Tarif Listrik Murah Segera Diwujudkan Pemerintah

Rabu, 25 Januari 2017 - 20:11 WIB
Tarif Listrik Murah Segera Diwujudkan Pemerintah
Tarif Listrik Murah Segera Diwujudkan Pemerintah
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya agar tarif listrik dari energi baru terbarukan (EBT) menjadi lebih murah. Penurunan tarif akan direalisasikan dengan menetapkan harga listrik EBT maksimal 85% dari biaya pokok produksi atau BPP listrik dari setiap regional PLN.

Peraturan itu dibuat untuk seluruh pembangkit berbasis EBT. "Saat ini yang terpenting EBT di dalam bauran energi adalah harga efisiensi, sehingga output harganya bisa di jangkau," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignsius Jonan dalam acara Indonesia Energy Roadmap di Graha CIMB Niaga Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Menurutnya, untuk mendorong pengembangan EBT mencapai 23% dalam bauran energi pada 2025 tidak lain yaitu mewujudkan harga listrik EBT dalam tingkat wajar. Rata-rata biaya pokok produksi listrik nasional saat ini Rp1.200 per kilowatt hour.

Namun, setiap daerah mempunyai BPP yang berbeda-beda, artinya harga EBT maksimal sebesar Rp1.020 per kWh. Sedangkan harga jual untuk pembangkit listrik panas bumi (PLTP) saat ini sekitar USD12 sen per kWh atau Rp1.560 per kWh.

"Menurut saya itu perlu semangat efisiensi, semangat biar semakin lama semakin efisien," ujarnya.

Dia mengatakan, pengembangan EBT selain untuk meningkatkan rasio elektrifikasi khususnya di daerah terpencil juga penting dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dan turut melaksanakan program konferensi perubahan iklim di Paris.

"Pengembangan EBT merupakan komitmen pemerintah di Paris mengurangi emisi dan cita-cita mewujudkan bauran energi pada 2025 sebesar 23% ini harus dilakukan bersama," kata Jonan.

Sementara, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Abadi Purnomo menilai kebijakan menetapkan harga listrik EBT maksimal 85% memang bagus untuk pelanggan dan PLN. Namun, penurunan harga listrik EBT diyakini akan menurunkan minat investor.

Pasalnya, harga baru yang ditawarkan pemerintah tidak layak dari sisi perbankan. "BPP itu sebenarnya untuk acuan batu bara. Investasinya lebih kecil jika dibanding geothermal yang mempunyai tingkat risiko eksplorasi sehingga tidak bisa bersaing," katanya.

Menurutnya, tidak tepat jika aturan itu ditetapkan karena akan membuat harga litsrik EBT tidak kompetitif dengan energi fosil. Di samping itu aturan ini juga belum didiskusikan dengan pengembang atau pengusaha. Anggota Dewan Energi Nasional Rinaldy Dalimi mengaku, pemerintah dan PLN telah sepakat terkait penetapan harga listrik EBT tersebut.

Dalam waktu dekat akan dituangkan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. "Pak Menteri menyatakan sudah sepakat dengan PLN jika nanti penetapan 85% dari BPP adalah harga EBT di setiap daerah," tuturnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3349 seconds (0.1#10.140)