Membangun Fanatisme Pelanggan
A
A
A
Customer is king. Setuju? Saya sajikan sebuah artikel saya tentang pentingnya membangun fanatisme pelanggan. Artikel ini saya sarikan dari buku 50 Business Essential Ways to Win the Competition terbitan Prasetiya Mulya Publishing (2014).
Fanatisme penggemar dengan mudah ditemukan di dunia olahraga atau musik. Ada puluhan juta “Mancunian“, sebutan untuk penggemar berat Manchester United, di seantero jagat. Kita mengenal “Belieber“, komunitas pencinta dan supporter Justin Bieber.
Di Tanah Air kita masih bisa menemukan banyak penggemar fanatik kelompok band jadul seperti Koes Plus. Mereka dengan sukarela memosisikan diri sebagai pendukung setia. Namun, tidak mudah untuk menemukan fanatisme seperti ini di dunia bisnis.
Fanatisme adalah bentuk ekstrem dari kesetiaan terhadap sebuah produk atau merek (brand loyalty). Jika perusahaan kita memiliki produk yang nilainya lebih baik dari kompetitor, kita belum memiliki pelanggan setia, tetapi pelanggan yang cerdas. Pelanggan yang setia adalah mereka yang sadar bahwa sangat mungkin ada yang lebih baik di luar sana, tetapi mereka tidak peduli.
Mirip dengan kesetiaan seorang suami pada istrinya, seorang karyawan pada perusahaannya, seorang pemuja pada bintang pujaannya, dan seorang penggemar pada sebuah klub olahraga. Semua didasari dengan cinta mendalam yang tak mudah luntur oleh perubahan zaman. Apple Inc adalah contoh terbaik saat ini. Pelanggan fanatiknya sampai rela tidur di depan toko untuk memperoleh produk terbaru Apple.
Apa pun yang diciptakan Steve Jobs, mereka beli tanpa pikir panjang. Ketika Steve Jobs berpulang, mereka menangisinya seperti kehilangan seorang anggota keluarga atau kekasih. Kesetiaan pelanggan terhadap merek, apalagi fanatisme, adalah impian para pelaku bisnis. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, pelanggan setia menjadi fondasi kokoh sebuah perusahaan.
Ingat Pareto Principle atau “80-20 rule“ dari Joseph Juran yang mengatakan bahwa 80% akibat datang dari 20% penyebab. Di dunia bisnis, 80% penjualan bisa jadi datang dari 20% pelanggan. Adalah tugas utama manajemen perusahaan untuk mengubah sebanyak mungkin dari pelanggan berdampak besar ini menjadi setia, bahkan fanatik. Bagaimana cara menciptakan fanatisme pelanggan? Oliver (1999) berargumen bahwa kesetiaan dan fanatisme berawal dari kepuasan pelanggan.
Serpihan empiris menunjukkan bahwa produk atau merek yang memiliki pelanggan setia adalah yang menawarkan rasa nikmat dan senang yang lebih besar (experiences of gratification) maupun kecocokan yang sempurna (experiences of perfect fit). Mayoritas penggemar Manchester United mengatakan bahwa mereka menyukai klub ini karena permainannya yang indah dan menyerang.
Menurut Psychological Continuum Model dari Funk dan James (2001), ada empat langkah menuju kondisi kesetiaan tingkat tinggi, yakni kesadaran (awareness), ketertarikan (attraction), ikatan emosional (attachment), serta komitmen, cinta, dan kesetiaan (allegiance). Kita pakai contoh Apple Inc. Kesadaran dan ketertarikan akan produk atau merek Apple muncul dari beberapa faktor seperti toko yang khusus menjual produk Apple.
Di toko ini para calon pelanggan bisa melihat, mencoba, dan bertanya tentang produk Apple. Apple juga menjual produknya di sekolah dan universitas di Amerika Serikat. Jika beberapa murid atau mahasiswa menggunakan produk Apple, mereka secara tidak langsung menjadi pramuniaga Apple yang memperkenalkan produk tersebut.
Manajemen Apple dengan cerdik membocorkan beberapa informasi mengenai produk baru yang akan diluncurkan agar menjadi perbincangan hangat. Ikatan emosional yang kuat terhadap Apple muncul saat konsumen mulai merasakan kenikmatan dari menggunakan produk Apple. Hasilnya adalah tingkat kepuasan konsumen yang tinggi.
Tak heran karena Apple secara cermat mempertimbangkan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Ipod dan Ipad adalah contohnya. Produk Apple adalah hasil dari riset yang ekstensif dan disain yang kuat. Produk yang kuat dan mudah digunakan membuat pelanggan gembira dan membuat mereka membeli lagi produk Apple pada masa mendatang.
Inovasi menjadi kunci utama keberhasilan Apple dalam membuat pelanggan menjadi fanatik. Perusahaan secara konsisten menawarkan portofolio produk yang inovatif untuk membuat pelanggan tidak akan melirik produk lain. Tanpa sadar mereka telah kecanduan produk Apple, memberikan komitmen, cinta, dan kesetiaan kepada Apple.
Tidak banyak perusahaan yang seberuntung Apple. Namun, walau butuh usaha besar dan waktu lama, bukan hal mustahil untuk menciptakan fanatisme pelanggan. Yang diperlukan adalah kesadaran akan pentingnya membangun kesetiaan atau fanatisme pelanggan. Mayoritas perusahaan terjebak rutinitas dan program pemasaran lebih fokus untuk mencari pelanggan baru.
Mereka lupa bahwa pelanggan lama adalah raja yang harus selalu dimanjakan dengan cara dan produk baru yang inovatif. Tanpa fanatisme, pelanggan akan mudah selingkuh dengan produk pesaing. Maka, perlakukan mereka seperti seorang suami, istri, atau kekasih. Berikan yang terbaik buat mereka, mereka akan membalas dengan cinta.
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert- Prasetiya Mulya Business School,
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
Fanatisme penggemar dengan mudah ditemukan di dunia olahraga atau musik. Ada puluhan juta “Mancunian“, sebutan untuk penggemar berat Manchester United, di seantero jagat. Kita mengenal “Belieber“, komunitas pencinta dan supporter Justin Bieber.
Di Tanah Air kita masih bisa menemukan banyak penggemar fanatik kelompok band jadul seperti Koes Plus. Mereka dengan sukarela memosisikan diri sebagai pendukung setia. Namun, tidak mudah untuk menemukan fanatisme seperti ini di dunia bisnis.
Fanatisme adalah bentuk ekstrem dari kesetiaan terhadap sebuah produk atau merek (brand loyalty). Jika perusahaan kita memiliki produk yang nilainya lebih baik dari kompetitor, kita belum memiliki pelanggan setia, tetapi pelanggan yang cerdas. Pelanggan yang setia adalah mereka yang sadar bahwa sangat mungkin ada yang lebih baik di luar sana, tetapi mereka tidak peduli.
Mirip dengan kesetiaan seorang suami pada istrinya, seorang karyawan pada perusahaannya, seorang pemuja pada bintang pujaannya, dan seorang penggemar pada sebuah klub olahraga. Semua didasari dengan cinta mendalam yang tak mudah luntur oleh perubahan zaman. Apple Inc adalah contoh terbaik saat ini. Pelanggan fanatiknya sampai rela tidur di depan toko untuk memperoleh produk terbaru Apple.
Apa pun yang diciptakan Steve Jobs, mereka beli tanpa pikir panjang. Ketika Steve Jobs berpulang, mereka menangisinya seperti kehilangan seorang anggota keluarga atau kekasih. Kesetiaan pelanggan terhadap merek, apalagi fanatisme, adalah impian para pelaku bisnis. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, pelanggan setia menjadi fondasi kokoh sebuah perusahaan.
Ingat Pareto Principle atau “80-20 rule“ dari Joseph Juran yang mengatakan bahwa 80% akibat datang dari 20% penyebab. Di dunia bisnis, 80% penjualan bisa jadi datang dari 20% pelanggan. Adalah tugas utama manajemen perusahaan untuk mengubah sebanyak mungkin dari pelanggan berdampak besar ini menjadi setia, bahkan fanatik. Bagaimana cara menciptakan fanatisme pelanggan? Oliver (1999) berargumen bahwa kesetiaan dan fanatisme berawal dari kepuasan pelanggan.
Serpihan empiris menunjukkan bahwa produk atau merek yang memiliki pelanggan setia adalah yang menawarkan rasa nikmat dan senang yang lebih besar (experiences of gratification) maupun kecocokan yang sempurna (experiences of perfect fit). Mayoritas penggemar Manchester United mengatakan bahwa mereka menyukai klub ini karena permainannya yang indah dan menyerang.
Menurut Psychological Continuum Model dari Funk dan James (2001), ada empat langkah menuju kondisi kesetiaan tingkat tinggi, yakni kesadaran (awareness), ketertarikan (attraction), ikatan emosional (attachment), serta komitmen, cinta, dan kesetiaan (allegiance). Kita pakai contoh Apple Inc. Kesadaran dan ketertarikan akan produk atau merek Apple muncul dari beberapa faktor seperti toko yang khusus menjual produk Apple.
Di toko ini para calon pelanggan bisa melihat, mencoba, dan bertanya tentang produk Apple. Apple juga menjual produknya di sekolah dan universitas di Amerika Serikat. Jika beberapa murid atau mahasiswa menggunakan produk Apple, mereka secara tidak langsung menjadi pramuniaga Apple yang memperkenalkan produk tersebut.
Manajemen Apple dengan cerdik membocorkan beberapa informasi mengenai produk baru yang akan diluncurkan agar menjadi perbincangan hangat. Ikatan emosional yang kuat terhadap Apple muncul saat konsumen mulai merasakan kenikmatan dari menggunakan produk Apple. Hasilnya adalah tingkat kepuasan konsumen yang tinggi.
Tak heran karena Apple secara cermat mempertimbangkan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Ipod dan Ipad adalah contohnya. Produk Apple adalah hasil dari riset yang ekstensif dan disain yang kuat. Produk yang kuat dan mudah digunakan membuat pelanggan gembira dan membuat mereka membeli lagi produk Apple pada masa mendatang.
Inovasi menjadi kunci utama keberhasilan Apple dalam membuat pelanggan menjadi fanatik. Perusahaan secara konsisten menawarkan portofolio produk yang inovatif untuk membuat pelanggan tidak akan melirik produk lain. Tanpa sadar mereka telah kecanduan produk Apple, memberikan komitmen, cinta, dan kesetiaan kepada Apple.
Tidak banyak perusahaan yang seberuntung Apple. Namun, walau butuh usaha besar dan waktu lama, bukan hal mustahil untuk menciptakan fanatisme pelanggan. Yang diperlukan adalah kesadaran akan pentingnya membangun kesetiaan atau fanatisme pelanggan. Mayoritas perusahaan terjebak rutinitas dan program pemasaran lebih fokus untuk mencari pelanggan baru.
Mereka lupa bahwa pelanggan lama adalah raja yang harus selalu dimanjakan dengan cara dan produk baru yang inovatif. Tanpa fanatisme, pelanggan akan mudah selingkuh dengan produk pesaing. Maka, perlakukan mereka seperti seorang suami, istri, atau kekasih. Berikan yang terbaik buat mereka, mereka akan membalas dengan cinta.
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert- Prasetiya Mulya Business School,
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
(akr)