6 Jurus Menperin Tahan Perlambatan di Industri Manufaktur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sektor industri Indonesia tetap ekspansif di masa pemulihan ekonomi meskipun pertumbuhannya cenderung melambat. Pemerintah pun menyiapkan strategi guna menahan laju perlambatan tersebut.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah perlambatan yang terjadi di industri manufaktur imbas menurunnya permintaan dari pasar ekspor. Sebagai antisipasinya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pun menyiapkan enam jurus.
Keenam jurus tersebut merupakan hasil dari pembahasan Rapat Kerja Kementerian Perindustrian 2023 dalam rangka mengevaluasi kinerja industri manufaktur berdasarkan survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur.
"Setidaknya terdapat enam langkah yang perlu dijalankan. Pertama, pentingnya menentukan fokus dan prioritas penting dalam menjalankan industrialisasi melalui hilirisasi," ungkap Agus dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (18/6/2023).
Kedua, menentukan target dengan tepat sehingga dapat menentukan langkah yang strategis dan efektif untuk mencapainya.
“Ketiga, mendorong agar jasa industri turut diperhitungkan sebagai kontributor PDB karena merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari sektor industri,” tuturnya.
Keempat, akselerasi implementasi industri 4.0. Upaya itu merupakan cara agar industri dapat bekerja dengan lebih efisien, yang mendukung penurunan biaya produksi, sehingga meningkatkan daya saing.
Kelima, mengambil langkah-langkah out of the box dan mengevaluasi relevansi kebijakan yang telah berjalan. Keenam, meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan Kementerian/Lembaga serta stakeholder terkait untuk menentukan kebijakan yang tepat dan memberikan kemudahan bagi sektor industri.
Menperin menegaskan, seluruh upaya tersebut juga bertujuan untuk menjaga optimisme para pelaku bisnis akan kondisi usaha enam bulan ke depan, yang mencapai 66,2% dari hasil survei IKI.
“Para pelaku usaha optimis karena percaya bahwa pasar global akan segera pulih dan meyakini kebijakan pemerintah dapat mendukung bisnis tetap kondusif. Mari kita jaga dan buktikan optimisme tersebut,” tandasnya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, sepanjang tahun 2022 hingga Mei 2023, sektor industri terus berekspansi selama 21 bulan berturut-turut yang ditunjukkan oleh Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur.
Namun demikian, PMI juga menunjukkan bahwa sektor industri tidak seekspansif tahun sebelumnya dan ada kecenderungan tumbuh melambat. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil IKI dari Januari hingga Mei 2023 yang menunjukkan kecenderungan melambat.
Agus menyebut, kondisi ini menunjukkan terjadinya penumpukan stok persediaan, sehingga perusahaan mengurangi produksi, di samping terjadinya penurunan pesanan. Pesanan domestik masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi indeks variabel Pesanan Baru.
“Dua indeks tersebut bisa menjadi alert indicator bagi kita untuk menganalisis kinerja makro industri. Dengan demikian, kita dapat merumuskan upaya-upaya untuk menjaga kinerja sektor manufaktur, dan menaruh perhatian lebih terhadap subsektor yang mengalami tren melemah atau kontraksi,” urainya.
Menperin membeberkan, beberapa faktor yang mempengaruhi ekspansi manufaktur di Indonesia dan negara lainnya di antaranya berasal dari eksternal, seperti resesi global sejak awal 2022 yang diikuti dengan peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada triwulan III dan IV – 2022.
Selanjutnya, kebijakan yang diambil Federal Reserve System (The Fed) sebagai upaya penyelamatan perekonomian Amerika Serikat, serta perang Rusia–Ukraina menyebabkan terganggunya rantai pasok. Selain itu terdapat tantangan dari sisi domestik, misalnya daya beli.
Dia menambahkan, isu utama yang dihadapi sektor industri antara lain mulai dari akses bahan baku/penolong, kemampuan sumber daya manusia (SDM), tantangan produk impor, pengolahan limbah B3, logistik, hingga data industri.
Tantangan lain juga dirasakan dalam era perkembangan teknologi dan dunia internasional. Di masa ini, sektor industri juga harus siap beradaptasi pada paradigma baru yang dapat mengakselerasi kinerja industri seperti pelaksanaan hilirisasi industri, renewable energy, digitalisasi dalam Making Indonesia 4.0, serta peningkatan SDM Industri nasional.
Saat ini Rencana Induk Pengembangan Industri (RIPIN) 2015-2035 tengah direvisi untuk mendukung target Indonesia menjadi negara industri tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat, berdaya saing global, berbasis inovasi dan teknologi.
Untuk mewujudkannya, ada target-target yang harus dicapai, baik dalam jangka menengah maupun panjang. Target itu meliputi pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 6,4% (tahun 2025), kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB sebesar 19,2% (tahun 2025), dan kontribusi ekspor produk industri pengolahan nonmigas terhadap total ekspor sebesar 78% (tahun 2025). “Dengan kondisi ini, diharapkan kontribusi sektor industri terhadap PDB dapat semakin meningkat,” tutup Menperin.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah perlambatan yang terjadi di industri manufaktur imbas menurunnya permintaan dari pasar ekspor. Sebagai antisipasinya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pun menyiapkan enam jurus.
Keenam jurus tersebut merupakan hasil dari pembahasan Rapat Kerja Kementerian Perindustrian 2023 dalam rangka mengevaluasi kinerja industri manufaktur berdasarkan survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur.
"Setidaknya terdapat enam langkah yang perlu dijalankan. Pertama, pentingnya menentukan fokus dan prioritas penting dalam menjalankan industrialisasi melalui hilirisasi," ungkap Agus dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (18/6/2023).
Kedua, menentukan target dengan tepat sehingga dapat menentukan langkah yang strategis dan efektif untuk mencapainya.
“Ketiga, mendorong agar jasa industri turut diperhitungkan sebagai kontributor PDB karena merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari sektor industri,” tuturnya.
Keempat, akselerasi implementasi industri 4.0. Upaya itu merupakan cara agar industri dapat bekerja dengan lebih efisien, yang mendukung penurunan biaya produksi, sehingga meningkatkan daya saing.
Kelima, mengambil langkah-langkah out of the box dan mengevaluasi relevansi kebijakan yang telah berjalan. Keenam, meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan Kementerian/Lembaga serta stakeholder terkait untuk menentukan kebijakan yang tepat dan memberikan kemudahan bagi sektor industri.
Menperin menegaskan, seluruh upaya tersebut juga bertujuan untuk menjaga optimisme para pelaku bisnis akan kondisi usaha enam bulan ke depan, yang mencapai 66,2% dari hasil survei IKI.
“Para pelaku usaha optimis karena percaya bahwa pasar global akan segera pulih dan meyakini kebijakan pemerintah dapat mendukung bisnis tetap kondusif. Mari kita jaga dan buktikan optimisme tersebut,” tandasnya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, sepanjang tahun 2022 hingga Mei 2023, sektor industri terus berekspansi selama 21 bulan berturut-turut yang ditunjukkan oleh Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur.
Namun demikian, PMI juga menunjukkan bahwa sektor industri tidak seekspansif tahun sebelumnya dan ada kecenderungan tumbuh melambat. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil IKI dari Januari hingga Mei 2023 yang menunjukkan kecenderungan melambat.
Agus menyebut, kondisi ini menunjukkan terjadinya penumpukan stok persediaan, sehingga perusahaan mengurangi produksi, di samping terjadinya penurunan pesanan. Pesanan domestik masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi indeks variabel Pesanan Baru.
“Dua indeks tersebut bisa menjadi alert indicator bagi kita untuk menganalisis kinerja makro industri. Dengan demikian, kita dapat merumuskan upaya-upaya untuk menjaga kinerja sektor manufaktur, dan menaruh perhatian lebih terhadap subsektor yang mengalami tren melemah atau kontraksi,” urainya.
Menperin membeberkan, beberapa faktor yang mempengaruhi ekspansi manufaktur di Indonesia dan negara lainnya di antaranya berasal dari eksternal, seperti resesi global sejak awal 2022 yang diikuti dengan peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada triwulan III dan IV – 2022.
Selanjutnya, kebijakan yang diambil Federal Reserve System (The Fed) sebagai upaya penyelamatan perekonomian Amerika Serikat, serta perang Rusia–Ukraina menyebabkan terganggunya rantai pasok. Selain itu terdapat tantangan dari sisi domestik, misalnya daya beli.
Dia menambahkan, isu utama yang dihadapi sektor industri antara lain mulai dari akses bahan baku/penolong, kemampuan sumber daya manusia (SDM), tantangan produk impor, pengolahan limbah B3, logistik, hingga data industri.
Tantangan lain juga dirasakan dalam era perkembangan teknologi dan dunia internasional. Di masa ini, sektor industri juga harus siap beradaptasi pada paradigma baru yang dapat mengakselerasi kinerja industri seperti pelaksanaan hilirisasi industri, renewable energy, digitalisasi dalam Making Indonesia 4.0, serta peningkatan SDM Industri nasional.
Saat ini Rencana Induk Pengembangan Industri (RIPIN) 2015-2035 tengah direvisi untuk mendukung target Indonesia menjadi negara industri tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat, berdaya saing global, berbasis inovasi dan teknologi.
Untuk mewujudkannya, ada target-target yang harus dicapai, baik dalam jangka menengah maupun panjang. Target itu meliputi pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 6,4% (tahun 2025), kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB sebesar 19,2% (tahun 2025), dan kontribusi ekspor produk industri pengolahan nonmigas terhadap total ekspor sebesar 78% (tahun 2025). “Dengan kondisi ini, diharapkan kontribusi sektor industri terhadap PDB dapat semakin meningkat,” tutup Menperin.
(ind)