Kerugian Grab Turun 43 Persen, Begini Strateginya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Grab Holdings Ltd, perusahaan teknologi asal Malaysia yang berkantor pusat di Singapura, berhasil menurunkan angka kerugian di kuartal I-2023 menjadi USD250 juta atau sekitar Rp3,750 triliun (kurs Rp15.000). Kerugian tersebut turun 43% jika di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD435 juta atau Rp6,5 triliun.
Penurunan kerugian tersebut salah satunya dikarenakan pendapatan Grab yang tumbuh hingga 130% dari USD228 juta menjadi USD525 juta (sekitar Rp7,8 triliun) secara yoy.
“Kami senang dengan hasil kuartal pertama, dengan pertumbuhan pendapatan yang kuat dan peningkatan profitabilitas di semua segmen, didukung oleh neraca yang kuat. Kami akan tetap fokus untuk mendorong efisiensi biaya di seluruh organisasi kami dan meningkatkan daya ungkit operasi,” Kata Peter Oey, Chief Financial Officer Grab, seperti dikutip dari website perusahaan, Selasa (30/5/2023).
Seperti diketahui, Grab saat ini beroperasi di 8 negara Asia Tenggara. Dua penyumbang pendapatan terbesar Grab masih berasal dari pasar Singapura dan Malaysia. Indonesia jadi penyumbang pendapatan terbesar ketiga.
Sementara Gojek, saat ini beroperasi di empat negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Per kuartal I 2023 pendapatan Gojek dari 4 negara tersebut Rp3,3 triliun, tumbuh sekitar 123% (yoy).
Fendi Susiyanto, pengamat pasar modal dan CEO Finvesol Consulting mengatakan, saat ini perusahaan teknologi memang berusaha keras untuk memangkas kerugian dengan menggenjot pendapatannya. Untuk itu, berbagai cara dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan.
Seperti yang dilakukan oleh Grab misalnya. Kenaikan pendapatan tersebut menurut dia dikarenakan Grab berhasil menurunkan sejumlah biaya-biaya. Di antaranya mengurangi insentif pada mitra ataupun konsumen. Langkah itu dapat dilihat dari insentif untuk mitra yang turun 22% dari sebelumnya USD216 juta menjadi USD169 juta (yoy). Begitu pun dengan insentif kepada konsumen dari sebelumnya USD344 juta menjadi USD222 juta atau turun 36% (yoy).
Fendi menjelaskan, pendapatan yang diperoleh dari perusahaan teknologi atau transportasi online itu adalah setelah dikurangi oleh pendapatan mitra ekosistem. Biasanya di perusahaan teknologi, pendapatan mitra ekosistem dihitung sebagai Gross Merchandise Value (GMV) atau Gross Transaction Value (GTV).
“Bila menghitung pendapatan sebagai persentase dari GMV, dapat diketahui bahwa persentase pendapatan dari GMV naik jadi 11% dari sebelumnya 5%. Dalam laporan keuangan Grab di Q1 2023 menyebutkan bahwa pihaknya menurunkan insentif untuk mitra hingga 22% dan konsumen hingga 36% yoy,” jelas Fendi.
Hal senada diungkapkan Niko Margaronis, analis BRI Danareksa Sekuritas. Menurutnya, saat ini memang perusahaan teknologi tengah berupaya untuk menjadi perusahaan yang memiliki profitabilitas alias tidak merugi. Hal itu dikarenakan investasi investor di perusahaan teknologi tersebut sudah lama dan nilainya besar.
“Jadi sekarang fokus mereka adalah bagaimana menjadi perusahaan yang tumbuh dan memiliki profitablitas atau keuntungan, sama seperti perusahaan lain,” katanya.
Niko melihat bahwa penetrasi pengguna transportasi online di Asia tenggara masih rendah yaitu 1 berbanding 20. Sehingga potensi pasarnya masih sangat besar. “Tinggal mereka bisa memberikan servis yang lebih baik dan bisa diutilisasi agar memberikan manfaat kepada pengguna, jadi tidak lagi hanya cari siapa yang paling murah,” katanya.
Lihat Juga: Curi Perhatian Ratusan Investor, 4 Startup Finalis Grab Ventures Velocity Ikuti Coaching Intensif
Penurunan kerugian tersebut salah satunya dikarenakan pendapatan Grab yang tumbuh hingga 130% dari USD228 juta menjadi USD525 juta (sekitar Rp7,8 triliun) secara yoy.
“Kami senang dengan hasil kuartal pertama, dengan pertumbuhan pendapatan yang kuat dan peningkatan profitabilitas di semua segmen, didukung oleh neraca yang kuat. Kami akan tetap fokus untuk mendorong efisiensi biaya di seluruh organisasi kami dan meningkatkan daya ungkit operasi,” Kata Peter Oey, Chief Financial Officer Grab, seperti dikutip dari website perusahaan, Selasa (30/5/2023).
Seperti diketahui, Grab saat ini beroperasi di 8 negara Asia Tenggara. Dua penyumbang pendapatan terbesar Grab masih berasal dari pasar Singapura dan Malaysia. Indonesia jadi penyumbang pendapatan terbesar ketiga.
Sementara Gojek, saat ini beroperasi di empat negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Per kuartal I 2023 pendapatan Gojek dari 4 negara tersebut Rp3,3 triliun, tumbuh sekitar 123% (yoy).
Fendi Susiyanto, pengamat pasar modal dan CEO Finvesol Consulting mengatakan, saat ini perusahaan teknologi memang berusaha keras untuk memangkas kerugian dengan menggenjot pendapatannya. Untuk itu, berbagai cara dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan.
Seperti yang dilakukan oleh Grab misalnya. Kenaikan pendapatan tersebut menurut dia dikarenakan Grab berhasil menurunkan sejumlah biaya-biaya. Di antaranya mengurangi insentif pada mitra ataupun konsumen. Langkah itu dapat dilihat dari insentif untuk mitra yang turun 22% dari sebelumnya USD216 juta menjadi USD169 juta (yoy). Begitu pun dengan insentif kepada konsumen dari sebelumnya USD344 juta menjadi USD222 juta atau turun 36% (yoy).
Fendi menjelaskan, pendapatan yang diperoleh dari perusahaan teknologi atau transportasi online itu adalah setelah dikurangi oleh pendapatan mitra ekosistem. Biasanya di perusahaan teknologi, pendapatan mitra ekosistem dihitung sebagai Gross Merchandise Value (GMV) atau Gross Transaction Value (GTV).
“Bila menghitung pendapatan sebagai persentase dari GMV, dapat diketahui bahwa persentase pendapatan dari GMV naik jadi 11% dari sebelumnya 5%. Dalam laporan keuangan Grab di Q1 2023 menyebutkan bahwa pihaknya menurunkan insentif untuk mitra hingga 22% dan konsumen hingga 36% yoy,” jelas Fendi.
Hal senada diungkapkan Niko Margaronis, analis BRI Danareksa Sekuritas. Menurutnya, saat ini memang perusahaan teknologi tengah berupaya untuk menjadi perusahaan yang memiliki profitabilitas alias tidak merugi. Hal itu dikarenakan investasi investor di perusahaan teknologi tersebut sudah lama dan nilainya besar.
“Jadi sekarang fokus mereka adalah bagaimana menjadi perusahaan yang tumbuh dan memiliki profitablitas atau keuntungan, sama seperti perusahaan lain,” katanya.
Niko melihat bahwa penetrasi pengguna transportasi online di Asia tenggara masih rendah yaitu 1 berbanding 20. Sehingga potensi pasarnya masih sangat besar. “Tinggal mereka bisa memberikan servis yang lebih baik dan bisa diutilisasi agar memberikan manfaat kepada pengguna, jadi tidak lagi hanya cari siapa yang paling murah,” katanya.
Lihat Juga: Curi Perhatian Ratusan Investor, 4 Startup Finalis Grab Ventures Velocity Ikuti Coaching Intensif
(uka)