Sejahterakan Petani, Rumah Sawit Indonesia Dideklarasikan
loading...
A
A
A
Kacuk menjelaskan, kerpihatinan penggagas RSI ini atas isu sutainability atas pengelolaan kebun sawit oleh petani dan sebenarnya juga pengelolaan oleh perusahaan, yang kemudian berdampak pada pandangan negatif banyak pihak luar negeri dan bahkan dalam negeri.
Melalui integrasi kemitraan ini, bukan hanya masalah industrialisasi, tetapi juga pembinaan masalah sustainability, dan ini sudah dilakukan di Poktan Mitra PPG dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada khir tahun 2023 ini sudah tersertifikasi ISPO (dan juga RSPO).
Selain itu, kata dia, meprihatinkan penggagas RSI atas tidak sinkronnya program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR yang melibatkan kementerian/lembaga dan dinas-dinas terkait, perbenihan, penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan, sehingga banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan.
Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap, atau tidak mempunyai keberdayaan.
"Kesadaran Penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan/ penghasilan yang lebih tinggi," tegasnya.
Kacuk menerangkan, RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya adalah terbuka dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapa sawitan yang memiliki kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya.
"Jadi RSI ini adalah untuk komunitas ini berisi pihak-pihak yang membutuhkan, bukan pihak-pihak yang merasa dibutuhkan (karena merasa diatas angin dan tak perlu pihak lain)," terangnya.
Menurut Kacuk, RSI sebagai organisasi terbuka juga membuka kolaborasi positif dengan asosiasi lain untuk mensukseskan tujuan-tujuan yang harapkan oleh RSI, tidak perlu membuka ruang perdebatan dengan pihak manapun mengenai mana yang benar, apalagi menyalahkan pihak lain.
"Positioning RSI adalah mitra pemerintah, sehingga harus mempunyai lobby yang kuat di lemerintah untuk menjayakan dan menjaga kejayaan sawit Indonesia," tuturnya.
Untuk itu Kacuk menuturkan, penyebaran mengenai visi, misi, tujuan dan gambaran lingkup bisnis RSI harus disebarkan seluas-luasnya agar bisa diketahui oleh publik perkelapasawitan Indonesia dan luar negeri.
Melalui integrasi kemitraan ini, bukan hanya masalah industrialisasi, tetapi juga pembinaan masalah sustainability, dan ini sudah dilakukan di Poktan Mitra PPG dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada khir tahun 2023 ini sudah tersertifikasi ISPO (dan juga RSPO).
Selain itu, kata dia, meprihatinkan penggagas RSI atas tidak sinkronnya program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR yang melibatkan kementerian/lembaga dan dinas-dinas terkait, perbenihan, penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan, sehingga banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan.
Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap, atau tidak mempunyai keberdayaan.
"Kesadaran Penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan/ penghasilan yang lebih tinggi," tegasnya.
Kacuk menerangkan, RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya adalah terbuka dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapa sawitan yang memiliki kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya.
"Jadi RSI ini adalah untuk komunitas ini berisi pihak-pihak yang membutuhkan, bukan pihak-pihak yang merasa dibutuhkan (karena merasa diatas angin dan tak perlu pihak lain)," terangnya.
Menurut Kacuk, RSI sebagai organisasi terbuka juga membuka kolaborasi positif dengan asosiasi lain untuk mensukseskan tujuan-tujuan yang harapkan oleh RSI, tidak perlu membuka ruang perdebatan dengan pihak manapun mengenai mana yang benar, apalagi menyalahkan pihak lain.
"Positioning RSI adalah mitra pemerintah, sehingga harus mempunyai lobby yang kuat di lemerintah untuk menjayakan dan menjaga kejayaan sawit Indonesia," tuturnya.
Untuk itu Kacuk menuturkan, penyebaran mengenai visi, misi, tujuan dan gambaran lingkup bisnis RSI harus disebarkan seluas-luasnya agar bisa diketahui oleh publik perkelapasawitan Indonesia dan luar negeri.