Terima Rekomendasi BPKP, Luhut Belum Putuskan Tolak Impor KRL Bekas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini terus menerima berbagai masukan terkait impor KRL bekas dari Jepang yang direncanakan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Meskipun demikin, Luhut mengaku masih mengacu kepada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan tidak merekomendasikan untuk melakukan impor.
"'Kita hanya lihat dari audit saja, nanti kalo ada pertimbangan lain dari hasil audit ini kita liat," kata Luhut usai konfrensi pers update Kerja Sama Indonesia-Tiongkok, Senin (10/4/2023).
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan bahwa akan ada rapat lanjutan terkait dengan pengkajian permasalahan impor KRL secara komprehensif. Menurutnya, opsi impor ataupun retrofit tidak menghasilkan adanya kenaikan kapasitas, melainkan hanya mengganti rangkaian KRL yang sudah tua.
"Sementara yang kita butuhkan ya kapasitasnya itu harus bisa naik. Saya kira itu juga yang dikerjakan oleh teman-teman Kementerian BUMN, dan ini pasti akan ada rapat lanjutan," katanya.
Sementara itu, ketika ditanya terkait apakah masih ada opsi pemerintah untuk melakukan impor KRL bekas dari Jepang, Seto hanya mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya masih mengacu terhadap hasil audit dari BPKP.
"So far ya kita memihat reviu dari BPKP itu yang kita jadikan pegangan, misalkan ada masukan ada input kita lihat," katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak merekomendasikan opsi impor kereta rel listrik (KRL) bukan baru atau bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.
“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Hario Seto beberapa hari lalu.
Seto menjelaskan terdapat 4 poin yang menjadi kesimpulan dari hasil reviu yang dilakukan oleh BPKP. Pertama rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dair Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ketiga, reviu BPKP menjelaskan beberapa alasan teknik terkait dengan alasan impor yang diajukan oleh PT KCI ini kurang tepat. Sebabnya, ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan untuk penggunaannya.
Keempat yakni hasil BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75%, 2024 diperkirakan maaih 79%, dan 2025 sebanyak 83%," katanya.
BPKP juga membandingkan pada 2019, jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 ini dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan jumlah armada 1.114 unit.
"Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," tandas Seto.
"'Kita hanya lihat dari audit saja, nanti kalo ada pertimbangan lain dari hasil audit ini kita liat," kata Luhut usai konfrensi pers update Kerja Sama Indonesia-Tiongkok, Senin (10/4/2023).
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan bahwa akan ada rapat lanjutan terkait dengan pengkajian permasalahan impor KRL secara komprehensif. Menurutnya, opsi impor ataupun retrofit tidak menghasilkan adanya kenaikan kapasitas, melainkan hanya mengganti rangkaian KRL yang sudah tua.
"Sementara yang kita butuhkan ya kapasitasnya itu harus bisa naik. Saya kira itu juga yang dikerjakan oleh teman-teman Kementerian BUMN, dan ini pasti akan ada rapat lanjutan," katanya.
Sementara itu, ketika ditanya terkait apakah masih ada opsi pemerintah untuk melakukan impor KRL bekas dari Jepang, Seto hanya mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya masih mengacu terhadap hasil audit dari BPKP.
"So far ya kita memihat reviu dari BPKP itu yang kita jadikan pegangan, misalkan ada masukan ada input kita lihat," katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak merekomendasikan opsi impor kereta rel listrik (KRL) bukan baru atau bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.
“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Hario Seto beberapa hari lalu.
Seto menjelaskan terdapat 4 poin yang menjadi kesimpulan dari hasil reviu yang dilakukan oleh BPKP. Pertama rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dair Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ketiga, reviu BPKP menjelaskan beberapa alasan teknik terkait dengan alasan impor yang diajukan oleh PT KCI ini kurang tepat. Sebabnya, ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan untuk penggunaannya.
Keempat yakni hasil BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75%, 2024 diperkirakan maaih 79%, dan 2025 sebanyak 83%," katanya.
BPKP juga membandingkan pada 2019, jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 ini dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan jumlah armada 1.114 unit.
"Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," tandas Seto.
(uka)