Pentingnya Sosialisasi Tanda Label Hemat Energi dalam Kurangi Emisi Global

Selasa, 27 Juni 2023 - 08:32 WIB
loading...
Pentingnya Sosialisasi...
Kemen ESDM mengingatkan, teknologi semakin maju dan semakin meningkat efisiennya. Semakin tinggi bintang yang tertera di label, semakin hemat energi. Namun harga jualnya mahal. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak memperhatikan Label Tanda Hemat Energi (LTHE) saat membeli Air Conditioner (AC) split. Mereka cenderung membeli AC split dengan mempertimbangkan harga yang terjangkau sesuai dengan keuangan mereka dan daya listrik rendah. Selain itu, mereka juga tertarik dengan promosi yang gencar dilakukan penjual.

"Ini tantangannya, apalagi bila berhadapan dengan ibu-ibu. Mereka cenderung melihat harganya, tanpa melihat LTHE. Sama-sama AC yang low watt, tetapi mereka pilih AC yang harganya lebih murah," ujar Direktur Konservasi Energi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM), Gigih Udi Atmo dalam diskusi 'Memperluas Sosialisasi Tanda Label Hemat Energi' di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (23/6/2023).



Menurutnya, hal yang harus diperhatikan pada saat membeli AC split adalah label tanda hemat energi. Gigih menambahkan, teknologi semakin maju dan semakin meningkat efisiennya. Semakin tinggi bintang yang tertera di label, semakin hemat energi. Namun harga jualnya mahal.

"Sama-sama low watt, tetapi perhatikan label tanda hemat energinya. Kalau yang tertera dalam label itu bintang lima, maka semakin hemat energi. Memang harganya mahal, tetapi biaya tagihan listrik tiap bulannya lebih murah dibanding dengan AC low watt bintang satu atau dua," jelasnya.



Ditjen EBTKE Kementerian ESDM gencar melakukan sosialisasi label hemat energi dalam berbagai cara, dan pelibatan sejumlah pihak seperti asosiasi, praktisi, produsen sampai sosialisasi langsung ke ibu-ibu PKK. Ini agar masyarakat cermat memilih produk. Sosialisasi juga dilakukan lewat media massa, televisi, dan sosial media (sosmed).

Saat ini, lanjut dia, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM sudah mulai melakukan kerja sama juga dengan marketplace dalam memperluas sosialisasi label hemat energi.

Untuk diketahui, pada Januari 2015, Kementerian ESDM menetapkan peraturan untuk produsen AC. Peraturan tersebut bertujuan agar produsen pembuat AC yang masuk ke Indonesia lebih meningkatkan efisiensi energi listrik supaya pengguna menikmati AC hemat listrik.

Peraturan tersebut mulai diberlakukan pada Agustus 2016. Ini hanya berlaku untuk AC perumahan dengan type single split wall mounted dan dengan EER minimum (Energy Efficiency Ratio) sebesar 8,53% (inverter) dan tipe non inventer.

Pada 1 Agustus 2016, pemerintah mengeluarkan regulasi SKEM (Standar Kinerja Energi Minimum) berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7 Tahun 2015 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC).

Regulasi itu ditandai dengan label AC hemat listrik, memiliki tanda empat bintang, dan disempurnakan kembali pada 2021, menjadi bintang lima. Regulasi itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 33/2023 tentang Konservasi Energi. Ini PP terbaru yang belum lama dikeluarkan pemerintah.

Label AC hemat energi ini merupakan suatu upaya pemerintah dalam mengurangi emisi global. Label AC hemat energi ini hanya terdapat pada produk yang telah lolos uji berdasarkan ketentuan dari pemerintah. Dia menambahkan, label hemat energi hal yang wajib dibubuhkan oleh produsen untuk membendung produk-produk buangan dari negara lain masuk ke Indonesia.

Narasumber lainnya, Presiden ASHRAE, Herlin Herlianika mengakui makin panasnya udara akhir-akhir ini membuat banyak orang memutuskan memasang AC split di rumah maupun kantor. "Namun apakah keputusan masyarakat luas saat membeli AC sudah juga memahami konsekuensi biaya listriknya? Pastinya sudah, tapi belum tentu benar," kata Herlina.

Dari hasil survei yang dilakukan sebuah global asosiasi di bidang Heating, Ventilating, Air Conditioning dan Refrigeration menunjukkan, hanya lima persen masyarakat Indonesia pengguna AC split. Dan dari jumlah tersebut, hanya 6,5% yang mengetahui label tanda hemat energi.

"ASHRAE terpanggil untuk mengkampanyekan ini. Buat apa regulasi dibuat sejak 2015, tapi impact-nya tidak ada," kata Herlin.

Dia berharap label hemat energi ini bisa dikenal dan dipahami seluruh masyatakat Indonesia.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (Gabel) Daniel Suhardiman menyebutkan, seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, harga bahan baku produk elektronik sudah naik. Saat ini para pelaku pasar masih menghitung dampak kenaikan harga jual.

Sebelumnya, akibat kenaikan biaya pengapalan (freight rate) saja membuat harga elektronik secara umum naik sekitar 2-5%. "Dampak kemungkinan akan dirasakan apabila rupiah dalam waktu dekat masih melemah, para pelaku pasar terpaksa menaikkan harga jual. Bagi industri dalam negeri, ini sangat sulit," ungkap Daniel Suhardiman.

Selain pelemahan kurs rupiah, industri elektronik juga masih merasakan kendala kelangkaan peti kemas dan biaya kapal yang belum kembali ke kondisi prakrisis.

Kendati demikian, Daniel mengatakan, suplai bahan baku masih cukup normal. Namun, untuk chip masih terkendala dan perlu booking pembelian lebih panjang dari kondisi normal. "Secara umum, kondisi stok bahan baku masih relatif aman, meskipun perlu follow up ketat terkait jadwal pengiriman," kata dia.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni mengatakan, guna mewujudkan 'green energy transision' diperlukan regulasi dan kebijakan yang fair. Seperti tarif yang terjangkau bagi konsumen, keandalan pelayanan yang terjaga, dan menjaga keberlangsungan operator energi nasional.

"Memang upaya mewujudkan kebijakan green energy, harus melalui transisi dengan menggunakan energi bersih, sampai benar benar terwujud energi baru terbarukan di berbagai sektor baik di sektor migas, dan atau sektor ketenagalistrikan," jelasnya.

Kebijakan sektor transportasi pun, lanjut Sri Wahyuni, harus sejalan dengan kebijakan energi. "Penggunaan clean energy dan green energy adalah femomena yang tak terelakkan, dalam rangka memerangi perubahan iklim dan krisis iklim yang makin mengkhawatirkan," paparnya.

"Peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal ini, dan patut diberikan akses kebijakan dan regulasi yang ‘win win solution’," imbuh dia.

Sementara itu CEO CLASP (Collaborative Labeling and Appliance Standards Program), Christine Egan dalam pemaparannya mengatakan, CLASP Indonesia sudah menandatangani kerja sama dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM pada 23 Juni 2023.

CLASP adalah organisasi nirlaba internasional yang menyediakan dukungan teknis dan kebijakan kepada pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan bekerja untuk mengimplementasikan standar efisiensi energi dan label (S&L) untuk peralatan, pencahayaan, dan peralatan.

Organisasi ini memiliki keahlian khusus dalam menerbitkan studi dan analisis yang relevan bagi praktisi S&L. Misi CLASP yakni meningkatkan kinerja energi dan lingkungan dari peralatan yang digunakan sehari-hari, mempercepat peralihan ke dunia yang lebih berkelanjutan. Salah satu kegiatannya mendukung program Pemerintah RI dalam sosialisasi LTHE.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1939 seconds (0.1#10.140)