Tanggapi Faisal Basri, Jokowi: Mengambil Pajak dari Rp17 Triliun Sama Rp510 Triliun Lebih Gede Mana?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) menanggapi pernyataan Faisal Basri yang menyebut 90% manfaat kebijakan hilirisasi nikel dinikmati oleh China. Jokowi pun mempertanyakan hitung-hitungan Faisal Basri tersebut.
"Itungannya gimana. Kalau itungan kita, saya berikan contoh nikel. Saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi, menjadi Rp510 triliun. Bayangkan saja negara itu hanya mengambil pajak. Mengambil pajak dari Rp17 triliun sama mengambil pajak dari Rp510 triliun lebih gede mana?" kata Jokowi dalam keterangannya di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
"Karena dari situ, dari hilirisasi, kita bisa mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan royalti bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun gede mana?," tambahnya.
Terkait adanya penurunan hilirisasi ke PDB setiap tahunnya, Jokowi menegaskan bahwa perhitungan tersebut salah. "Ya logikanya tidak seperti itu. Logikanya tadi sudah diberikan angka itu. Gimana sih? Artinya apa? Kontribusi terhadap PDB ekonomi pasti lebih gede dong. Logikanya gimana," kata Jokowi.
Sebelumnya, Faisal Basri , ekonom senior Indef , menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi yang selalu dibanggakan pemerintah tak lebih dari mendukung industrialisasi di China. Menurut Faisal, yang perlu dilakukan Indonesia adalah melakukan industrialisasi, bukan hanya hilirisasi.
Faisal berpandangan, industrialisasi bisa membuat struktur perekonomian lebih kuat dan sektor industri bisa meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Sedangkan hilirisasi hanya mengubah bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel yang 99% diekspor ke China.
"Jadi hilirsasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Sungguh kita tidak dapat banyak, maksimal 10% dan 90% lari ke China," katanya dalam Seminar Nasional KTT Indef, Selasa (8/8/2023).
"Itungannya gimana. Kalau itungan kita, saya berikan contoh nikel. Saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi, menjadi Rp510 triliun. Bayangkan saja negara itu hanya mengambil pajak. Mengambil pajak dari Rp17 triliun sama mengambil pajak dari Rp510 triliun lebih gede mana?" kata Jokowi dalam keterangannya di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
"Karena dari situ, dari hilirisasi, kita bisa mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan royalti bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun gede mana?," tambahnya.
Terkait adanya penurunan hilirisasi ke PDB setiap tahunnya, Jokowi menegaskan bahwa perhitungan tersebut salah. "Ya logikanya tidak seperti itu. Logikanya tadi sudah diberikan angka itu. Gimana sih? Artinya apa? Kontribusi terhadap PDB ekonomi pasti lebih gede dong. Logikanya gimana," kata Jokowi.
Sebelumnya, Faisal Basri , ekonom senior Indef , menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi yang selalu dibanggakan pemerintah tak lebih dari mendukung industrialisasi di China. Menurut Faisal, yang perlu dilakukan Indonesia adalah melakukan industrialisasi, bukan hanya hilirisasi.
Faisal berpandangan, industrialisasi bisa membuat struktur perekonomian lebih kuat dan sektor industri bisa meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Sedangkan hilirisasi hanya mengubah bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel yang 99% diekspor ke China.
"Jadi hilirsasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Sungguh kita tidak dapat banyak, maksimal 10% dan 90% lari ke China," katanya dalam Seminar Nasional KTT Indef, Selasa (8/8/2023).
(uka)