Sri Mulyani Bicara Kengerian dan Mahalnya Dampak Perubahan Iklim Bagi Indonesia

Rabu, 12 Juli 2023 - 18:35 WIB
loading...
Sri Mulyani Bicara Kengerian dan Mahalnya Dampak Perubahan Iklim Bagi Indonesia
Menkeu, Sri Mulyani mengungkapkan, betapa beratnya dampak perubahan iklim bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, betapa beratnya dampak perubahan iklim bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia tentu juga menghadapi konsekuensi dan risiko dari perubahan iklim.



Data BMKG menggambarkan bahwa selama hampir 40 tahun terakhir, dari 1981 hingga 2018, setiap tahun Indonesia mengalami kenaikan suhu sebesar 0,03 derajat centigrade celcius per tahun. Permukaan air juga naik 0,8 hingga 1,2 cm per tahun.

"Kelihatannya memang kecil, tetapi kalau 40 tahun ya berarti 40 cm atau menjadi setengah meter. Dan itu sangat bermasalah karena 65% dari masyarakat Indonesia hidupnya di wilayah pesisir," ujar Sri Mulyani dalam Indonesia EBTKE ConEx ke-11 secara virtual di Jakarta, Rabu (12/7/2023).



Dia bercerita, bahwa dirinya sebagai Menkeu sudah sering mendapatkan banyak kabar, khususnya kalau sedang melakukan perjalanan dan tugas kerja ke Semarang.

"Keluar sedikit ke Demak, di situ selalu keluhannya tanahnya sudah hilang ditelan laut karena rob. Jadi, Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi implikasi yang tidak mudah dan tidak murah akibat perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca Indonesia juga cenderung mengalami kenaikan. Setiap tahun menambah 4,3% per tahun, dihitung sejak 2010," terang Sri.

Dia kemudian menyebutkan, hal yang menjadi pertanyaan penting selanjutnya. Satu sisi, pihaknya menyadari bahwa perubahan iklim memiliki imbas yang merusak, di sisi lain Indonesia masih harus membangun.

Pembangunan itu identik dengan naiknya konsumsi energi. Karena kalau orang membangun, makin sejahtera, yang tadinya tidak punya rumah, bisa punya rumah. Tadinya konsumsi listrik hanya 450 VA menjadi 1.200 VA atau bahkan 2.000 VA, dan kalau itu dilipat gandakan dengan jumlah rumah tangga 78 juta, maka itu akan menjadi jumlah yang sangat besar.

"Sehingga, permintaan energi akan terus meningkat. Dan oleh karena itu, respons dari sisi suplai energi harus dilakukan. Kontradiksinya adalah bagaimana kita bisa melanjutkan memuaskan permintaan yang terus tumbuh dengan suplai energi yang tidak memperburuk gas rumah kaca yang setiap tahunnya sudah meningkat 4,3%," terang Sri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1791 seconds (0.1#10.140)