Krisis Pangan Mencemaskan: Usai Beras, India Akan Batasi Ekspor Gula
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah India melarang ekspor beras untuk mengendalikan harga dalam negeri, para pedagang khawatir bahan pokok lainnya seperti gula akan menyusul. Dunia telah menjadi semakin bergantung pada ekspor gula dari negara Asia Selatan ini karena pasokan global yang semakin ketat.
Curah hujan yang tidak merata di seluruh wilayah pertanian India telah memicu kekhawatiran bahwa produksi gula akan menurun, berpotensi turun selama dua tahun berturut-turut pada musim yang dimulai pada bulan Oktober.
Hal ini dapat membatasi kemampuan negara ini untuk mengekspor. Pemerintah telah membatasi penjualan gandum dan beberapa varietas beras ke luar negeri untuk melindungi suplai dalam negeri dan mendinginkan harga, menambah tekanan pada pasar-pasar makanan global yang telah diguncang oleh cuaca buruk dan konflik yang memburuk di Ukraina .
Kepala bidang gula dan etanol di Tropical Research Services Henrique Akamine mengatakan larangan ekspor beras merupakan sinyal jelas bahwa Pemerintah India khawatir akan ketahanan pangan dan inflasi.
"Kekhawatiran sekarang adalah bahwa pemerintah mungkin akan mengikuti langkah ini dan melakukan hal yang sama terhadap gula," ujar dia dikutip Yahoo Finance dari Bloomberg, Senin (7/8/2023).
Ladang-ladang tebu di wilayah-wilayah penghasil utama Maharashtra dan Karnataka tidak mendapatkan curah hujan yang memadai di bulan Juni, yang menyebabkan stres pada tanaman, demikian menurut Aditya Jhunjhunwala, presiden Asosiasi Pabrik Gula India.
Kelompok ini memperkirakan produksi gula akan turun 3,4% dari tahun lalu menjadi 31,7 juta ton pada 2023-24. Namun, Jhunjhunwala mengatakan bahwa pasokan dapat memenuhi permintaan domestik. Sementara, India akan menggunakan lebih banyak gula untuk bahan bakar nabati. Asosiasi melihat pabrik-pabrik gula akan mengalihkan 4,5 juta ton untuk membuat etanol, naik 9,8% dari tahun sebelumnya.
"Pada tingkat produksi tersebut, India mungkin tidak akan melakukan ekspor," ujar Bruno Lima, kepala gula dan etanol di StoneX. "Kami harus mengikuti dengan seksama apakah pengalihan etanol ini akan dilakukan secara penuh," imbuhnya.
Menteri Pangan India Sanjeev Chopra mengkritik penilaian ISMA mengenai produksi gula yang lebih rendah, dengan mengatakan bahwa hal ini sangat prematur dan telah menciptakan kepanikan akan kekurangan di negara ini, demikian dilaporkan Press Trust of India.
India telah membatasi ekspor gula sebelumnya. Untuk musim 2022-2023, pengiriman dibatasi hingga 6,1 juta ton, turun dari 11 juta ton pada tahun sebelumnya. Musim depan, para analis termasuk Akamine dan Lima memperkirakan hanya 2 juta hingga 3 juta ton yang akan diizinkan atau tidak ada sama sekali, yang berisiko menimbulkan lonjakan lebih lanjut pada harga global.
Harga gula berjangka naik sekitar 20% tahun ini, bahkan meskipun harga telah turun dari puncaknya di bulan April yaitu 26,83 sen per pon, level tertinggi sejak 2011. Pasar khawatir El Nino akan membawa kondisi yang lebih panas dan lebih kering di Asia Selatan dan Asia Tenggara, sehingga mengganggu produksi. Thailand juga mungkin akan mengalami penurunan produksi.
Hal ini, dikombinasikan dengan produksi yang lebih rendah di wilayah-wilayah lain seperti Afrika Selatan dan Amerika Tengah, dapat memicu reli lainnya. Akamine melihat harga diperdagangkan antara 25 sen dan 27,5 sen per pon pada musim berikutnya. Harga berada di 23,69 sen pada hari Jumat. Panen raya Brasil menahan kenaikan harga.
Pemerintah India sepertinya belum akan mengambil keputusan mengenai kuota ekspor gula untuk tahun 2023-2024. Panen baru akan dimulai pada bulan Oktober dan ISMA mengatakan bahwa peningkatan curah hujan baru-baru ini akan menguntungkan panen.
"Para pejabat akan menunggu sampai mereka memiliki visibilitas penuh atas produksi," kata Carlos Mera, seorang analis komoditas senior di Rabobank.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Curah hujan yang tidak merata di seluruh wilayah pertanian India telah memicu kekhawatiran bahwa produksi gula akan menurun, berpotensi turun selama dua tahun berturut-turut pada musim yang dimulai pada bulan Oktober.
Hal ini dapat membatasi kemampuan negara ini untuk mengekspor. Pemerintah telah membatasi penjualan gandum dan beberapa varietas beras ke luar negeri untuk melindungi suplai dalam negeri dan mendinginkan harga, menambah tekanan pada pasar-pasar makanan global yang telah diguncang oleh cuaca buruk dan konflik yang memburuk di Ukraina .
Kepala bidang gula dan etanol di Tropical Research Services Henrique Akamine mengatakan larangan ekspor beras merupakan sinyal jelas bahwa Pemerintah India khawatir akan ketahanan pangan dan inflasi.
"Kekhawatiran sekarang adalah bahwa pemerintah mungkin akan mengikuti langkah ini dan melakukan hal yang sama terhadap gula," ujar dia dikutip Yahoo Finance dari Bloomberg, Senin (7/8/2023).
Ladang-ladang tebu di wilayah-wilayah penghasil utama Maharashtra dan Karnataka tidak mendapatkan curah hujan yang memadai di bulan Juni, yang menyebabkan stres pada tanaman, demikian menurut Aditya Jhunjhunwala, presiden Asosiasi Pabrik Gula India.
Kelompok ini memperkirakan produksi gula akan turun 3,4% dari tahun lalu menjadi 31,7 juta ton pada 2023-24. Namun, Jhunjhunwala mengatakan bahwa pasokan dapat memenuhi permintaan domestik. Sementara, India akan menggunakan lebih banyak gula untuk bahan bakar nabati. Asosiasi melihat pabrik-pabrik gula akan mengalihkan 4,5 juta ton untuk membuat etanol, naik 9,8% dari tahun sebelumnya.
"Pada tingkat produksi tersebut, India mungkin tidak akan melakukan ekspor," ujar Bruno Lima, kepala gula dan etanol di StoneX. "Kami harus mengikuti dengan seksama apakah pengalihan etanol ini akan dilakukan secara penuh," imbuhnya.
Menteri Pangan India Sanjeev Chopra mengkritik penilaian ISMA mengenai produksi gula yang lebih rendah, dengan mengatakan bahwa hal ini sangat prematur dan telah menciptakan kepanikan akan kekurangan di negara ini, demikian dilaporkan Press Trust of India.
India telah membatasi ekspor gula sebelumnya. Untuk musim 2022-2023, pengiriman dibatasi hingga 6,1 juta ton, turun dari 11 juta ton pada tahun sebelumnya. Musim depan, para analis termasuk Akamine dan Lima memperkirakan hanya 2 juta hingga 3 juta ton yang akan diizinkan atau tidak ada sama sekali, yang berisiko menimbulkan lonjakan lebih lanjut pada harga global.
Harga gula berjangka naik sekitar 20% tahun ini, bahkan meskipun harga telah turun dari puncaknya di bulan April yaitu 26,83 sen per pon, level tertinggi sejak 2011. Pasar khawatir El Nino akan membawa kondisi yang lebih panas dan lebih kering di Asia Selatan dan Asia Tenggara, sehingga mengganggu produksi. Thailand juga mungkin akan mengalami penurunan produksi.
Hal ini, dikombinasikan dengan produksi yang lebih rendah di wilayah-wilayah lain seperti Afrika Selatan dan Amerika Tengah, dapat memicu reli lainnya. Akamine melihat harga diperdagangkan antara 25 sen dan 27,5 sen per pon pada musim berikutnya. Harga berada di 23,69 sen pada hari Jumat. Panen raya Brasil menahan kenaikan harga.
Pemerintah India sepertinya belum akan mengambil keputusan mengenai kuota ekspor gula untuk tahun 2023-2024. Panen baru akan dimulai pada bulan Oktober dan ISMA mengatakan bahwa peningkatan curah hujan baru-baru ini akan menguntungkan panen.
"Para pejabat akan menunggu sampai mereka memiliki visibilitas penuh atas produksi," kata Carlos Mera, seorang analis komoditas senior di Rabobank.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(nng)