Transaksi Melalui Bursa CPO Sebaiknya Tidak Dipaksakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan ( Kemendag ) diminta tidak melakukan pemaksaan atau mewajibkan pelaku usaha untuk bertransaksi melalui bursa komoditas CPO . Transaksi sebaiknya dilakukan para pelaku usaha dengan sukarela.
"Seharusnya dilakukan dengan sukarela atau volunteer, bukan secara mandatory. Pelaku usaha bertransaksi di situ tidak ada pemaksaan. Ibaratnya saya mau beli beras di Pasar Jatinegara, Pasar Rumput Manggarai, di Pasar Minggu itu kan terserah saya. Yang saya dengar itu kan semuanya transaksinya wajib lewat situ," ujar Vice President for Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani dikutip melalui pernyataannya, dikutip, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, bursa komoditas CPO yang digagas pemerintah ini secara umum baik untuk menghidupkan transaksi perdagangan komoditas CPO. Mengingat Indonesia merupakan produsen CPO dunia.
Namun, ada jenis transaksi CPO yang kurang pas apabila dipaksakan melalui bursa. Misalnya, kata dia, ada beberapa perusahaan besar yang melakukan kontrak pembelian CPO dalam jangka panjang. Perusahaan seperti ini memerlukan kepastian supply CPO dalam jumlah tertentu secara cepat dan barangnya berkualitas sehingga jenis transaksi seperti itu tidak cocok melalui bursa.
"Misalnya, Unilever itu biasa punya kontrak jangka panjang sama produsen CPO. Dia juga kan butuh supplier yang punya kredibilitas, bisa jaga delivery time yang cepat, berkualitas. Seperti itu dia nggak lewat spot market akan tetapi lewat kontrak jangka panjang. Artinya, nggak boleh ada pemaksaan, ya biarin saja semua berjalan alamiah," papar Dendi.
Dia mengatakan jika mengacu pada Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam, mereka juga tak melakukan mandatory atau memaksakan kepada pelaku usaha. "Semuanya berlangsung sukarela. Kita harus kembali ke filosofi dasar bahwa perdagangan itu tidak ada pemaksaan," kata dia.
Dendi mengingatkan kepada Kemendag agar lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam menerapkan aturan perdagangan CPO melalui bursa CPO ini. Dia menyarankan sebaiknya itu voluntary tidak dipaksakan.
Sejatinya, kata Dedi, transaksi komoditi lewat bursa itu biasanya volume barang yang ditransaksikan jumlahnya tidak banyak. Walaupun demikian, harganya bisa menjadi patokan. Misalnya saja di komoditas minyak bumi, transaksi yang dilakukan melalui bursa itu jumlahnya kecil dibandingkan dengan total minyak bumi yang ditransaksikan.
"Yang perlu dilakukan pemerintah menurut saya yakni membuat pasar yang nyaman. Pemerintah cukup membuat regulasi yang baik sehingga pasarnya berlangsung fair," katanya.
Kemendag, kata Dendi, perlu memperhatikan sejumlah hal penting dalam pembentukan dan pengimplementasian bursa CPO ini. Di antaranya, pemerintah perlu menentukan lembaga pengelola bursa CPO yang mampu menciptakan pembentukan harga yang stabil, transparan dan benar-benar mencerminkan kondisi pasar CPO.
Pemerintah juga harus bisa menyiapkan instrumen untuk mendukung berlangsungnya bursa CPO ini. Misalnya saja keberadaan hedging (lindung nilai), dan lembaga finansial sebagai penopang transaksi berjangka perlu disiapkan dan dikelola dengan baik dan transparan.
Biaya transaksi dalam bursa CPO Indonesia juga harus kompetitif agar dapat bersaing dengan Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam sehingga tidak memberikan biaya tambahan bagi pembeli dan penjual.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan optimistis kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka dapat hadir awal Juni 2023. Kemudian target tersebut diperpanjang hingga akhir Juni. Hingga kini bursa tersebut belum juga terealisasi.
Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Olvy Andrianita mengatakan, pihaknya terus menyempurnakan rencana implementasi ekspor CPO melalui bursa berjangka. Terbaru, Kemendag menggelar konsultasi publik yang menghadirkan pemangku kepentingan di industri kelapa sawit.
Olvy mengatakan bahwa dalam konsultasi publik tersebut banyak masukan yang dilakukan para pelaku usaha. Misalnya saja, nantinya bursa CPO yang ditunjuk pemerintah harus terpercaya, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, bursa CPO juga harus mampu memberikan layanan optimal kepada pelaku usaha.
Biaya transaksi CPO di bursa juga harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang selama ini dilakukan oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia. "Selain itu, keberadaan bursa CPO juga diharapkan bisa mempertimbangkan kontrak jangka panjang," tuturnya.
"Seharusnya dilakukan dengan sukarela atau volunteer, bukan secara mandatory. Pelaku usaha bertransaksi di situ tidak ada pemaksaan. Ibaratnya saya mau beli beras di Pasar Jatinegara, Pasar Rumput Manggarai, di Pasar Minggu itu kan terserah saya. Yang saya dengar itu kan semuanya transaksinya wajib lewat situ," ujar Vice President for Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani dikutip melalui pernyataannya, dikutip, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, bursa komoditas CPO yang digagas pemerintah ini secara umum baik untuk menghidupkan transaksi perdagangan komoditas CPO. Mengingat Indonesia merupakan produsen CPO dunia.
Namun, ada jenis transaksi CPO yang kurang pas apabila dipaksakan melalui bursa. Misalnya, kata dia, ada beberapa perusahaan besar yang melakukan kontrak pembelian CPO dalam jangka panjang. Perusahaan seperti ini memerlukan kepastian supply CPO dalam jumlah tertentu secara cepat dan barangnya berkualitas sehingga jenis transaksi seperti itu tidak cocok melalui bursa.
"Misalnya, Unilever itu biasa punya kontrak jangka panjang sama produsen CPO. Dia juga kan butuh supplier yang punya kredibilitas, bisa jaga delivery time yang cepat, berkualitas. Seperti itu dia nggak lewat spot market akan tetapi lewat kontrak jangka panjang. Artinya, nggak boleh ada pemaksaan, ya biarin saja semua berjalan alamiah," papar Dendi.
Dia mengatakan jika mengacu pada Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam, mereka juga tak melakukan mandatory atau memaksakan kepada pelaku usaha. "Semuanya berlangsung sukarela. Kita harus kembali ke filosofi dasar bahwa perdagangan itu tidak ada pemaksaan," kata dia.
Dendi mengingatkan kepada Kemendag agar lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam menerapkan aturan perdagangan CPO melalui bursa CPO ini. Dia menyarankan sebaiknya itu voluntary tidak dipaksakan.
Sejatinya, kata Dedi, transaksi komoditi lewat bursa itu biasanya volume barang yang ditransaksikan jumlahnya tidak banyak. Walaupun demikian, harganya bisa menjadi patokan. Misalnya saja di komoditas minyak bumi, transaksi yang dilakukan melalui bursa itu jumlahnya kecil dibandingkan dengan total minyak bumi yang ditransaksikan.
"Yang perlu dilakukan pemerintah menurut saya yakni membuat pasar yang nyaman. Pemerintah cukup membuat regulasi yang baik sehingga pasarnya berlangsung fair," katanya.
Kemendag, kata Dendi, perlu memperhatikan sejumlah hal penting dalam pembentukan dan pengimplementasian bursa CPO ini. Di antaranya, pemerintah perlu menentukan lembaga pengelola bursa CPO yang mampu menciptakan pembentukan harga yang stabil, transparan dan benar-benar mencerminkan kondisi pasar CPO.
Pemerintah juga harus bisa menyiapkan instrumen untuk mendukung berlangsungnya bursa CPO ini. Misalnya saja keberadaan hedging (lindung nilai), dan lembaga finansial sebagai penopang transaksi berjangka perlu disiapkan dan dikelola dengan baik dan transparan.
Biaya transaksi dalam bursa CPO Indonesia juga harus kompetitif agar dapat bersaing dengan Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam sehingga tidak memberikan biaya tambahan bagi pembeli dan penjual.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan optimistis kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka dapat hadir awal Juni 2023. Kemudian target tersebut diperpanjang hingga akhir Juni. Hingga kini bursa tersebut belum juga terealisasi.
Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Olvy Andrianita mengatakan, pihaknya terus menyempurnakan rencana implementasi ekspor CPO melalui bursa berjangka. Terbaru, Kemendag menggelar konsultasi publik yang menghadirkan pemangku kepentingan di industri kelapa sawit.
Olvy mengatakan bahwa dalam konsultasi publik tersebut banyak masukan yang dilakukan para pelaku usaha. Misalnya saja, nantinya bursa CPO yang ditunjuk pemerintah harus terpercaya, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, bursa CPO juga harus mampu memberikan layanan optimal kepada pelaku usaha.
Biaya transaksi CPO di bursa juga harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang selama ini dilakukan oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia. "Selain itu, keberadaan bursa CPO juga diharapkan bisa mempertimbangkan kontrak jangka panjang," tuturnya.
(nng)