganya Rp650 juta' menurut pajak. Lho tapi aku kan ini beli Rp430 juta. Jadi dikira saya menurunkan harga. Padahal deal-dealannya ada, notanya ada," tambahnya.

Istri Herwan Prandoko ini pun mengaku bingung dengan pernyataan petugas pajak. Padahal sebagai artis sekaligus seniman, Soimah menilai bahwa tidak ada patokan harga rumah yang harus dibelinya.

"Nggak mungkin masa Soimah kok beli rumah harga Rp430 juta. Lah emang ada ukurannya Soimah harus beli rumah harga berapa miliar," ujar Soimah.

Pengalaman tidak mengenakan Soimah dengan petugas pajak rupanya bukan hanya itu. Dia juga pernah didatangi petugas pajak bersama debt collector sambil menggebrak meja. Dia merasa diperlakuan seperti koruptor. Padahal, Soimah mengaku tidak pernah telat membayar pajak, apalagi kabur untuk menghindari pajak.

"Soimah nggak bakal lari kok. Bisa dicari, jangan khawatir. Pasti bayar, tapi perlakukan dengan baik. Kerja hasil jerih payah, keringat saya sendiri. Bukan hasil maling, bukan hasil korupsi. Kok saya diperlakukan seakan-akan saya ini koruptor," tandasnya.

Selain itu, Soimah mengatakan petugas pajak datang ke rumahnya tanpa permisi untuk melakukan pemeriksaan. Dia kemudian dimintai bukti pengeluaran yang dia gunakan untuk keluarganya.



"Masa aku bantu saudara pakai nota. Jadi nggak percaya, 'Masa bantu saudara segini besarnya'," kata Soimah.

"Sak karepku to (terserah aku dong). Jadi harus pakai nota. Itu tahun 2015," pungkasnya.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1645 seconds (0.1#10.140)