Jika Ikuti Rekomendasi Bank Dunia Soal Penghapusan PPN, Pemerintah Bisa Kehilangan Ratusan Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak ( DJP ) Kementerian Keuangan menanggapi rekomendasi Bank Dunia terkait penghapusan pembebasan pajak pertambahan nilai ( PPN ). Menurut DJP rekomendasi tersebut sejatinya bukan merupakan isu baru.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memastikan bahwa penerapan kebijakan terkait PPN juga turut memperhatikan rekomendasi Bank Dunia. Termasuk rekomendasi soal penghapusan pembebasan PPN untuk barang dan jasa tertentu. Rekomendasi itu bahkan juga sudah dibahas dalam perumusan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Dan waktu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari Bank Dunia termasuk di antaranya," ujarnya saat media briefing di Kantor Pusat DJP, Kemenkeu, Kamis (11/5/2023).
Ia mengungkapkan, sejatinya dalam pembahasan tersebut, pemerintah masih perlu memperhatikan konteks selain penerimaan pendapatan negara saja. Dalam perumusan kebijakan terkait perpajakan, lanjutnya, pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek seperti keberpihakan serta penerapannya di negara lain.
Menurutnya, sejumlah negara lain juga menerapkan pembebasan PPN terhadap berbagai barang dan jasa, seperti pendidikan dan kesehatan. Pembebasan pungutan pajak diberikan karena kedua jasa tersebut bersifat layanan dasar.
"Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic," lanjutnya.
Ia pun mengakui, pungutan PPN berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Berdasarkan catatan pemerintah, tahun lalu penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM tercatat Rp687,6 triliun. Angka itu sekitar 40% dari total penerimaan pajak yang mencapai Rp1.716,8 triliun.
Akan tetapi, Yon Arsal menegaskan, perumusan terkait kebijakan perpajakan perlu mempertimbangkan berbagai aspek lain, bukan hanya mendongkrak pendapatan negara.
"Jadi tidak semata-mata masalah technocratic plan ada framework yang menjadi pertimbangan," imbuhnya.
Sebagai informasi, Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus pembebasan PPN guna mendongkrak pendapatan negara. Rekomendasi ini disampaikan dalam laporan Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment.
Dalam laporan itu disebutkan, cara praktis untuk mendongkrak penerimaan negara melalui PPN adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa. Pasalnya, barang dan jasa yang dibebaskan PPN dengan asas keadilan bagi orang miskin, juga dinikmati oleh orang kaya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memastikan bahwa penerapan kebijakan terkait PPN juga turut memperhatikan rekomendasi Bank Dunia. Termasuk rekomendasi soal penghapusan pembebasan PPN untuk barang dan jasa tertentu. Rekomendasi itu bahkan juga sudah dibahas dalam perumusan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Dan waktu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari Bank Dunia termasuk di antaranya," ujarnya saat media briefing di Kantor Pusat DJP, Kemenkeu, Kamis (11/5/2023).
Ia mengungkapkan, sejatinya dalam pembahasan tersebut, pemerintah masih perlu memperhatikan konteks selain penerimaan pendapatan negara saja. Dalam perumusan kebijakan terkait perpajakan, lanjutnya, pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek seperti keberpihakan serta penerapannya di negara lain.
Menurutnya, sejumlah negara lain juga menerapkan pembebasan PPN terhadap berbagai barang dan jasa, seperti pendidikan dan kesehatan. Pembebasan pungutan pajak diberikan karena kedua jasa tersebut bersifat layanan dasar.
"Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic," lanjutnya.
Ia pun mengakui, pungutan PPN berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Berdasarkan catatan pemerintah, tahun lalu penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM tercatat Rp687,6 triliun. Angka itu sekitar 40% dari total penerimaan pajak yang mencapai Rp1.716,8 triliun.
Akan tetapi, Yon Arsal menegaskan, perumusan terkait kebijakan perpajakan perlu mempertimbangkan berbagai aspek lain, bukan hanya mendongkrak pendapatan negara.
"Jadi tidak semata-mata masalah technocratic plan ada framework yang menjadi pertimbangan," imbuhnya.
Sebagai informasi, Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus pembebasan PPN guna mendongkrak pendapatan negara. Rekomendasi ini disampaikan dalam laporan Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment.
Baca Juga
Dalam laporan itu disebutkan, cara praktis untuk mendongkrak penerimaan negara melalui PPN adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa. Pasalnya, barang dan jasa yang dibebaskan PPN dengan asas keadilan bagi orang miskin, juga dinikmati oleh orang kaya.
(uka)