Indonesia Butuh Rp650 Triliun untuk Pulih dari Krisis 1998

Kamis, 04 Mei 2017 - 11:21 WIB
Indonesia Butuh Rp650 Triliun untuk Pulih dari Krisis 1998
Indonesia Butuh Rp650 Triliun untuk Pulih dari Krisis 1998
A A A
BALI - Studi OECD pada 2014 mengestimasi bahwa total akumulasi kerugian yang dialami dunia sejak terjadinya krisis keuangan mencapai 25% dari PDB tahunan dunia. Indonesia memiliki pengalaman pahit mengenai krisis keuangan.

Berkaca pada krisis moneter 1997-1998, perekonomian nasional mengalami keterpurukan dan membutuhkan waktu sekitar 6-7 tahun untuk kembali pulih dan dengan biaya yang sangat besar yaitu mencapai 57% dari PDB atau sekitar Rp650 triliun.

Anggota Dewan Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, stabilitas sistem keuangan merupakan fondasi yang penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang tidak stabil dan tidak berfungsi dengan baik dapat menciptakan inefisiensi dalam pengalokasian sumber daya ekonomi yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan ekonomi atau bahkan terjebak dalam krisis keuangan.

"Saat ini, meskipun prospek perekonomian global dan domestik diperkirakan membaik sejalan dengan optimisme IMF yang merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi global. Namun, tantangan yang akan kita hadapi ke depan tidak ringan serta masih diliputi ketidakpastian yang tinggi," ujarnya di Bali, Kamis (4/5/2017).

Dalam jangka pendek, lanjut Erwin, sumber risiko terbesar datang dari luar yaitu berkaitan dengan rencana The Fed untuk melakukan peningkatan Fed Fund Rate yang tampaknya akan diikuti proses normalisasi balance sheet-nya. Sementara, dari sisi domestik, terdapat potensi tekanan inflasi yang bersumber dari rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM.

Dari sisi struktural, disebutkannya sistem keuangan saat ini diwarnai makin beragamnya inovasi produk dan pesatnya teknologi di bidang keuangan. Di satu sisi, perkembangan tersebut tentunya diharapkan dapat makin meningkatkan peran sektor keuangan dalam pembangunan.

"Namun di sisi lain, konsekuensi kompleksitas yang akan muncul merupakan tantangan tersendiri bagi otoritas karena dapat menjadi sumber-sumber baru ketidakstabilan pada sistem keuangan," ujar dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6597 seconds (0.1#10.140)