Antisipasi Kelangkaan, Pemerintah Diminta Fokus Menata Kebijakan Migor

Selasa, 05 September 2023 - 11:49 WIB
loading...
Antisipasi Kelangkaan, Pemerintah Diminta Fokus Menata Kebijakan Migor
Pemerintah disarankan berhati-hati menyikapi masalah migor di Indonesia. Antisipasi diperlukan untuk menghindari potensi berulangnya kelangkaan atau lonjakan harga migor. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah disarankan berhati-hati menyikapi masalah minyak goreng ( migor ) di Indonesia. Antisipasi yang baik diperlukan untuk menghindari potensi berulangnya lonjakan harga atau kelangkaan migor .

“Masalah minyak goreng ini rawan terjadi lagi. Jadi pemerintah harus berhati-hati jangan sampai salah langkah. Indonesia adalah produsen minyak sawit (crude palm oil/CPO) terbesar, mestinya masalah seperti itu dapat diantisipasi,” kata Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung beberapa waktu lalu.

Tungkot berpendapat semua pihak, baik itu pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu belajar dari kasus sebelumnya dan berusaha untuk memperbaiki situasi. ”Lebih fokus menyiapkan regulasi dan tata kelola pasar minyak goreng yang baik,” ujarnya.

Lebih lanjut Tungkot menjelaskan, Indonesia merupakan produsen dan sekaligus konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi akan mendorong peningkatan konsumsi oleofood, khususnya migor.

Berbagai studi mengungkap, pasar minyak nabati dunia akan mengalami kelebihan permintaan (excess demand) setidaknya hingga 2050. Artinya, kenaikan harga minyak sawit dunia sebagaimana yang terjadi pada 2022 ke depan bakal sering terjadi. “Kemungkinan terjadi kelangkaan minyak goreng domestik diperkirakan akan sering terjadi ke depan jika tidak ada perubahan kebijakan,” paparnya.

Harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit naik signifikan. Berdasarkan data World Bank (2022), harga minyak kedelai naik dari USD748 per ton pada Januari 2019 menjadi USD1,957 per ton pada Maret 2022.

Pada periode yang sama, harga minyak sawit meningkat dari USD 537 per ton menjadi USD 1,823 per ton. “Peningkatan harga CPO dunia tersebut menyebabkan peningkatan harga minyak goreng di pasar domestik,” ungkapnya.

Dia mengatakan, kenaikan harga itu akan menciptakan dilema antara mengekspor (untuk mencari devisa) dan mengamankan kebutuhan domestik. Dilema tersebut jika tidak dipecahkan berpotensi menimbulkan persoalan politik dan hukum seperti yang terjadi tahun lalu.

Solusi untuk dilema itu adalah pembagian tanggung jawab. Perusahaan swasta yang menghasilkan minyak goreng sebaiknya tidak dibebani tanggung jawab untuk menjamin penyediaan migor domestik. “Bebaskan ekspor untuk memperoleh devisa dari pasar dunia,” jelasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan migor domestik, lanjut Tungkot, khususnya migor untuk masyarakat menengah-bawah (sekitar 50% dari total konsumsi domestik) sebaiknya menjadi tanggung jawab BUMN (PTPN, ID Food, Bulog). Kapasitas pabrik migor PTPN saat ini sudah mencapai 1,6 juta ton kilo liter (kl), dan berpotensi terus bertambah.

Jika dinilai perlu memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) migor domestik, maka pemerintah dapat menugaskan BUMN untuk memenuhinya. Di mana selisih harga ekspor dengan HET yang ditetapkan ditutup dari dana sawit. Dengan cara demikian, korporasi migor swasta dapat leluasa mengekspor migor ke pasar dunia tanpa ada kewajiban domestic market obligation (DMO).

Sedangkan BUMN dapat menjaga ketersediaan migor domestik (migor untuk rakyat). Hal itu perlu diatur selevel peraturan presiden. Selama periode 1971-1990, Indonesia sempat mengadopsi kebijakan semacam itu dan berhasil.

“Dengan cara demikian maka dilema atau trade off migor untuk ekspor vs migor untuk rakyat, yang terjadi selama ini dapat terselesaikan dan tak terulang lagi,” ujarnya.

Tungkot juga menyoroti kebijakan stabilisasi harga migor yang tidak konsisten, yang menciptakan ketidakpastian. Kebijakan itu seharusnya didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang industri minyak goreng dalam negeri.

”Jika pemerintah ingin mendorong ketersediaan migor dengan harga lebih terjangkau, pungutan ekspor dapat ditingkatkan untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha agar lebih cenderung menjual minyak goreng di dalam negeri daripada mengekspornya,” tandasnya.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)