Teten Minta Revisi Permendag 50/2020 Dipercepat, Antisipasi Project S TikTok Shop

Kamis, 06 Juli 2023 - 16:25 WIB
loading...
Teten Minta Revisi Permendag...
MenKopUKM Teten Masduki mendesak agar revisi Permendag Nomor 50/2020 dipercepat untuk melindungi UMKM nasional. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Hal itu untuk mengantisipasi ancaman bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang muncul dari pasar digital.

Revisi ini antara lain diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh hadirnya Project S TikTok Shop yang dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini, seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya dengan merevisi Permendag Nomor 50/2020. Revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit.



"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, K/L lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya," kata Teten dalam keterangannya, Kamis (6/7/2023).

Sesuai arahan Presiden, terdapat 3 hal penting yang ingin dicapai dalam revisi Permendag tersebut yaitu perlindungan konsumen, perlindungan produk dalam negeri; UMKM serta perlindungan kepada platform lokal. Menurut Teten, dengan revisi itu, industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen. Dengan revisi ini, kata dia, harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga produk UMKM.

Teten mengatakan, Permendag 50 ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Selanjutnya, kata dia, diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM nasional.



Kebijakan ini pun diyakini bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital Tanah Air. Terlebih, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. "Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," tegas Teten.

TikTok, kata Teten saat ini sedang didefinisikan sebagai socio-commerce bukan hanya sebagai media sosial, karena TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melalukan transaksi.

Jika tak segera direvisi, kata dia, bukan tidak mungkin akan ada semakin banyak UMKM yang bisnisnya tutup. Studi yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) tahun 2021 lalu menunjukkan, hanya 25% hijab yang diproduksi oleh pengusaha lokal. Sementara mayoritas 75% dikuasai produk impor. Padahal, masyarakat Indonesia menghabiskan USD6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahun.

Masih mengutip studi ini, porsi produk lokal yang berada di salah satu pasar terbesar di Indonesia, Tanah Abang, juga terus menurun sejak awal tahun 2000 dari 80% menjadi 50% tahun 2021.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1453 seconds (0.1#10.140)