Kewenangan Pemda Naikkan HET LPG Bersubsidi Bisa Munculkan Persoalan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kewenangan pemerintah daerah (pemda) untuk menaikkan harga eceran tertinggi (HET) LPG bersubsidi di daerah dinilai bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari. Di sisi lain, kebijakan itu ditengarai tidak berdampak terhadap berkurangnya beban subsidi pada APBN.
Adapun kewenangan pemda mengatur HET LPG bersubsidi diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas. Pasal 24 ayat (4) Permen tersebut menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) berhak menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu.
"Harusnya kenaikan HET LPG oleh pemda berdasarkan persetujuan resmi DPRD dan atas pertimbangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina," ungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Sofyano mengatakan, kewenangan tersebut menjadi penyebab naiknya harga eceran nyata di masyarakat sebagaimana dinyatakan oleh Dirjen Migas belum lama ini. Seharusnya, kata dia, HET LPG tidak diputuskan sepihak oleh pemda karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Kenaikan HET LPG bersubsidi, tegas dia, harus melalui pertimbangan yang sangat matang. Dalam hal ini menurutnya pemda harus memiliki kepekaan sosial ekonomi dan memahami benar dampak kenaikan HET LPG bersubsidi terhadap masyarakat kecil di daerahnya. "Ini Pertamina bahkan tidak pernah diminta pendapat dan pertimbangannya dalam menaikkan HET tersebut," kata Sofyano.
Sofyano pun mengingatkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) butir C Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Daerah, di mana Pemda hanya berwenang menentukan HET LPG subsidi untuk jarak di atas 60 km dari SPBE/filling stasion yang ada di daerah.
Berdasarkan aturan itu, kata dia, untuk HET LPG bersubsidi di bawah jarak 60 km, harusnya tetap berlaku HET nasional yang ditetapkan menteri ESDM. Karena itu, Menteri ESDM bisa membatalkan HET LPG yang ditetapkan pemda yang tidak sesuai dengan Peraturan Bersama Mendagri Menteri ESDM tersebut.
Lebih jauh, dia menilai sebaiknya pemerintah mencabut kewenangan yang diberikan kepada pemda tentang kewenangan menaikkan HET LPG sebelum hal ini menjadi persoalan besar di masyarakat. HET LPG bersubsidi, tegas dia, sebaiknya hanya berlaku tunggal, yakni yang berlaku secara nasional.
"Sebenarnya agen dan pangkalan kan ada dalam jangkauan pemerintah atau Pertamina juga, sama seperti SPBU. Jadi seharusnya tidak perlu ada HET pemda, tetapi HET tunggal secara nasional saja seperti harga BBM," tandasnya.
Adapun kewenangan pemda mengatur HET LPG bersubsidi diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas. Pasal 24 ayat (4) Permen tersebut menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) berhak menetapkan harga eceran tertinggi LPG tertentu untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG tertentu.
"Harusnya kenaikan HET LPG oleh pemda berdasarkan persetujuan resmi DPRD dan atas pertimbangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina," ungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Sofyano mengatakan, kewenangan tersebut menjadi penyebab naiknya harga eceran nyata di masyarakat sebagaimana dinyatakan oleh Dirjen Migas belum lama ini. Seharusnya, kata dia, HET LPG tidak diputuskan sepihak oleh pemda karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Kenaikan HET LPG bersubsidi, tegas dia, harus melalui pertimbangan yang sangat matang. Dalam hal ini menurutnya pemda harus memiliki kepekaan sosial ekonomi dan memahami benar dampak kenaikan HET LPG bersubsidi terhadap masyarakat kecil di daerahnya. "Ini Pertamina bahkan tidak pernah diminta pendapat dan pertimbangannya dalam menaikkan HET tersebut," kata Sofyano.
Sofyano pun mengingatkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) butir C Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Daerah, di mana Pemda hanya berwenang menentukan HET LPG subsidi untuk jarak di atas 60 km dari SPBE/filling stasion yang ada di daerah.
Berdasarkan aturan itu, kata dia, untuk HET LPG bersubsidi di bawah jarak 60 km, harusnya tetap berlaku HET nasional yang ditetapkan menteri ESDM. Karena itu, Menteri ESDM bisa membatalkan HET LPG yang ditetapkan pemda yang tidak sesuai dengan Peraturan Bersama Mendagri Menteri ESDM tersebut.
Lebih jauh, dia menilai sebaiknya pemerintah mencabut kewenangan yang diberikan kepada pemda tentang kewenangan menaikkan HET LPG sebelum hal ini menjadi persoalan besar di masyarakat. HET LPG bersubsidi, tegas dia, sebaiknya hanya berlaku tunggal, yakni yang berlaku secara nasional.
"Sebenarnya agen dan pangkalan kan ada dalam jangkauan pemerintah atau Pertamina juga, sama seperti SPBU. Jadi seharusnya tidak perlu ada HET pemda, tetapi HET tunggal secara nasional saja seperti harga BBM," tandasnya.
(fjo)